JAKARTA, GRESNEWS.COM - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengungkapkan alasan pemerintah menggenjot investasi dan penyerapan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Sebab pemerintah harus meningkatkan aktivitas ekonomi melalui investasi dan belanja modal pemerintah agar ekonomi bergerak positif.

Menurut analisanya, pelambatan ekonomi Indonesia telah terjadi sejak kuartal IV tahun 2011. Pelambatan ekonomi tersebut disebabkan krisis ekonomi yang terjadi Yunani, kemudian diperparah lagi dengan kebijakan ekonomi dari negeri tirai bambu China yang mengeluarkan kebijakan devaluasi mata uangnya.

Darmin mengungkapkan saat krisis ekonomi di Yunani terjadi. Ekonomi Indonesia sebenarnya masih dalam kondisi membaik, karena Indonesia saat itu masih mengandalkan hasil Sumber Daya Alam (SDA). Namun sektor andalan tersebut mengalami penurunan yang sangat cepat. Begitu juga dengan negara-negara lain yang mengandalkan komoditas mentah sebagai penopang perekonomian, mengalami kemerosotan.

Menurutnya dampak krisis yang terjadi di Yunani mengakibatkan transaksi berjalan Indonesia mengalami defisit yang agak besar. Kemudian akibat krisis global itu, China pun terkena dampak masalah ekonomi global.

"Sebagai hasilnya, walaupun belum melambat di tahun 2012. Tapi, transaksi berjalan kelihatan defisit," kata Darmin, Jakarta, Kamis (15/10).

Darmin menuturkan, oleh karena itu ada dua hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah. Pertama, mengundang investasi dari luar. Kedua, mempersiapkan realisasi APBN dapat dipercepat dari waktu biasanya. Menurutnya, dua hal tersebut memiliki tujuan yang sama yaitu meningkatkan aktivitas ekonomi melalui investasi dan belanja modal pemerintah agar ekonomi bergerak positif.

Meskipun neraca perdagangan saat ini surplus, Darmin menilai hal itu belum cukup untuk memperbaiki perekonomian menjadi positif. Sebab, surplus neraca perdagangan saat ini lebih disebabkan oleh nilai impor yang mengalami penurunan drastis dibanding ekspor. "Bukan karena ekspor yang mengalami peningkatan," katanya.

Kendati demikian, Darmin mengungkapkan sampai saat ini Indonesia belum memiliki andalan ekspor yang cukup selain SDA. Di satu sisi, harga komoditas SDA juga mengalami penurunan yang signifikan. Sebenarnya menurut  Darmin, ada beberapa sektor yang dapat diandalkan oleh Indonesia. Misalnya, industri pangan, permata atau perhiasan, motor dan alas kaki sepatu.

"Industri pangan kan ada biskuit. Sektor permata, itu kan ada batu akik. Ya meski pun tidak mungkin jadi besar," kata Darmin.

Untuk mendukung ekspor barang hasil industri itu, dia menyatakan akan mendorong penyederhanaan izin dan mendorong investasi industri dan pembiayaan ekspor dapat memberikan pinjaman yang lebih banyak. Hal tersebut harus diubah, meskipun diperlukan proses perubahan. Namun diharapkan ada kepastian (finalisasi) sehingga aturan mainnya pun harus diubah.

"Perlu diubah agar lembaga pembiayaan ekspor dapat memberikan pinjaman lebih banyak," kata Darmin.

SEJUMLAH KENAIKAN - Namun menurut Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Padjajaran Ina Primiana perlambatan ekonomi lebih disebabkan oleh upah buruh yang naik, kenaikan bahan bakar minyak (BBM) subsidi, kenaikan kurs rupiah dan bunga bank yang juga naik. Hal tersebut yang menyebabkan tekanan, sehingga mau tidak mau berdampak kemampuan produksi.

Selain itu, Ina menilai daya saing industri juga menurun sehingga kualitas barang juga mengalami penurunan. Akibatnya permintaan dari luar menurun karena banyaknya hambatan biaya ekonomi tinggi sehingga industri dalam negeri sulit bersaing.

"Sehingga permintaan terhadap barang kita menurun karena mungkin lebih baik menggunakan barang dari negara lain," kata Ina kepada gresnews.com.

Kendati demikian pemerintah juga tidak terlalu memfokuskan pertumbuhan ekonomi terhadap konsumsi rumah tangga. Seharusnya pemerintah juga memanfaatkan penyerapan konsumsi pemerintah melalui penyerapan belanja di tiap-tiap Kementerian dan Lembaga.

Dia menilai selama ini konsumsi penyerapan belanja negara tidak pernah mencapai 100 persen dan penyerapannya juga tidak merata. Menurutnya penyerapan pemerintah baru meningkat diujung tahun. Begitu juga ekspor yang menurun. Maka dari itu, pemerintah berpatokan terhadap konsumsi rumah tangga padahal konsumsi rumah tangga banyak yang membeli dari barang-barang impor. Hal itulah penyebab konsumsi rumah tangga bertumbuh.

Disatu sisi seharusnya Indonesia bukan hanya berpatokan terhadap PDB tetapi juga harus menggunakan Gross Nasional Produk (GNP). Menurutnya hal yang paling ideal dari GNP karena nasional income lebih jelas sehingga hitungan bersih (net) dapat terlihat berapa nasional income Indonesia.

"Artinya pertumbuhan ekonominya kelihatan cuma gabungan semuanya," kata Ina.

RESEP PERBAIKAN EKONOMI - Sementara itu, pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati mengatakan  terdapat empat jurus agar perekonomian kembali membaik dan keluar dari krisis ekonomi. Pertama, pemulihan daya beli masyarakat yang saat ini mengalami penurunan. Oleh karena itu harus ada upaya stabilisasi harga kebutuhan pokok dengan memperkuat lembaga buffer stock, serta memberikan sanksi yang tegas terhadap praktik-praktik persaingan yang tidak sehat.

"Mempercepat dan mengefisienkan jalur distribusi kebutuhan pokok dari produsen ke konsumen dengan memotong rantai distribusi. Hal itu dapat dioptimalkan dengan pemberdayaan gudang-gudang Bulog dan kerjasama dengan Pemerintah Daerah," papar Enny.

Kedua, mengefektifkan stimulus fiskal yakni dengan meningkatkan peran fiskal, serta fokus belanja pemerintah harus memberikan dampak langsung pada peningkatan daya beli dan penciptaan lapangan kerja. Selanjutnya, fokus pembangunan infrastruktur diharapkan berdampak pada peningkatan produktifitas jangka pendek, utamanya pembangunan perdesaan seperti pembangunan irigasi, waduk/setu, konektifitas desa kota.

Lalu, mempercepat realisasi proyek-proyek infrastruktur menggunakan sumber pembiayaan dalam negeri sehingga dapat menyerap banyak tenaga kerja lokal dan bahan baku lokal.

Ketiga, menstabilisasi sektor moneter, dengan berkoordinasi otoritas moneter dan pemerintah untuk dapat menstabilisasikan nilai tukar rupiah, antara lain dengan mengoptimalkan masuknya Devisa Hasil Ekspor (DHE). Optimatisasi stimulus fiskal pemerintah yang harus diikuti oleh pelonggaran pengetatan likuiditas.

Sedangkan jurus  keempat, mendorong bergeraknya sektor riil, dengan mempercepat penyediaan infrastruktur dasar, terutama penyediaan listrik dan sarana transportasi. Meningkatkan iklim investasi melalui birokratisasi perizinan seperti memberikan kemudahan dan percepatan pelayanan perizinan investasi serta mengharmonisasi regulasi yang tumpang tindih antar pusat dan daerah.

Menurutnya pemerintah harus menahan perlambatan kinerja sektor-sektor penyerap tenaga kerja (tradable) seperti sektor industri pengolahan. Kemudian, pemerintah juga harus bergerak cepat dengan memberikan stimulus fiskal agar tidak terjadi gelombang PHK besar-besaran .

" Pemerintah harus memberikan sanksi tegas terhadap perusahaan yang melakukan PHK yang mengabaikan kewajiban memenuhi hak-hak pekerja," kata Enny.

BACA JUGA: