JAKARTA, GRESNEWS.COM - Kontroversi keberadaan taksi Uber belum juga berakhir. Di satu sisi, angkutan ini menjadi idola baru masyarakat karena dengan biaya yang terjangkau bisa mendapatkan pelayanan privasi yang cukup nyaman. Di sisi lain, taksi Uber dianggap ilegal karena tidak mempunyai izin transportasi umum.

Pengamat transportasi Universitas Indonesia Alvinsyah menyebut fenomena taksi Uber akibat kesalahan pemerintah yang terkesan lalai dan tidak serius dalam menyediakan transportasi publik. Pemerintah hanya sibuk mengurus bermacam regulasi yang bahkan tak memberikan jalan keluar.

Di sisi lain, kebutuhan mobilitas masyarakat terhadap layanan publik terus meningkat. "Yang menarik begitu layanan-layanan angkutan baru ini berbentuk organisasi resmi, baru semua heboh," kata Alvinsyah kepada gresnews.com, Kamis (25/6).

Padahal, kata Alvin, selama ini banyak sekali angkutan ilegal lainnya yang tidak terbentuk ke dalam organisasi resmi yang justru malah dibiarkan begitu saja. Salah satu contohnya adalah taksi gelap di bandara, kendaraan pribadi yang digunakan mengangkut penumpang pada jam pergi dan pulang kerja, serta banyak lagi kendaraan ilegal lain.

Alvin pun meminta seluruh pihak introspeksi diri untuk menyadari kesalahan masing-masing serta bersama-sama memperbaikinya. Sebab, baik yang dilakukan pihak Uber maupun Pemerintah sangat berimbas kepada masyarakat luas sebagai pengguna jasa transportasi.

Menurut Alvin, masyarakat sepertinya tidak peduli apakah angkutan umum dalam hal ini Uber Taksi adalah resmi atau ilegal. Sebab yang terpenting masyarakat merasakan keamanan dan kenyamanan ketika menggunakan jasa transportasi. "Dari aspek inilah para stakeholder bisa mulai membenahi situasi," tambah Alvinsyah.

UBER RP133 TRILIUN - Sebelum masuk ke polemik taksi Uber lebih jauh, mari ditilik sejenak nilai perusahaan ini. Situs wikipedia menyebutkan angka US$10 miliar (setara Rp133,3 triliun dengan kurs hari ini Rp13.324) sebagai target revenue (pemasukan) total seluruh usaha Uber di dunia pada 2015. Rumor di kalangan pelaku bisnis menyebutkan Uber bakal diakusisi dengan nilai yang fantastis oleh perusahaan Cina.

Perusahaan transportasi Amerika Serikat besutan Travis Kalanick dan Garrett Camp pada 2009 ini awalnya mendapatkan pendanaan untuk pengembangan aplikasi digital sebesar US$49 juta (Rp652 miliar) dari sebuah lembaga ventura pada 2011. Pada 2012, Uber go international. Pada 2015, Uber mendapatkan pendanaan lagi sebesar US$2,8 juta (Rp37 miliar). Dan bermunculanlah protes di berbagai negara yang menuding Uber ilegal.

Laman Uber.com menyatakan taksi Uber ada di 57 negara: Amerika Utara, Amerika Tengah, Amerika Selatan, Asia Pasifik, Eropa, Timur Tengah, Afrika. Uber mengusung layanan taksi murah, mudah, cepat. Your ride, on demand. Ada aplikasi ponsel untuk menggunakan jasa Uber.

Berikut gambaran tarifnya di Jakarta:

""

Kemarin, Uber mengembangkan layanannya dengan menggandeng perusahaan pembayaran Paypal di sembilan negara yakni Kanada, Yunani, Hongkong, Israel, Mexico, Selandia Baru, Singapura, Swedia, dan Swiss.

DITUDING ILEGAL - Dikonfirmasi terpisah, Sekretaris Jenderal Organisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda) Ardiansyah menyebut keberadaan taksi Uber ilegal. Sebab, angkutan tersebut tidak mempunyai izin beroperasi selayaknya transportasi umum.

Ardiansyah juga menampik anggapan bahwa taksi Uber merupakan angkutan khusus seperti yang didalihkan Ketua Umum Persatuan Pengusaha Rental Indonesia (PRRI) Hendric Kusnadi. PRRI merupakan provider atau pihak yang menjalankan aplikasi Uber Taksi yang terdapat di dalam telepon seluler.

"Semua orang bisa menggunakan kendaraan itu dengan transaksi, setiap ada transaksi antara pengguna dan pemilik kendaraan, itu masuk dalam transportasi umum, dan itu diatur dalam peraturan pemerintah untuk melindungi pengguna jasa," ujar Ardiansyah kepada gresnews.com.

Menurut Ardiansyah, tarif taksi Uber yang jauh lebih murah dari angkutan sejenis lainnya menimbulkan polemik. Sehingga dinilai menjadi ancaman pelaku usaha angkutan umum lainnya. Hal tersebut berpotensi merusak kestabilan harga minimum yang ada di pasaran. Diduga faktor inilah salah satu pemicu protes dan penentangan para pengusaha angkutan.

"Otomatis kenapa Uber itu lebih murah, karena tidak terikat, tidak mengikuti regulasi yang ada, berbeda dengan operator taksi resmi. Ini kan merusak harga pasaran," terangnya.

Ardiansyah juga tidak sependapat dengan pernyataan PRRI yang menyebut taksi Uber adalah sejenis rental mobil yang berhak mempunyai tarif sendiri serta tidak perlu memakai izin transportasi. Menurutnya, rental juga merupakan kendaraan umum yang seharusnya mengikuti aturan yang ada.

Ia mencontohkan salah satu kendaraan rental yang ada di provinsi Bali menggunakan plat kuning karena juga termasuk kendaraan umum. Dan setiap kendaraan transportasi umum yang dimiliki swasta, harus bergabung dengan Organda sebagai induk organisasi.

"Organda menjalankan fungsinya agar persaingan berjalan sehat. Jangan sampai ada pihak yang mengelola suatu jasa tidak mengikuti aturan yang mengikuti regulasi harga, ini tidak fair. Oleh karena itu Organda melakukan fungsinya," tutur Ardiansyah.

Ardiansyah juga memaparkan, kehadiran Uber Taksi yang tidak mempunyai izin juga merugikan pemerintah dalam segi pendapatan pajak. Sebab, setiap pengusaha transportasi diwajibkan membayar iuran yang termasuk kedalam Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Dalam menjalankan bisnisnya, Uber Taksi menggunakan aplikasi yang ada di telepon genggam. Ardiansyah pun mengancam akan menuntut provider yang menjalankan aplikasi tersebut dengan dugaan turut serta atau membantu melakukan pelanggaran yang dibuat oleh Uber Taksi.

"Kalau prosesnya itu sejauh mana keterlibatan provider terhadap pelaksanaan kendaraan, mereka itu untuk terjadinya pelanggaran, bisa saja terlibat. Provider bisa dituntut sebagai pihak yang mendukung terjadi pelanggaran. Provider aplikasi harus berhati-hati," ancam Ardianysah.

Meski demikian, hal ini akan dikonsultasikan dulu dengan berbagai pihak lain termasuk Kementerian Informasi dan Komunikasi (Kemkominfo) serta aparat Kepolisian. Untuk saat ini, pihaknya sedang fokus kepada pelanggaran yang dilakukan Uber Taksi yang diatur dalam UU LLAJ Nomor 22 Tahun 2009.

Dalam Undang-Undang tersebut terdapat aturan bahwa kegiatan usaha angkutan baik barang maupun orang harus berbadan hukum dan mempunyai izin resmi usaha angkutan umum dari instansi yang berwenang dalam hal ini Organda.

TRANSPORTASI KHUSUS - Sementara itu Ketua Umum PRRI Hendric Kusnadi bersikeras menyatakan bahwa pihaknya bukan merupakan angkutan umum, tetapi transportasi khusus. PRRI adalah provider dari aplikasi taksi Uber yang ada di Indonesia.

Hendric mengklaim saat ini sedang melakukan pembicaraan dengan pihak-pihak terkait untuk menanyakan regulasi penggunaan Uber Taksi. Sebab dalam prosesnya, angkutan ini menggunakan aplikasi yang ada di telepon seluler dan bukan transaksi langsung seperti taksi lainnya.

"Izin lagi diminta kejelasannya dengan apa, untuk aplikasi legalitas seperti apa. Karena mobilnya rental platnya kami mau tetap plat hitam," imbuh Hendric.

BACA JUGA: