JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerintah akhirnya memutuskan lapangan minyak dan gas Blok Mahakam tidak seratus persen dikelola sendiri oleh Pertamina. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menegaskan, mulai 1 Januari 2018, Pertamina akan menggarap blok itu bersama Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kalimantan Selatan, PT Total E&P Indonesia dan Inpex Corporation.

Pertamina mendapat bagian 70 persen saham, sedangkan Total dan Inpex 30 persen. Selain itu, Pertamina juga harus menyisihkan bagiannya untuk Kalimantan Selatan. "Participating Interest untuk daerah maksimal 10%, itu aturannya," ujar Sudirman Said di kantor Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, Jumat (19/6).

Banyak pihak kecewa dengan keputusan pemerintah ini. Kurtubi, anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Nasdem, mengaku kecewa dengan pilihan pemerintah ini. "Kenapa masih ada Inpex sama Total? Kenapa tidak dikerjakan Pertamina 100%?" ujarnya geram.  Kekecewaan yang sama diungkapkan Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara. "Kita menyayangkan sekali, seharusnya 100% untuk Pertamina," ujar Marwan kepada Gresnews.com, Jumat (19/6).  

Marwan, selama tiga tahun belakangan ini aktif menggalang dukungan agar Pemerintah menyerahkan Blok Mahakam ke Pertamina pasca 2017. Pertamina sendiri jauh-jauh hari juga sudah menyatakan berniat dan siap menjadi pengelola tunggal blok itu. Mengapa akhirnya pemerintah mengambil kebijakan tersebut?

Kepada media, Sudirman Said mengungkapkan pilihan untuk tidak mengambil 100 persen saham adalah pilihan Pertamina, sebab pemerintah telah menyerahkan 100 persen Blok Mahakam ke Pertamina. Pertimbangan itu diambil karena pertimbangan bisnis. Hal itu karena mempertimbangkan keberlangsungan produksi.

Direktur Pertamina Dwi Soetjipto juga membenarkan pihaknya harus mengambil keputusan dengan pertimbangan bisnis. Sehingga pada akhirnya memutuskan untuk menyerahkan 30 persen saham kepada operator eksisting.

"Kita melihat bahwa hal yang penting bagi kepentingan negara adalah keberlangsungan produksi. Oleh karena itu, reservoir dan cadangan harus di-maintain dengan baik," jelas Dwi.

Sehingga rencana pengembangan atau plan of development (POD) tahun 2016 dan 2017, menurut Dwi, harus dilaksanakan dengan baik. Sebab, apabila tidak, hal itu akan berpengaruh terhadap nilai cadangan dan produksi saat ambil alih. Pertamina pun melihat pentingnya keterlibatan operator.

TOTAL DI BLOK MAHAKAM - Wilayah Kerja (WK) Blok Mahakam terletak di Provinsi Kalimantan Timur. Luasnya 2.738,51 km2, dan meliputi lapangan onshore dan offshore. Pada akhir 2017, blok ini genap 50 tahun digarap oleh duet perusahaan migas Total dari Prancis dan Inpex dari Jepang. Blok ini pertama kali digarap melalui Kontrak Kerja Sama (KKS) yang ditandatangani 6 Oktober 1996.

Kontrak pertama memberikan kewenangan kepada Total menggarap blok selama 30 tahun. Setelah kontrak habis pada 30 Maret 1997, kontrak lalu diperpanjang lagi selama 20 tahun, hingga 31 Desember 2017.  Blok ini mulai berproduksi pada tahun 1974. Saat ini, rata-rata produksi tahunannya untuk Gas sebesar 1.747,59 MMSCFD serta minyak dan kondensat sejumlah 69.186 BOPD.

Blok Mahakam punya arti strategis bagi Total maupun Indonesia. Produksi gas blok ini menyumbang 30 persen dari produksi gas nasional. Sedangkan bagi Total, blok ini merupakan aset terbesarnya. Saat ini kegiatan operasional Total di Indonesia berpusat di Blok Mahakam. Berbagi dengan Inpex, saat ini total yang menjadi operator di blok itu menguasai 50 persen saham. Di dalam catatan Factbook Total 2013 ditulis, produksi minyak dan gas dari blok ini sebagai produksi terbesar Total di kawasan Asia Pasifik. Selain itu, produksi gas di Blok ini juga merupakan yang terbesar kedua setelah lapangan Total di Rusia.

Menurut Data Kementerian ESDM, blok ini masih menyimpan cadangan minyak sebesar 50 juta barel dan cadangan gas bumi sebesar 2-2,5 TFC. Data lain dengan angka yang yang lebih besar dirilis oleh Indonesia Resources Studies (IRESS). IRESS memperkirakan, pasca 2017, cadangan terbukti di blok ini masih 100 juta barel minyak dan sekitar 6-8 TCF gas.

JADI REBUTAN TOTAL DAN PERTAMINA - Karena nilainya yang begitu besar, tak heran jika blok ini menjadi primadona dan diperebutkan banyak pihak. Kerena itu, meski kontrak kerja sama baru berakhir di pengujung tahun 2017, Total jauh-jauh hari telah mengajukan permohonan perpajangan. Pada 21 Januari 2008 Total mengajukan perpanjangan ke Menteri ESDM. Selanjutnya, pada 21 Februari 2008, Total menyatakan minatnya untuk perpanjangan ke Badan Pelaksana Hulu Migas (BP Migas).

Perusahaan migas pelat merah Indonesia juga tak mau ketinggalan. Pada 4 September 2009, Pertamina  menyatakan keinginannya kepada pemerintah untuk mengelola Blok Mahakam setelah kontrak Total habis di tahun 2017. Selain Pertamina, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur pada 28 September 2009 juga menyampaikan kepada pemerintah untuk bisa ikut menggarap Blok Mahakam melalui skema participating interest.  

Namun banyak pihak meminta agar pengelolaan Blok Mahakam diberikan 100 persen ke Pertamina. Marwan Batubara juga mengigatkan kepada Presiden Jokowi arti strategis Blok Mahakam bagi ketahanan energi nasional. Bahkan Jumat pagi (19/6), tepat sebelum pemerintah menyiarkan keputusannya, dia telah menyebar pesan  mengingatkan pesan tersebut.

Menurutnya, Blok Mahakam harus diserahkan 100 persen ke Pertamina. "Kita tidak butuh sikap pemimpin rakyat yang hanya mengutamakan  citra dengan masuk gorong-gorong dan membajak sawah, tapi abai dan alpa atas kondisi migas nasional yang 80 persen dikuasai asing," katanya.

Marwan yang mengatasnamakan Koodinator Petisi Mahakam untuk Rakyat, juga mengancam akan menyatakan sikap penolakan jika keputusan tentang Blok Mahakam tidak memihak BUMN dan justru lebih memihak asing. "Kami melakukan gerakan advokasi secara sistemik dan berkelanjutan sampai tuntutan rakyat atas dominasi mutlak BUMN atas Blok Mahakam dipenuhi," tegasnya.

MAHAKAM DISERAHKAN KE PERTAMINA - Setelah Total dan Inpex, Pertamina, serta Pemrov Kalimantan Timur menyatakan minatnya, pemerintah mengadakan beberapa kali perundingan dengan para pihak terkait. Antara lain: pada tanggal 26 Maret 2010, Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM, BP Migas, Pertamina, Total dan Inpex rapat dan sepakat menandatangani letter of intent (LoI). Salah satu isinya menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia berwenang penuh untuk menentukan pengelola baru Wilayah Kerja (WK) Blok Mahakam pasca 2017.

Selanjutnya, angin segar datang pada 14 April 2015. Menteri ESDM mengeluarkan surat bernomor 2973/13/MEM.M/2015 tentang pengelolaan WK Blok Mahakam pasca 2017. Isinya, pertama,  Kontrak Kerja Sama (KKS) WK Blok Mahakam dengan kontraktor Total dan Inpex tidak diperpanjang. Kedua, Pertamina ditunjuk sebagai pengelola WK Blok Mahakam pasca 2017.

Untuk menjaga kesinambungan operasi dan kelangsungan produksi, Pertamina dapat bermitra dengan kontraktor existing dan BUMD, jika dianggap perlu. Kontraktor existing diusulkan mendapat bagian maksimal 30 persen, dan BUMD maksimal 10 persen. Terkait dengan surat itu, Inpex menyatakan siap bekerja sama dengan Pertamina. Sedangkan Total masih mempertimbangkan keputusan tersebut.

Keputusan ini juga sesuai Peraturan Menteri Nomor 15 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi.  Peraturan ini menetapkan Pertamina sebagai operator Blok Mahakam pasca 2017 dengan hak 100 persen. Pertamina dibebaskan untuk memberikan saham kepada pihak-pihak lainnya yang dianggap memberi manfaat maksimal, sesuai dengan perhitungan bisnis.

Namun, karena diminta memfasilitasi proses pengambilan keputusan terkait pembagian saham dengan para pihak terkait, maka pemerintah lalu membuat keputusan. Pemerintah memutuskan 70 persen saham dikuasai oleh pihak Indonesia, yaitu pertamina dan BUMD. Sedangkan 30 persen untuk Total dan Inpex.

Saat dimintai komentar mengenai keputusan pemerintah ini, Kristanto Hartadi, Kepala Departemen Hubungan Media Total  E&P Indonesia, belum mau memberikan pernyataan. Kristanto mengatakan saat ini Total masih berkoordinasi dengan induk perusahaannya di Perancis. "Kami belum bisa berkomentar saat ini, masih dikonsultasikan dengan dengan headquarter," katanya kepada gresnews.com, Jumat (19/6).

KARENA BERBAGAI PERTIMBANGAN - Widhyawan Prawiraatmadja, Kepala Unit Pengendali Kinerja (UPK) Kementerian ESDM, mengatakan bahwa ada beberapa alasan mengapa Total dan Inpex masih diberi bagian. Pertama  untuk menjaga kelangsungan produksi di Blok Mahakam. "Dari segi itu saja kan sudah ada alasan yang cukup kuat kenapa Total dan inpex masih diajak bersama," katanya kepada gresnews.com, Jumat (19/6). Menurutnya, mereka tahu persis kondisi Blok Mahakam. "Yang selama ini mengerjakan kan mereka. Mereka yang tahu persis lapangan kerja, daripada Pertamina harus mereba-raba," tambahnya.

Pembagian itu juga merupakan wujud apresiasi dari pemerintah atas kinerja Total dan Inpex di Blok Mahakam selama ini. "Mereka melakukan tugasnya dengan baik. Sudah melakukan investasi begitu besar, sudah lama, makanya diberi kesempatan untuk ikut investasi," ujar Widhyawan.  

Selanjutnya, keuntungan lain  dari kerja sama ini adalah untuk berbagi risiko. Seperti diketahui, bisnis migas selalu berhadapan dengan kondisi kedaruratan, terutama untuk kegiatan ekplorasi. "Di minyak itu kan selalu berbagi risiko, salah satunya itu. Karena kan (di Blok Mahakam) nggak hanya pruduksi kan, ada operasinya juga," katanya.

Pembagian ini juga untuk mendorong adanya kerja sama yang baik antara Pertamina dengan Total dan Inpex, baik di dalam maupun di luar negeri. "Silakan bekerjasama business to business," ujarnya.

Hal senada dikatakan oleh Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto. Dia mengatakan bahwa sesuai surat Menteri ESDM tanggal 14 April 2015, Pertamina dapat membagi saham ke pihak lain  berdasarkan pertimbangan bisnis. "hal yang penting bagi kepentingan negara adalah keberlangsungan produksi. Potensi cadangan harus di-maintain sebaik-baiknya. Karena itu, penting bagi Pertamina untuk melihat keterlibatan dari existing operator," katanya, Jumat (19/6).

ALASAN TAK MASUK AKAL- Salah satu alasan pemerintah memberi 30 persen kepada Total dan Inpex adalah dalam rangka menjaga kesinambungan operasi dan kelangsungan produksi dianggap tidak tepat.  Kurtubi mengatakan bahwa sebenarnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan terkait hal itu. Pertamina adalah perusahaan minyak profesional. Pertamina sudah tahu bagaimana cara mengoperasikan sebuah lapangan minyak dan gas.

Pertamina paham apa kendala dan apa yang harus dilakukan untuk menyelesaikannya. Karena itu, Kurtubi yakin bahwa produksi Blok Mahakam tidak akan anjlok jika dipegang Pertamina. Pertamina juga sudah berpengelaman dalam mengambil alih lapangan minyak. Antara lain di Blok West Madura Offshore (WMO) dan Blok Offshore North West Java (ONWJ), yang sebelumnya sebagian sahamnya dikuasai Kodeco dari Korea dan British Petroleum dari Inggris. "Toh semua karyawan Total itu otomatis akan menjadi karyawan Pertamina. Itu akan menjamin operasi jalan terus," katanya.

Kurtubi sangat menyayangkan Total dan Inpex masih diberi jatah saham 30 persen. Menurutnya, secara hukum, jika sebuah kontrak berakhir maka perusahaan tidak punya share apapun, putus kontrak. "Itu sama juga kita memberikan mereka keuntungan senilai 30 persen" katanya. Kurtubi mengatakan bahwa, kalau mau kerjasama dengan swasta Pertamina lebih baik memilih menggandeng perusahaan swasta nasional dan pemerintah daerah. "Keuntungannya masih untuk orang Indonesia juga. Tapi kalau Total lagi, itu keuntungan lari ke luar negeri," katanya.

Namun, jatah 30 persen untuk total dan Inpex di Blok Mahakam sudah terlanjur dibuat oleh pemerintah. Meskipun Pertamina masih menguasai saham mayoritas, Kurtubi menyayangkan keputusan itu. "Ya, kita lihat saja nanti. Tapi, sayang. Nggak perlu sampai 30 persen (seharusnya)," katanya.

Hal yang sama dikatakan oleh Marwan Batubara. Menurutnya, Blok Mahakam adalah lapangan yang sudah berproduksi. Jika diberikan kepada Pertamina 100 persen maka itu akan akan sangat membantu keuntungan dan produksi Pertamina. Aset Pertamina akan bertambah."Kalau (penguasaan saham 100 persen) itu diturunkan, berarti keuntungan dan asetnya juga turun. Produksinya juga turun," Katanya.  Hal itu juga otomatis membuat Pertamina tidak bisa menjadi single majority dalam menguasai Blok Mahakam, tapi hanya simple majority. "Kan beda itu," kata Marwan.

Selain itu, dengan tidak diberikannya posisi single majority kepada Pertamina di Blok Mahakam maka dominasi domestik Pertamina di Indonesia juga belum tercapai. Padahal, hal ini bisa dijadikan indikator oleh pihak luar, bahwa status Pertamina bukan kontraktor migas terbesar Indonesia. "Nanti, pengakuan Pertamina di luar juga tidak akan bisa dicapai," katanya. Hal itu tentu akan berbeda jika Pertamina menjadi dominan di dalam negeri. "Kan orang lihatnya, oh dia di dalam negerinya oke, jadi saat datang ke luar negeri untuk kerjasama dengan negara lain, itu juga akan diakui," ujarnya.

Dihina, Kita Seharusnya Terusik - Menurut Marwan, terkait dengan Blok Mahakam ini selama ini memang banyak berhembus wacana yang miring mengenai Pertamina. Kasak kusuk itu antara lain berisi kabar jika Pertamina atau pihak Indonesia yang jadi operator maka produksi Blok Mahakam akan turun dan lain sebagainya. Parahnya, banyak orang Indonesia percaya, sehingga kita akhirnya merespon. "Itu kan artinya kita mengakomodasi konsen yang diangkat oleh asing dan memang sengaja meniup-niupkannya, lalu kita kasih jawaban. Mereka khawatir ini itu, nanti dengan begitu kita mengakomodasinya, itu kan bego bener (kita,)" katanya.

Menurut Marwan, kabar miring tersebut merupakan hinaan buat kita, orang Indonesia. Hinaan itu, menurut marwan, seharusnya membuat kita terusik. "Mestinya kan kita bukannya kasih tempat, tapi terusik," Karena itu, jalan satu-satunya adalah dengan cara pembuktian. Indonesia harus menunjukkan pada dunia bahwa Indonesia sejajar dengan bangsa lain. "Pemerintah juga mestinya seperti itu dong, (bukan justru) pemerintah pun ikut-ikutan. Mereka bilang produksi turun, lalu APBN perimbangannya turun, itu orang Kemenkeu sering ngomong kayak gitu. Ini kan menjadi corongnya asing," ujarnya.

Marwan mengatakan, idelnya 100 persen Blok Mahakam dikuasai oleh Pertamina. Namun, kalau seandainya harus berkurang karena diberikan ke Total dan Inpex, maka mereka juga harus memberikan penukarnya. "Diberikan pengganti penukar dengan cadangan penukar di tempat lain yang dimiliki Total dan Inpex".

Sayangnya, dalam pengumuman yang dibuat pemerintah Jumat (19/6) lalu, tidak ada kepastian Pertamina akan mendapat cadangan penukar. Itupun nilainya harus sebanding dan dengan tetap memperhatikan faktor-faktor lain  terkait lokasi cadangan penukar. Seperti faktor politik, sosial, keamanan dan lainnya. "Karena di situ masih ada faktor ketidakpastiannya, saya kira tidak perlu besar-besar, saya kira 20 persen (untuk Total dan Inpex) saja sudah cukup,"  katanya.

DITUDING ADA TEKANAN - Menurut Marwan, keputusan Pemerintah Jokowi ini sarat kepentingan politik. Oleh karena itu, sebelum keputusan itu dibacakan, Marwan telah menyebar pesan yang mengingatkan Presiden Jokowi untuk membuat keputusan yang berpihak pada kepentingan nasional. Karena, bagaimana pun keputusan itu adalah tanggung jawab Presiden. Maka, saat Pertamina diputuskan tidak mendapat 100 persen, Marwan pun kecewa. "Jangan-jangan itu memang diambil karena ada pembisik dari kalangan beliau juga," katanya.

Marwan menduga keputusan ini ada kaitannya dengan faktor politik. Ada alasan politis di belakangnya. "Banyak sekali. Indikasinya, salah satunya ya ngapain juga dikasih (ke Total dan Inpex)," ujarnya.

Hal senada juga diamini oleh Kurtubi, anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Nasdem. Dia juga tidak memungkiri kemungkinan adanya faktor tekanan politik dalam keputusan ini. "Kalau tekanan secara vulgar mungkin tidak ada, tapi kan sudah ada banyak kunjungan pejabat-pejabat Perancis ke Jakarta, pasti mereka minta untuk diperpanjang," ujarnya kepada Gresnews.com, Jumat (19/6).

Kurtubi melanjutkan, Blok Mahakam adalah aset besar dan strategis bagi Total. Karena itu, Total pasti akan berusaha sekuat agar Blok Mahakam tidak lepas dari genggamannya. "Ini kan harta yang begitu besar. Mungkin lebih dari 30 atau 40 persen produksi gas nasional dari mahakam ini".

Menanggapi tuntutan  Blok Mahakam 100 persen dikuasai Pertamina, Widhyawan Prawiraatmadja kembali mengingatkan bahwa hal itu sudah dilakukan pemerintah. Pemerintah sudah menyerahkan pengelolaan Blok Mahakam ke Pertamina. Namun, dengan pertimbangan bisnis, Pertamina diperbolehkan berbagi dengan perusahaan lain. "Tapi Pertamina boleh share dong. Kan business to business, kan ada pertimbangan bisnisnya," katanya.

Menteri ESDM Sudirman Said sendiri mengatakan bahwa keputusan ini sesuai dengan arahan Presiden Jokowi. Pertamina diberi hak 100 persen untuk mengelola Blok Mahakam. (Agus Hariyanto)

BACA JUGA: