JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerintah mengklaim pelemahan rupiah terhadap dolar yang menembus Rp14.000 masih membuat kondisi ekonomi Indonesia stabil. Namun pelemahan rupiah akan berpengaruh terhadap daya beli masyarakat.

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan kondisi pelemahan rupiah saat ini jauh berbeda dengan krisis moneter tahun 1998. Dia mencontohkan pada tahun 1998, angka inflasi bisa mencapai puluhan persen. Sedangkan saat ini pertumbuhan ekonomi masih positif.

Kendati demikian,  menurut Bambang, pelemahan rupiah akan berdampak terhadap daya beli masyarakat yang cenderung menurun. Hal itu disebabkan pelemahan rupiah akan berdampak terhadap inflasi, meski tidak terlalu besar, namun tetap saja inflasi akan mengganggu daya beli masyarakat. Apalagi jika nilai tukar berpengaruh ke barang konsumsi yang berasal dari impor.

"Kondisi sekarang berbeda dengan tahun 1998. Kondisi ekonomi masih terkendali," kata Bambang, Jakarta, Selasa (25/8).

Bambang mengungkapkan pemerintah dengan Bank Indonesia akan fokus menjaga pasar valuta asing dan pasar Surat Berharga Negara. Untuk di sektor SBN pemerinah memiliki kemampuan melakukan buyback dan jika diperlukan  pemerintah akan  Bond Stabilization Fund (BSF). Selain melakukan operasi di pasar rupiah,  Bank Indonesia juga membantu untuk penguatan di Surat Utang Negara khususnya di pasar sekunder.

"Itu salah satu bentuk kerjasama kita agar rupiah tidak terjun bebas," kata Bambang.

Bambang juga mengungkapkan bahwa saat ini merupakan saat terbaik untuk mendorong konsumsi produk dalam negeri. "Kalau barang impor memberatkan kenapa nggak beli barang dalam negeri. Kita ingin mendorong ketika Indonesia dagang dengan China, langsung saja pakai rupiah," katanya.

Melihat kondisi nilai tukar rupiah saat ini, pemerintah juga berencana mengubah asumsi nilai tukar ke  level yang lebih tinggi dalam APBN di tahun depan.

"Dibuat lebih tinggi pokoknya, pembahasan pertengahan September, kita bicara realistis tahun depan seperti apa, jadi kita terbuka, ada rentang kita ambil di tingkat realistis. Pokoknya kita jaga terus," tuturnya.

Kampanye konsumsi produk dalam negeri, juga diserukan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Melalui akun Twitter @jokowi presiden mendorong masyarakat agar ikut mengatasi pelemahan rupiah dengan cara membeli produk lokal. "Ayo bahu membahu atasi pelemahan rupiah dengan cara beli produk," demikian kicauan Jokowi, Selasa (25/8).

Jokowi menilai pelemahan rupiah saat ini sudah di luar kebiasaan. Karena itu, kemarin dia telah mengajak dunia usaha berkumpul di Istana Bogor, untuk bersama pemerintah melakukan terobosan.

PELEMAHAN TAK BISA DIANGGAP ENTENG - Sementara itu, pengamat pasar uang Farial Anwar mengatakan pernyataan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro juga pernah dikeluarkan oleh menteri-menteri di tahun 1998. Namun pada kenyataan tahun 1998, para spekulator masuk ke Indonesia membeli dolar, akhirnya nilai rupiah menurun drastis sehingga nilai kurs rupiah terhadap dolar awalnya Rp2000 menjadi Rp15.000. Akibatnya banyak perusahaan swasta berguguran, perbankan pun mengalami kredit macet baik dalam rupiah maupun dolar.

Farial meminta pemerintah agar tidak menganggap remeh pelemahan rupiah terhadap dolar saat ini. Dia mengingatkan hal yang perlu diwaspadai oleh pemerintah adalah utang swasta yang mencapai kisaran US$169 juta, apalagi utang swasta dalam bentuk dolar tersebut tidak dilakukan hedging (lindung nilai) sehingga memiliki potensi kerugian kurs.

"Kalau ini terus berlanjut (pelemahan rupiah terhadap dolar) akan menimbulkan guncangan ekonomi. Jangan dianggap remeh, ini harus ada task force antara pemerintah dengan Bank Indonesia, tidak bisa santai," kata Farial kepada gresnews.com.

Dalam kondisi pelemahan rupiah saat ini, Farial menilai, kepercayaan investor terhadap rupiah akan semakin menurun. Apalagi di tengah permintaan dolar yang semakin meningkat, tidak diikuti oleh persedian dolar yang mencukupi karena para eksportir lokal menempatkan dolarnya tidak di dalam negeri tetapi di luar negeri.

Dari sisi pemerintah juga berpengaruh terhadap kepercayaan investor, di tengah kondisi ekonomi yang melemah seharusnya tidak ada ´perang´ terbuka di dalam kabinet antara Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Wakil Presiden dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Menurut Farial adanya "perang" terbuka tersebut akan membawa dampak negatif terhadap investor. Seharusnya reshufle kabinet Jokowi membawa perbaikan bagi ekonomi malah justru memperburuk situasi.

"Ini kan menteri-menterinya masih baru, bikin target terlalu tinggi tapi jauh dari realisasi. Ibaratnya menyusun anggaran saja belum bisa," kata Farial.

SUSUN PROTOKOL PENGAMAN - Menanggapi hal itu, anggota Komisi IX DPR RI Maruarar Sirait meminta kepada Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian Keuangan bersinergi mengatasi kondisi ekonomi yang semakin melemah.

Menurutnya pemerintah perlu mengutamakan dan meningkatkan daya beli masyarakat di tahun 2016. Diantaranya dengan cara memberikan bantuan langsung untuk mendorong Usaha Kecil Menengah (UKM) dan Koperasi untuk menggerakan ekonomi di daerah.

Maka untuk menciptakan kepastian iklim usaha di tengah kondisi pelemahan rupiah, DPR akan mengusulkan agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Jaringan Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) menjadi prioritas utama. Menurutnya saat ini Indonesia belum mempunyai protokol yang legal untuk mengatasi dan menangani krisis ekonomi.

"Ini kondisi yang berat tapi belum krisis. Sampai saat ini kita belum punya protokol yang legal. Pengambilan keputusan juga butuh rasa aman. Saya harap DPR bisa mempertimbangkan dengan pemerintah apa yang menjadi prioritas," kata Maruarar.

Menteri Keuangan juga mengatakan, bahwa pembentukan RUU JPSK diperlukan sebagai antisipasi atau penangkal terjadinya krisis ekonomi. "Belajar dari krisis keuangan 97-98, pemerintah terus melakukan perbaikan menghadapi kondisi tidak normal, perlu dibentuk RUU JPSK dalam menciptakan stabilisasi sistem keuangan," katanya di Gedung DPR/MPR RI, Senayan, Selasa (25/8).

Bambang mengakui telaha diberi penugasan oleh Presiden Joko Widodo bersama Kementerian Hukum dan HAM untuk membahas RUU JPSK di DPR. Menurutnya RUU JPSK mendesak untuk segera disahkan menjadi UU JPSK di tengah kondisi ekonomi yang tertekan.

Sebab nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus merosot ke, sementara Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga ikut anjlok. Untuk itu pemerintah mendesak DPR ikut bersama-sama mengantisipasi gejolak perekonomian, melalui payung hukum yang lebih jelas.

"Ketentuan perundangan yang ada untuk penanganan kondisi normal,  jadi untuk kondisi sekarang sudah tidak memadai. JPSK juga untuk menangani masalah bank sistemik. Dalam kondisi tidak normal dan membahayakan kondisi ekonomi nasional, JPSK bisa dipakai," tutur Bambang.(dtc)

BACA JUGA: