JAKARTA - Sidang lanjutan perkara korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) kembali digelar untuk menggali keterangan dari para saksi. Pada persidangan, Senin (13/7/2020), Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menghadirkan empat orang saksi yang merupakan karyawan internal Jiwasraya. Salah satunya adalah Agustin Widiastuti, Kepala Divisi Keuangan dan Investasi Jiwasraya periode 2011-2014.

Sebagai informasi ada enam terdakwa dalam kasus ini di antaranya Dirut PT Hanson International Tbk/MYRX Benny Tjokrosaputro (Bentjok), Heru Hidayat (Komisaris Utama PT Trada Alam Mineral Tbk/TRAM), Hary Prasetyo (Direktur Keuangan Jiwasraya periode Januari 2013-2018), dan Hendrisman Rahim (Direktur Utama Jiwasraya periode 2008-2018. Syahmirwan (mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya), dan Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto.

Pada Jumat pekan lalu (26/6/2020), tambah lagi tersangka yakni 13 perusahaan manajer investasi dan seorang pejabat Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rachidtyo Pandu menyatakan akan menghadirkan lebih dari 100 saksi untuk mengadili para terdakwa kasus tersebut.

Saksi-saksi tersebut di antaranya sebanyak 99 saksi yang dihadirkan terkait dengan kasus dugaan korupsi Jiwasraya. Sementara terkait kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), JPU akan menghadirkan 34 saksi untuk terdakwa Bentjok dan 28 saksi untuk terdakwa Heru Hidayat.

Ada 12 saksi ahli dihadirkan untuk dimintai keterangan.

Dalam persidangan, JPU mencecar Agustin untuk mengurai beberapa fakta hasil laporan OJK. "Kami ingin menanyakan tanggal 4 dan 5 Agustus 2016. Apakah saksi pernah dipanggil Syahmirwan sehubungan dengan hasil Pemeriksaan OJK saat itu, tahun 2016?" tanya jaksa.

"Tidak pernah, Pak, mengenai OJK," jawab Agustin dalam persidangan yang diikuti Gresnews.com, Senin (13/7/2020).

Jaksa pun mencecar pertanyaan mengenai teka-teki kode ikan berkaitan dengan catatan buku terkait dengan keinginan Syahmirwan untuk mengimbangkan saham ikan.

Ia menjelaskan saham ikan itu adalah kode saat melakukan pembicaraan saat itu. Jika dilihat dari laporan hasil pemeriksaan BPK 2016 terhadap Jiwasraya, tercatat perusahaan asuransi itu berinvestasi pada PT Inti Agri Resources Tbk (IIKP).

Perusahaan penjualan ikan arwana itu berkaitan dengan Heru Hidayat, yang kini sahamnya bernilai Rp50 alias saham gocap.

Berdasarkan data Bloomberg, Heru Hidayat memulai karier di sebuah perusahaan ikan arwana yang berbasis di Pontianak sejak 2004. Perusahaan itu adalah PT Inti Kapuas Arowana Tbk.

Sebelumnya, perusahaan tersebut bernama PT Inti Indah Karya Plasindo yang bergerak di bidang usaha plastik. Pada 14 Oktober 2002, perseroan mencatatkan saham di Bursa Efek Indonesia dengan kode saham IIKP dan menggalang dana Rp27 miliar.

Perseroan beralih bidang usaha ke budi daya atau penangkaran ikan hias, khususnya arwana superred pada Maret 2005. Nama perusahaan pun berganti menjadi PT Inti Kapuas Arowana Tbk. IIKP kembali berganti nama menjadi PT Inti Agri Resources Tbk sejak April 2008.

Tercatat, Heru menjabat sebagai direktur di perusahaan berkode saham IIKP itu sejak Desember 2004 hingga April 2005. Heru lantas menduduki kursi komisaris utama sejak 2015 hingga sekarang.

Dalam laporan hasil pemeriksaan BPK pada 2016, Jiwasraya terindikasi menanamkan duit di dalam reksa dana yang mengoleksi saham IIKP. Nilai portofolionya disebut-sebut oleh BPK sekitar Rp6 triliun.

Dalam persidangan Ketua Majelis Hakim Rosmina juga memberikan peringatan kepada jaksa agar tidak menggunakan inisial JHT tapi langsung saja mengatakan nama yang sebenarnya Joko Hartono Tirto. Pada dasarnya Joko Hartono Tirto adalah anak buah dari Heru Hidayat yang diduga menggoreng saham sampai harga tinggi kemudian dibeli Jiwasraya.

"Saudara Penuntut Umum saya peringatkan lagi jangan menggunakan inisial," kata Rosmina.

Jaksa juga mencoba menggali keterangan saksi apakah benar Joko Hartono Tirto sering memberikan kartu kredit atau ATM kepada Direksi Jiwasraya. Agustin mengatakan dirinya tidak tahu perihal tersebut.

Jaksa juga menanyakan kebenaran adanya pemberian saham. Agustin mengaku tidak mengerti pemberian komposisi saham dari Joko Hartono Tirto kepada Direksi Jiwasraya. Maksudnya saham yang dimiliki oleh Heru Hidayat maupun juga Joko Hartono Tirto.

Namun Agustin mengungkapkan adanya penggunaan nama samaran yang digunakan para terdakwa dengan tujuan menghindari pelacakan saat berkomunikasi melalui layanan pesan singkat maupun telepon.

"Saya pakai nama samaran Rieke, Syahmirwan menggunakan nama samaran Mahmud. Heru Hidayat nama samarannya Pak Haji, Joko Hartono nama samaran Panda, Hary Prasetyo namanya Rudy dan Hendrisman Rahim nama samarannya Chief," ujarn Agustin.

Dalam kesaksiannya, Agustin juga mengaku diberi ponsel sekali pakai oleh Syahmirwan yang berisi kontak dari nama-nama samaran tersebut.

Tapi, pada akhir 2018 ponsel iPhone 6 dengan nomor telepon miliknya diperintahkan Syahmirwan untuk dihancurkan untuk menghilangkan jejak baik percakapan maupun telepon di nomor yang biasanya digunakan untuk bertransaksi terkait penempatan investasi Jiwasraya, baik melalui saham maupun reksa dana.

Agustin juga mengungkapkan saham-saham yang ditempatkan di Jiwasraya cukup besar pada saham-saham yang tidak likuid seperti PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM), nilainya di atas Rp 2 triliun. Saham PT Inti Agri Resources Tbk (IIKP), di atas Rp 1 triliun. Sedangkan emiten lainnya adalah PT Pool Advista Indonesia Tbk (POOL), PT Semen Baturaja (Persero) Tbk (SMBR), PT Alfa Energi Investama Tbk (FIRE), dan PT SMR Utama (SMRU). (G-2)

BACA JUGA: