Orang tua wajib  menjamin tumbuh kembang  anak baik itu secara sosial, jasmani maupun rohoni sampai anak menjadi dewasa dan dapat bertanggungjawab atas dirinya pribadi secara hukum. Kesejahteraan anak secara ekonomi jelas menjadi tanggungjawab orang tuanya. Namun, apabila orang tua tidak dapat menjamin hal tersebut, maka apakah dapat dicabut kuasa asuhnya?

Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, menyatakan Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Bahwa sebagaimana Pasal 9 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak menyatakan Orang tua adalah yang pertama-tama bertanggung jawab atas terwujudnya kesejahteraan anak baik secara rohani, jasmani maupun sosial.

Adapun orang tua yang terbukti melalaikan tanggung jawabnya sebagaimana di atas, dapat dicabut kuasa asuhnya sebagai orang tua terhadap anaknya, hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Undang-Undang tentang Kesejahteraan Anak, menyatakan sebagai berikut:

(1) Orang tua yang terbukti melalaikan tanggungjawabnya sebagaimana termaksud dalam Pasal 9, sehingga mengakibatkan timbulnya hambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak, dapat dicabut kuasa asuhnya sebagai orang tua terhadap anaknya. Dalam hal itu ditunjuk orang atau badan sebagai wali.

(2) Pencabutan kuasa asuh dalam ayat (1) tidak menghapuskan kewajiban orang tua yang bersangkutan untuk membiayai, sesuai dengan kemampuannya, penghidupan, pemeliharaan, dan pendidikan anaknya. 

(3) Pencabutan dan pengembalian kuasa asuh orang tua ditetapkan dengan keputusan hakim.
 
Hariandi Law Office
BACA JUGA: