JAKARTA,GRESNEWS.COM - Keputusan bank sentral China, The People’s Bank of China (PBoC), yang memangkas nilai (devaluasi) yuan sebesar lebih dari 3 persen terhadap dolar AS membuat geger. Dampaknya terjadi perang mata uang atau kurs, negara lainnya juga ikut melemahkan nilai tukar mata uangnya terhadap dolar Amerika Serikat (AS) supaya menaikkan daya saing ekspor.

Langkah China diikuti bank sentral Vietnam  yang memutuskan untuk mendevaluasi mata uang dong sebesar 1 persen pada Rabu (19/8) menjadi 21.890 dong per dollar AS. Bank sentral juga memperlebar rentang perdagangan menjadi 3 persen. Devaluasi dong ini merupakan kali yang ketiga oleh bank sentral. Padahal, pada pekan lalu, State Bank of Vietnam memperlebar rentang transaksi mata uang dari 1 persen menjadi 2 persen.

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan perang kurs ini akan berimbas negatif ke Indonesia. Salah satu imbasnya adalah rupiah yang berada dalam tekanan dolar Amerika Serikat (AS) seperti sekarang ini. "Makanya saya dengan BI (Bank Indonesia) akan jaga terus," ujarnya di Cilincing, Jakarta Utara, Jumat (21/8).

Simak saja pergerakan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) naik-turun tajam seperti roller coaster. Dikutip dari data perdagangan Reuters, Jumat (21/8), pagi tadi dolar AS dibuka menguat di posisi Rp 13.875 dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan kemarin di Rp 13.870.

Namun tak lama mata uang Paman Sam itu terus menguat, hingga menyentuh titik tertingginya hari di Rp 13.945. Nah, di sini pergerakan dolar AS mulai seperti roller coaster. Setelah naik tinggi, dolar AS langsung anjlok sangat dalam hingga ke Rp 13.835, jadi lebih rendah dari posisi perdagangan kemarin.

Setelah itu, tiba-tiba dolar AS langsung melonjak kembali hingga ke kisaran Rp 13.940. Penurunan yang sudah terjadi sebelumnya seolah tidak berpengaruh kepada perkasanya dolar AS.

Menurut Bambang saat ini berbagai negara berlomba melemahkan mata uangnya. Dengan pelemahan mata uang, harga barang-barang ekspor negaranya menjadi murah. Langkah serupa dilakukan Vietnam yang dengan sengaja melemahkan mata uang dong agar barang ekspornya bisa bersaing. Langkah seperti ini yang memicu perang mata uang alias kurs.

"China devaluasi (yuan) berusaha memperbaiki competitiveness (daya saing). Nah, pesaingnya yang akan merasa terganggu. Korea, Jepang, Vietnam, India, dan seterusnya. Jadi, masing-masing dalam posisi, mata uangnya kalau bisa tidak terlalu kuat begitu," kata Bambang.

SULIT DIPREDIKSI - Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) hari ini tembus Rp 13.945. Penguatan dolar AS ini terjadi terhadap mata uang negara lain. "Ini bukan hanya rupiah, tapi semua mata uang," kata Bambang .

Selain rupiah, mata uang negara tetangga juga rata-rata anjlok, seperti yuan China (-10 persen), rupee India (-47 persen), ringgit Malaysia (-1,39 persen), dan lain-lain.

"Kami pemerintah dan Bank Indonesia terus berkoordinasi, kita makin sering ketemu makin sering berbicara bagaimana mengatasi kondisi ini. Jadi kita tidak berdiam diri, kita berusaha menjaga agar nilai tukar rupiah ini bisa dikendalikan," jelasnya.

Namun di tengah penguatan dolar AS seperti sekarang ini, tidak banyak yang bisa dilakukan pemerintah selain mengikuti arus sambil sedikit bertahan. "Tidak ada prediksi. Nilai tukar rupiah mengikuti pergerakan eksternal dan internal. Pemerintah tidak bisa memprediksi," ucap Bambang.

Bank Indonesia (BI) selaku otoritas moneter terus memantau pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Direktur Departemen Komunikasi BI Tirta Segara mengungkapkan, pihaknya akan selalu hadir di pasar untuk menstabilkan mata uang garuda. Rupiah tidak akan terus dibiarkan melemah terlalu dalam.

"BI kebijakannya kembali lagi bawa rupiah ke fundamental. Nggak biarkan terlalu melemah. Ada dampak kepada makroekonomi. Akan dijaga ke fundamental," ujarnya, Jumat (21/8).

Tirta menjelaskan, BI akan melakukan intervensi untuk menjaga rupiah agar tidak terus melemah. Intervensi yang dilakukan dengan mengguyur cadangan devisa (cadev) ke pasar. Meski demikian, Tirta enggan menyebut besaran intervensi yang telah dikucurkan.

"BI terus-menerus ada di pasar dan ada intervensi ketika diperlukan. Saya nggak bisa katakan intervensi jam berapa atau berapa," katanya.

Meski demikian, Tirta menjelaskan, yang perlu menjadi perhatian adalah pelemahan mata uang tidak hanya terjadi di Indonesia, namun juga negara-negara lain di dunia. Perekonomian global memang dalam tren melambat."Kita jangan melihat satu arah, rupiah dibandingkan dolar. Harus dibandingkan dengan valuta lainnya. Semua valuta lainnya melemah. Bahkan, negara tertentu melemahkan mata uangnya supaya kompetitif. Malaysia lemah, Australia melemah lebih tajam," sebut dia.

Untuk itu, Tirta menyebutkan, pihaknya akan selalu berhati-hati dalam mengambil setiap kebijakan agar posisi rupiah tetap dalam fundamentalnya. "Kita akan tetatp hati-hati. Stance masih ketat dan kita optimalkan operasi moneter," ujarnya.

Tirta menambahkan, Indonesia tidak perlu mengekor pada negara-negara lain yang sengaja melemahkan mata uangnya seperti China dan Vietnam agar bisa menggenjot pertumbuhan ekonominya. "Indonesia nggak perlu ikuti langkah lain untuk dorong ekspor kita. Kita kemarin terlalu melemah," imbuhnya.

TAK MAU TERLIBAT - Perekonomian global kian mencemaskan setelah beberapa negara berlomba-lomba melemahkan mata uangnya terhadap dolar Amerika Serikat (AS). China dan Vietnam adalah dua negara yang baru-baru ini sengaja lemahkan mata uangnya. Konon ada kemungkinan devaluasi pada yen Jepang dan won Korea. Jika kedua negara di kawasan Asia Timur itu mengikuti jejak People Bank of China yang mendevaluasi yuan, ada kemungkinan rupiah akan terperosok lebih dalam.   

Sofjan Wanandi, Staf Ahli Wakil Presiden, menuturkan kondisi sekarang berada di luar perkiraan. Pemerintah memang sangat berhati-hati dan memilih tidak ikut terlibat dalam perang mata uang ini.

"Itu sangat very unpredictable, dan memang ini adalah serius. Kita mesti hati-hati, waspada, jangan menghantam kita punya ekonomi, karena ikut terlibat," jelasnya di kantor Wapres, Jakarta, Kamis (20/8)

Menurut Sofjan, rupiah harus bergerak sesuai dengan fundamentalnya. Sekarang dolar Amerika Serikat (AS) sudah menembus Rp 13.900‎. Rupiah sudah masuk ke level undervalue.  "Kita nggak mau telibat ke sana, menjaga efeknya nggak terlalu besar. Tapi memang ada efek, cuma diminimalisir saja.‎ Tambah lebih lemah lagi rupiah kita, lebih jauh, khawatir juga kan," jelasnya.

Sofjan menilai persoalan baru berdampak terhadap tataran pasar keuangan. Sementara sektor rill masih cukup aman untuk saat sekarang. "Ini kan cuma efeknya baru pada tataran pasar keuangan. Karena permainan spekulan mata uang saja, supaya mereka untung itu," tegas Sofjan.

Arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah jelas bahwa sekarang fokus untuk pembenahan ekonomi dari dalam.‎ Salah satunya menggenjot investasi dari pemerintah dan swasta serta menjaga konsumsi masyarakat. Agar ekonomi tetap bisa tumbuh. "Presiden, wapres ingin yang dalam negeri cepat kejar. Sehingga tak terlibat dalam hal-hal ini. Pembangunan kita harus dikejar cepat," pungkasnya. (dtc)

BACA JUGA: