JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai bergerak menyelidiki Pertamina Energy Trading Ltd (Petral), anak usaha PT Pertamina (Persero) setelah menerima hasil audit forensik Petral (Pertamina Energy Trading Ltd). KPK telah membentuk tim penyelidik untuk mengurai hasil audit Petral, termasuk meminta keterangan pihak terkait.

Turun tangannya KPK tak lepas dari keinginan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said yang menyatakan hasil audit forensik Petral akan ditindaklanjuti ke ranah hukum. Hasil audit itu menunjukkan adanya transaksi tidak jelas senilai US$ 18 miliar dalam transaksi jual beli minyak mentah dan BBM oleh Petral.

Angka ini diperoleh dari hasil audit terhadap Petral selama tiga tahun. Peran Petral yang kini sudah dibubarkan telah digantikan oleh Integrated Supply Chain (ISC).

"Petral sedang dilakukan pengumpulan bahan dan keterangan (Pulbaket), sudah dibentuk timnya sejak sepekan yang lalu," kata Plt Pimpinan KPK, Johan Budi, Kamis (26/11).

Dalam proses Pulbaket ini, KPK memiliki kewenangan untuk memanggil beberapa pihak guna dimintai keterangan. Pulbaket ini yang nantinya bisa menentukan apakah kasus Petral bisa diteruskan ke tahap penyidikan yang diikuti dengan penetapan tersangka.

Informasi yang diterima, pimpinan KPK telah memilih orang-orang terbaik untuk dimasukkan ke satgas yang menangani kasus Petral. Kasus semacam Petral ini memang membutuhkan kecermatan dan kemampuan lebih untuk mendalami ada tidaknya tindak pidana korupsi selama Petral berdiri.

"Ini saja baru kita ketahui audit forensiknya. Ini tidak sesederhana itu. Kasus-kasus yang seperti begitu menyita waktu dan butuh keterlibatan ahli untuk pendalaman. Kita memprioritaskan yang sudah matang," jelas Wakil Ketua KPK, Zulkarnain beberapa waktu yang lalu.

Tim penyelidik ini terdiri dari orang-orang terbaik KPK. Nantinya bila ditemukan adanya dugaan korupsi akan segera naik ke penyidikan.

TAK KOOPERATIF - Sudirman Said menilai proses audit investigasi Petral cukup melelahkan lantaran banyak pegawai yang tidak kooperatif memberikan keterangan. Salah satu contoh Direktur Utama Petral Bambang Irianto yang diperiksa satu kali saat audit investigasi.

Bambang mengaku tidak memiliki data Petral selama bekerja dengan alasan laptopnya hilang. "Saat diminta data-datanya, Bambang mengaku laptopnya hilang," jelas Sudirman di kantor Ditjen Kelisyrikan Kementerian ESDM, Jumat (27/11).

Sebelumnya Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi atau Tim Antimafia Migas juga sempat turun menginvestigasi Petral. Banyak sejumlah kejanggalan di internal Petral mulai dari kontrak impor BBM janggal berskala besar, pendapatan fantastis dan apartemen dinas seorang Presiden Direktur, hingga koleksi global bond terbitan Pertamina.

Ketua Tim Antimafia Migas yang saat itu dipimpin Faisal Basri menjelaskan kejanggalan tersebut terjadi ketika Petral dipimpin oleh Bambang Irianto. Sekitar 10 juta barel dari total kebutuhan BBM dan minyak mentah impor Indonesia di angka 12 juta barel per bulan sudah ditutup Petral zaman Bambang. "Yang aneh, kontraknya itu sampai enam bulan sampai Juni 2015. Padahal umumnya (kontrak) hanya tiga bulan," ujar Faisal di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Selain masalah kontrak, Faisal mengatakan keanehan lain juga terlihat dari pendapatan Presiden Direktur Petral. Faisal menyebutkan gaji seorang Bambang Irianto mencapai S$ 44 ribu (dolar Singapura) dengan jumlah pesangon (severance payment) yang fantastis di angka S$ 1.195.508.Tak hanya itu, kata Faisal, Presiden Direktur Petral juga diketahui memiliki apartemen mewah di Four Season sebagai kediaman dinas.

"Dan yang mengejutkan pesangon Presiden Petral jauh lebih besar ketimbang seorang Presiden Direktur perusahaan minyak di Indonesia,” tuturnya.

Temuan mencengangkan lainnya, lanjut Faisal, Petral juga kedapatan mengoleksi sertifikat berharga berupa surat utang berdenominasi dolar (global bond) yang diterbitkan Pertamina selaku induk usahanya. Namun, Faisal mengaku tak mengetahui detil mengenai seri maupun jumlah global bondI Pertamina yang dikoleksi Petral. Dengan kata lain pendapatan (sebagian) Petral berasal dari bunga yang dibayarkan induk perusahaannya sendiri.

USUT TUNTAS - Kini, Sudirman merasa tenang walaupun proses audit terjadi banyak masalah berhasil membereskan hal itu semua. "Kami apresiasi Pertamina bekerja dengan cepat," ucapnya.

Selanjutnya, Menteri ESDM mengungkapkan akan memberikan kewenangan Pertamina untuk melimpahkan semua temuan hasil audit ke lembaga hukum. Setelah Pertamina menemukan banyak kejanggalan dalam tranksasi Petral sejak 2012-2014.

"Ada bagian-bagian yang akan jadi kewenangan dari Pertamina , Kita biarkan hukum bekerja sesuai koridornya," ungkapnya.

Sudirman menambahkan paska pencopotan Bambang Irianto dari jabatannya, semua audit investigasi yang dilakukan auditor Kordametha yang dibayar US$ 1 juta dollar menjadi lebih baik. Karena akses informasi yang selama ini ditutup Petral sekarang sudah terbuka.

Dukungan penuntasan kasus ini juga mengalir dari banyak pihak. Ferdinand Hutahaean Direktur Eksekutif Energy Wacth Indonesia ( EWI) mengatakan hasil audit Petral tidak menyatakan adanya korupsi, tapi hanya menyampaikan hasil forensik atas kejadian-kejadian yang terjadi selama periode audit. Untuk itu hasil audit harus ditindak lanjuti secara hukum apakah ada perbuatan pidana korupsinya.

Maka KPK harus mengusut tuntas kasus dugaan korupsi di perusahaan anak buah Pertamina tersebut. "Jika dari hasil evaluasi dan telaah data disimpulkan adanya perbuatan pidana korupsi, maka KPK harus mengusut tuntas atas kejadian tersebut," kata Ferdinand kepada gresnews.com, Sabtu (28/11).

Ia berharap agar KPK segera menyelesaikan evaluasi audit agar segera diputuskan apakah perkara tersebut layak ditindak lanjuti penangannya dalam tidak pidana korupsi. "Dirut Petral merupakan orang pertama yang harus bertanggung jawab dan diperiksa karena dialah otoritas kebijakan di Petral," tegasnya.

Di kesempatan lain, Ketua Setara Institute Hendardi mengatakan dugaan korupsi di tubuh Petral harus diusut tuntas. Bukan hanya di pihak Petral, Kementerian ESDM, Pertamina, juga Kementerian BUMN, memiliki tanggung jawab hukum.

"Karena dengan kapasitasnya masing-masing mereka memiliki keterlibatan dengan derajat yang berbeda-beda," kata Hendardi kepada gresnews.com, Sabtu (28/11).

Hendardi menjelaskan, Petral dibentuk oleh Pertamina (BUMN) yang memiliki jalur koordinasi dan pertanggungjawaban ke ESDM dan Kementerian BUMN. " Jadi, KPK harus menjangkau juga dua Kementerian tersebut, siapapun yang terlibat. Kasus Petral adalah ujian bagi integritas dan kinerja KPK yang saat ini sedang mengalami pelemahan," ungkapnya. (Agus Irawan/dtc)

BACA JUGA: