-
PTUN Jakarta Tidak Menerima Gugatan Pansus Angket KPK
Rabu, 09/08/2017 20:20 WIBPTUN Jakarta tidak menerima gugatan 7 advokat dari Surabaya soal hak angket KPK karena kasus yang dimohonkan bukan kewenangan PTUN untuk mengadilinya. Sidang itu dilarang untuk diliput media massa.
"Memutuskan, tidak berwenang untuk memeriksa, memutuskan menyelesaikan perkara karena nyata-nyata tidak termasuk dalam kewenangan absolut PTUN," kata humas PTUN Jakarta, Subur di PTUN Jakarta, Jalan Sentra Primer Timur Baru, Jakarta Timur, Jakarta, Rabu (9/8).
Ia menjelaskan, berdasarkan pasal 62 UU PTUN, materi gugatan tidak masuk dalam kategori kewenangan TUN. Selain itu, syarat gugatan tidak terpenuhi dan tidak didasarkan pada gugatan yang layak.
"Dengan dasar norma itu, ketua pengadilan dalam kewenangannya, diproses dismisal ini berpendapat keputusan DPR berkaitan dengan hak angket ini disimpulkan bukan merupakan keputusan TUN dalam kaitan penyelenggaraan pemerintahan," ujar Subur.
Atas vonis itu, salah satu dari tujuh advokat, Muhammad Sholeh mengaku kecewa karena menurut PTUN Jakarta tidak masuk ranah TUN. "Tentu ini tidak melegakan kami. Yang kami takutkan soal legal standing, justru PTUN tidak menyoalkan itu tetapi objek sengketa yang dipersoalkan," kata M Sholeh.
Sidang dimulai jam 13.05 WIB. Awalnya, para pihak ke ruang sidang sebelah kanan gedung. Saat wartawan hendak meliput, petugas pengadilan tidak mengizinkan sidang itu untuk diliput.
"Keluar, nggak boleh masuk. Tunggu di luar," kata petugas.
Sebelumnya para advokat yang tergabung dalam Sholeh and Partners Advokat mendatangi Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Para advokat yang berasal dari Surabaya tersebut menggugat keputusan DPR RI terkait hak angket KPK.
"Jadi kami tujuh advokat dari Surabaya mendaftarkan gugatan ke PTUN Jakarta terkait keputusan DPR RI tentang hak angket KPK," kata Muhammad Sholeh, di PTUN Jakarta, Cakung, Jakarta Timur, Senin (31/7).
Sholeh mengatakan objek gugatan tersebut terkait keputusan DPR RI Nomor 1/DPR RI/V/2016-2017 tentang pembentukan panitia angket DPR RI terhadap pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK. Menurutnya, selama ini dukungan terhadap KPK hanya seruan moral. Karena itu, tujuh advokat tersebut mencoba mengkonkretkan dukungan ke KPK dengan menggugatnya ke PTUN.
"Nah, ini upaya kita, karena memang sampai sekarang ini di Jakarta belum ada yang mempersoalkan status hukum. Dan ini juga mengikuti saran dari ahli yang dipanggil oleh DPR, yaitu Prof Yusril Ihza Mahendra, yang menyatakan sebaiknya angket itu diujikan di pengadilan ini melanggar hukum atau tidak," ucap Sholeh.
Sholeh berharap dalam waktu cepat PTUN segera bersidang dan memutuskan hak angket KPK tersebut melanggar hukum atau tidak.
"Harapan kita, dalam waktu cepat ini PTUN ini segera bersidang supaya waktu kerja angket ini kan 60 hari. Jadi sebelum 60 hari itu ada keputusan dari PTUN Jakarta ini apakah memang keputusan angket KPK itu melanggar hukum atau tidak," tambahnya.
Sholeh menilai, jika hak angket KPK ini dibiarkan, akan sangat berbahaya bagi independensi lembaga KPK. Lanjut Sholeh, hak angket DPR ini bukan hanya membahayakan KPK, namun juga membahayakan lembaga-lembaga peradilan lainnya.
"KPK ini adalah lembaga independen yang tidak di bawah pemerintah, ini bisa diangket, maka bisa saja putusan Mahkamah Agung yang tidak diaminin dan tidak sependapat dengan DPR, maka DPR juga bisa membuat angket kepada Mahkamah Agung. Akhirnya lembaga peradilan menjadi tidak independen lagi," terang Sholeh. (dtc/mfb)Hak Angket KPK Gerakan Pandir?
Sabtu, 08/07/2017 20:27 WIBHak angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang digulirkan DPR terus menuai penolakan. Termasuk langkah Pansus angket KPK sampai menemui napi koruptor di LP Sukamiskin Bandung.
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Buya Syafii Maarif, menilai bahwa tindakan tersebut menunjukkan DPR semakin tidak memiliki kepercayaan diri. Menurutnya, hak angket yang digulirkan oleh DPR adalah gerakan pandir. Pandir dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti bodoh atau bebal.
"Hak angket itu gerakan pandir," kata Buya Syafii di sela-sela sarasehan guru sejarah "Guru Sejarah Pengawal NKRI," di kampus Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Sabtu (8/7).
Soal kunjungan pansus angket KPK ke LP Sukamiskin, Buya tak banyak komentar. Dia menyebut itu menunjukkan DPR sudah tidak memiliki kepercayaan diri.
"Bodo amat, karena DPR itu sudah ndak percaya diri sekarang," katanya.
Sebelumnya anggota Pansus Hak Angket KPK Masinton Pasaribu mengklaim menemukan beberapa pelanggaran yang dilakukan KPK dalam menangani para tersangka koruptor. Hal tersebut didapatnya saat berbincang dengan napi korupsi di Lapas Sukamiskin, Bandung.
"Mereka menunjuk perwakilan dari seluruh penghuni lapas. Ada belasanlah," kata Masinton di gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat.
Namun Masinton enggan membeberkan siapa saja napi yang bercerita soal pengalaman mereka menjadi tersangka oleh KPK.
Masinton mengaku ada napi yang pernah diborgol selama 23 jam. Lalu napi tersebut dibawa dari satu kota ke kota lainnya. Hal tersebut dilakukan untuk proses pemeriksaan.
Selain itu, ada napi yang mengaku pernah diberi obat selama menjalani pemeriksaan. "Dikasih obat. Karena dia merasa sakit, sedang tak fit, terus sama KPK dibawain dokter KPK. Terus sama KPK katanya ya dikasih obat. Ya udah, dia merasa nggak sadar. Nggak tahulah dibawa ke mana," paparnya.
"Kemudian dia tanpa sadar dibawa-bawa sampai jam lima pagi," lanjutnya.
Namun, menurut politikus PDIP itu, Pansus Hak Angket KPK tidak langsung percaya begitu saja pada kesaksian para napi. Masinton mengatakan Pansus akan melakukan cross-check kebenaran cerita tersebut bersama KPK. Mereka akan mengecek seperti apa sebenarnya prosedur pemeriksaan yang dilakukan oleh KPK.
"Nggak boleh dong (semena-mena). Masak penegakan hukum semena-mena. Berarti ada kejahatan dalam penggunaan jabatan, dong," imbuhnya. (dtc/mfb)Pansus Angket Siap Panggil Akil Cs ke DPR
Kamis, 06/07/2017 20:37 WIBKetua panitia khusus (pansus) angket Agun Gunandjar mengaku telah menemui para narapidana (napi) korupsi di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung. Pansus Angket KPK menampung curhat sejumlah narapidana korupsi para anggota DPR itu mulai dari mantan Ketua MK, Akil Mochtar hingga OC Kaligis.
Apabila nantinya, para napi itu diperlukan kehadirannya di DPR, maka DPR akan memanggilnya. "Mereka siap apabila suatu saat dibutuhkan secara formal diundang memberi keterangan," kata Agun di Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, Kamis (6/7).
Pada pertemuan tadi, Agun mengaku mendapatkan banyak informasi dari para napi. Namun Agun tidak membeberkan informasi apa saja yang telah didapatkan. "Alhamdulillah cukup banyak informasi kami peroleh. Berkasnya ya, dalam bentuk buku saja entah beberapa buku, termasuk seluruh keterangan mereka kita rekam," sebut Agun menambahkan.
Selain mendengar curhatan napi koruptor, pansus juga menggelar rapat dengan Dirjen PAS Kemenkum HAM. Sejumlah hal juga didapat dari rapat, salah satunya soal bagaimana perkembangan pemidanaan yang dilakukan pengadilan tipikor yang berasal dari kasus yang ditangani KPK.
"Jumlahnya cukup besar sampai kondisi terkahir, ada yang bebas masih jalani pidana. Datanya sudah kami miliki utuh, termasuk daftar nama, lama pidana penempatan dari Sabang sampai Merauke," terang Agun.
"Kami mendapat data tentang uang pengganti dan uang denda atas putusan pengadilan. Siapa yang sudah berikan uang pengganti dan pidana dari sejumlah terpidana sudah disampaikan Dirjen PAS yang tentunya semua bahan yang diserahkan menjadi masukan penting bagi pansus dalam penyelidikan dalam menyelenggarakan rapat rapat di DPR," imbuh dia.
Meski demikian, data-data itu masih akan dikroscek lagi oleh pansus. "Kroscek dengan berbagai pihak yang pada akhirnya kita akan lihat sampai sejauh mana KPK setelah berdiri menjalankan tugas dan kewenangannya," cetusnya. (dtc/mfb)Polemik Pemanggilan Miryam S Haryani DPR Ganjal Anggaran
Selasa, 20/06/2017 18:00 WIBPanitia Hak Angket DPR berniat memeriksa Miryam. Bermula dari sikap politisi Hanura itu yang mencabut BAP-nya secara mendadak saat sidang e-KTP. Penyidik KPK Novel Baswedan, yang dikonfrontir Majelis Hakim di persidangan e-KTP, mengungkapkan Miryam mendapat tekanan dari beberapa anggota DPR. Setelah Miryam ditetapkan sebagai tersangka keterangan palsu dan menjadi penghuni Rutan KPK, Miryam mengirimi surat kepada DPR yang berisi pengakuan dirinya tak mengalami tekanan. Hal itulah yang mau dikonfirmmasi Panitia Angket DPR.
Pansus Angket KPK Tetap Panggil Miryam ke DPR
Minggu, 18/06/2017 22:07 WIBPansus hak angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan kehadiran Miryam S Haryani ke DPR esok hari. Miryam yang kini ditahan KPK dihadirkan terkait dugaan tekanan dari sejumlah anggota Komisi III DPR.
"Jadwal Senin (19/6) jam 14.00 WIB, RDPU (rapat dengar pendapat umum) Angket KPK dengan saudari Miryam S Haryani," ungkap anggota Pansus angket KPK, Bambang Soesatyo dalam keterangannya kepada wartawan, Minggu (18/6).
RDPU akan digelar di ruang KK-1, Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Bamsoet menyatakan, Miryam akan diklarifikasi mengenai surat yang dikirimnya ke Pansus angket KPK.
"Klarifikasi surat pernyataan yang disampaikan kepada Pansus angket KPK," katanya.
Soal tekanan terhadap Miryam disampaikan oleh penyidik KPK, Novel Baswedan, pada persidangan di Pengadilan Tipikor terkait kasus korupsi e-KTP. Dalam sidang tersebut, Novel menyebut Miryam mengaku mendapat tekanan dan ancaman dari sejumlah rekannya di DPR.
Adapun dalam pemeriksaan, Miryam mengaku diancam oleh enam anggota Komisi III. Di antaranya Bamsoet (Golkar), Desmon Mahesa (Gerindra), Masinton Pasaribu (PDIP) dan Sarifuddin Sudding (Hanura). Kemudian Miryam mengirim surat kepada Pansus Angket KPK dan menyatakan dirinya tak pernah diancam dan ditekan.
Untuk itulah, Pansus Angket KPK meminta Miryam untuk hadir. Meski begitu, KPK telah mengisyaratkan tak akan mengabulkan permintaan Pansus untuk menghadirkan Miryam. "Kita santai saja. Kalau (besok) nggak datang dan hanya kirim surat, ya kita bacakan suratnya di sidang Pansus," ucap Bamsoet.
Kemudian Pansus disebutnya akan kembali mengirimkan surat ke KPK. Surat tersebut yakni untuk pemanggilan kedua. Bagaimana bila Miryam tak juga bisa dihadirkan ke pansus?
"Panggilan ketiga," jawab Bamsoet.
Sebelumnya Kabiro Humas KPK Febri Diansyah menyatakan pihaknya akan mengkaji ulang mengenai surat permintaan Pansus Angket yang memanggil Miryam. Febri menegaskan KPK tetap berpegang pada aturan terkait pemanggilan Miryam, tersangka pemberian keterangan palsu di sidang e-KTP, untuk hadir di Pansus.
Sementara itu Ketua KPK Agus Rahardjo memastikan lembaga antirasuah itu tak akan menghadirkan Miryam ke Pansus angket. Agus menegaskan KPK menolak permintaan pansus angket.
"Nggak nggak. Kelihatannya jawabannya tadi disiapkan," tegas Agus, Jumat (16/6). (dtc/mfb)Penolakan Hak Angket KPK Terus Meluas
Minggu, 11/06/2017 13:30 WIBDPR akhirnya meloloskan pansus hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Keputusan itu menuai protes dari masyarakat. Salah satu suara penolakan itu disuarakan lewat change.org.
Petisi penolakan didaftarkan oleh Virgo Sulianto Gohardi sejak 28 April 2017 lalu. Pada Minggu (11/6/2017) pukul 13.07 WIB, petisi penolakan ini telah ditandatangani oleh 40.229 orang.
Pada halaman petisi ini, disebutkan keputusan politik yang dilakukan pihak legislatif di Senayan soal hak angket KPK adalah bentuk intervensi politik yang menghambat proses hukum, khususnya pada kasus e-KTP.
"Kami mengajak seluruh masyarakat untuk melawan hak angket yang dilakukan anggota DPR dalam rangka turut memberikan kekuatan kepada KPK untuk terus melawan segala perlawanan dalam pemberantasan korupsi di negeri ini," ujar pertanyaan dalam petisi tersebut.
Gerakan penolakan ini juga meluas hingga ke kelompok-kelompok seni dan kebudayaan. Pegiat seni yang menamai gerakannya ´Maklumat Budaya Tolak Angket KPK´ juga ikut mendorong penolakan hak angket KPK. Gerakan ini diinisiasi oleh Raden Mas Haryo Heroe Syswanto Ns alias Sys NS dan Harry Tjahjono. Ada juga nama Arswendo Atmowiloto.
Mereka menggalang dukungan melalui pesan berantai di WhatsApp Grup dan jejaring media sosial. "Kami Rakyat Indonesia, yang tidak mewakilkan diri, dengan ini menyatakan penolakan Hak Angket DPR RI atas KPK. Karena kami memilih tetap waras!" begitu bunyi kalimat pembuka pesan berantai tersebut.
Menurut Sys NS, Pansus angket KPK sengaja dibuat oleh DPR untuk melemahkan lembaga anti-rasuah tersebut. Rakyat tak boleh diam dan harus mengambil langkah untuk membatalkan niatan sejumlah politikus di DPR itu. (dtc/mfb)