JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pertumbuhan usaha-usaha baru yang memanfaatkan kemajuan teknologi (start up) di Indonesia sangat pesat. Berdasarkan data dari Kamar Dagang dan Industri (KADIN) jumlah start up teknologi di Indonesia telah mencapai lebih dari 300 perusahaan.

Ketua Badan Pengembangan Startup Teknologi KADIN Patrick Walujo mengatakan, industri start up juga telah mampu menciptakan 500 ribu lapangan kerja. Bisnis-bisnis baru ini mampu menarik pertumbuhan puluhan triliun rupiah modal pada 2015 dan melayani lebih dari 30 juta konsumen.

Tingkat pertumbuhan yang dicapai start up Indonesia ini, kata Patrick, cukup tinggi dan cepat dibanding ukuran international. Karena itu, Patrick meminta, agar pelaku usaha start up teknologi dilindungi oleh regulasi.

Alasannya, karena industri tersebut melibatkan partisipasi rakyat sebagai pelaku ekonomi yang bisa menikmati rezekinya sendiri. Sementara itu pelaku start up teknologi rata-rata berusia 30 tahun.

Mereka memulai secara independen dari bangunan-bangunan warung internet tanpa mendapatkan bantuan dari pemerintah baik dari perbankan dan swasta. "Jangan sampai mereka setelah besar malah diganggu tanpa mencoba dan mengerti dulu bisnisnya," kata Patrick di Jakarta, Kamis (31/12).

Patrick menambahkan, pihaknya menghargai langkah pemerintah untuk mendorong pertumbuhan industri start up di dalam negeri. Tapi tujuan pemerintah tersebut jangan sampai memberikan dampak yang salah karena komunikasi dan koordinasi yang buruk.

"Jadi mereka baru ditahap permulaan, coba bayangkan kerugian kita sebagai bangsa jika perkembangan mereka malah terhambat," ujarnya.

Patrick mengatakan, di semua penjuru dunia pertumbuhan teknologi sudah pasti lebih cepat dari perubahan regulasi. Maka selama masih memberikan manfaat yang nyata peraturan harus disesuaikan.

Karena itu menata regulasi tidak bisa asal mengeluarkan peraturan. "Maka yang terpenting adalah semangat, filosofi serta tujuan yang sama antara pembuat regulasi dengan pelaku ekonomi," pungkas Patrick.

DUKUNGAN KREDIT - Pemerintah memang berupaya mendorong perkembangan start up di Indonesia. Salah satunya lewat pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Saat ini, pemerintah tengah membahas agar KUR dengan bunga 9% ini tahun depan bisa dinikmati pelaku usaha pemula. "Menko undang menteri yang terkait manfaatkan KUR supaya serius. Mulai melakukan sosialissi supaya KUR bisa capai sasaran, terus bagaimana kita improve agar bisa jadi modal ekonomi kreatif, modal buat start up company," kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Sofyan Djalil, Rabu (30/12).

Menurutnya, alokasi KUR sebesar Rp120 triliun seharusnya tak hanya untuk membantu sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang sudah mapan saja. Dana tersebut menurutnya juga bisa dipakai untuk menopang industri-industri pemula jika memang memenuhi syarat.

"Bagaimana agar pembiayaan KUR ini di samping mendorong UMKM yang tradisional, tapi juga bisa menjadi katalisator untuk tumbuhnya industri-industri baru," ujar Sofyan.

Kendati demikian, kata Sofyan, penetapan penyaluran kredit KUR untuk usaha pemula masih memerlukan pembahasan lanjutan, mengingat akan banyak aturan yang perlu disesuaikan jika KUR terbuka untuk start up.

"Kita perlu rapat lagi, tapi yang ditargetkan bagaimana KUR ini benar-benar mencapai sasaran. Sedang kita diskusikan lagi, mengubah sedikit aturannya supaya perusahaan-perusahaan start up company bisa dapat. Itu yang kita ubah sedikit aturannya, awal tahun kira-kira selesai," tutupnya.

PERMODALAN BANK - Tak hanya pemerintah, perbankan nasional pun mulai memikirkan agar start up bisa berkembang di Indonesia lewat suntikan modal perbankan. Bank Mandiri misalnya, mulai menggarap bisnis modal ventura (capital venture) untuk merambah bisnis start up.

Perusahaan baru tersebut dinamai Mandiri Capital Indonesia (MCI). "Kita punya perusahaan baru sudah dapat izin dari OJK, namanya Mandiri Capital Indonesia (MCI), berbentuk modal ventura, perusahaan itu akan menanamkan modal di start up company, kita fokuskan itu berbasis teknologi misalkan aplikasi mobile yang berguna untuk bisnis kita," jelas Corporate Secretary Bank Mandiri Rohan Hafas, di Jakarta, Jumat (18/12).

Dia menjelaskan, perseroan menganggarkan belanja modal atau Capital Expenditure (Capex) di tahun depan sebesar Rp1,7 triliun. Sebagian besar capex tersebut akan digunakan untuk pengembangan informasi dan teknologi (IT) perusahaan sebesar Rp1,37 triliun.

Angka tersebut lebih rendah dibandingkan investasi IT di tahun sebelumnya sebesar Rp3,5 triliun. "Capex Rp 1,7 triliun kebanyakan untuk infrastruktur IT, turun dari Rp 3,5 triliun tahun lalu, artinya proses pembaruan atau updating sudah terjadi tahun ini. Untuk IT Rp 1,37 triliun dari total. Tahun lalu sudah update, sisanya capex untuk penyertaan modal, termasuk modal ventura ini," terang dia.

Di sisi lain, perseroan juga lebih berhati-hati dalam menyalurkan kredit di tahun depan. Sektor-sektor komoditas lebih dihindari.

"Semua bank mau krisis atau tidak pasti ada sektor-sektor preferable dan non, tapi tidak dipukul rata. Hati-hati di beberapa sektor, sektor komoditas yang dihindari tapi bukan berarti tidak memberi pinjaman, tapi tidak terlalu tinggi," kata Rohan. (Gresnews.com/Agus Irawan/dtc)

BACA JUGA: