JAKARTA - Aliansi Korban Indosurya (AKI) meminta pemerintah turun tangan menyelesaikan kasus koperasi bermasalah tersebut yang merugikan nasabah hingga Rp14 triliun. Ketua AKI Rudy Jamin mengatakan selama ini pemerintah berusaha menggenjot perekonomian Indonesia yang terdampak COVID-19 tetapi ketika terjadi masalah pada institusi keuangan pemerintah tidak turun tangan.

"Ini kontraproduktif," kata Rudy kepada Gresnews.com, Rabu (24/6/2020).

Selain Menteri Keuangan Sri Mulyani, ia juga mengharapkan Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri bertindak lebih cepat lagi untuk menuntaskan perkara tersebut supaya tidak merembet dan menjadi modus berulang oleh para pelaku. Jika kasus seperti itu terjadi berulang-ulang, tidak akan ada lagi kepercayaan masyarakat terhadap institusi keuangan di tanah air.

"Pemilik dana akan menyimpan uang di bank luar negeri. Akan terjadi pelarian modal. Apabila ini terjadi maka bank-bank di Indonesia akan kekurangan dana. Bagaimana ekonomi Indonesia bisa digenjot naik kalau pelaku ekonomi tidak mendapat pinjaman dana yang cukup dari institusi keuangan di Indonesia akibat pelarian modal itu?" lanjut Rudy.

Ia menegaskan pihaknya tidak menuntut ganti rugi dari pemerintah tetapi meminta pemerintah turun tangan dan bereaksi cepat apabila ada dugaan kejahatan keuangan yang berpotensi merugikan pelaku ekonomi lainnya.

"Kami kan pelaku ekonomi juga, kalau tidak dilindungi bagaimana pemerintah mau menggenjot pertumbuhan ekonomi yang merosot pasca-COVID 19 kalau pelaku ekonomi bermasalah dibiarkan saja. Sudah empat bulan lamanya kasus gagal bayar ini tapi sampai sekarang pemerintah diam saja," kata Rudy.

Para pelaku kejahatan keuangan harus dihukum sesuai hukum yang berlaku. Harus ada ketegasan dan tidak terjadi kesan adanya pembiaran dari pemerintah dan penegak hukum. "Kalau hukum tegas ditegakkan, baru bisa tercipta rasa percaya," tuturnya.

Lebih jauh Rudy berpendapat mengingat Rp14 triliun adalah angka yang superjumbo, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan seharusnya gerah apabila Pajak Penghasilan (PPh) yang dibayarkan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya Cipta tidak sebanding dengan jumlah dana Rp14 triliun itu.

Beberapa hari lalu kuasa hukum AKI Otto Hasibuan juga meminta KPK memeriksa apakah terjadi kerugian negara dalam kasus gagal bayar Koperasi Indosurya.

Bantahan Indosurya

Sementara itu pendiri KSP Indosurya Cipta Henry Surya membantah tudingan ia mengemplang dana simpanan nasabah untuk keperluan pribadi. Tudingan tersebut dianggapnya bukan hanya menjatuhkan kredibilitasnya melainkan juga keluarga. Hal itu dianggap sebagai fitnah dan pencemaran nama baik yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu.

"Saya merasa terzalimi, dicemarkan nama baik secara pribadi, keluarga dan korporasi. Terhadap semua fitnah dan pencemaran nama baik ini, saya serahkan kepada kuasa hukum saya, Pak Juniver Girsang, untuk melakukan langkah hukum yang diperlukan," kata Henry, dalam keterangan pers, Senin (22/6/2020).

Ia menduga isu tersebut sengaja dihembuskan sejumlah pihak untuk menjatuhkan bisnis grup Indosurya dan mengambil keuntungan dari rusaknya bisnis perusahaan. 

Henry mengaku punya aset di luar negeri tapi jumlahnya tidak besar. Sebab, sebagian besar aset dan bisnisnya berada di Indonesia.

Meskipun tak lagi berada di kepengurusan koperasi, ia berjanji akan membereskan masalah koperasi untuk menjaga kredibilitas dan kepercayaan di unit bisnis Indosurya yang lain. Dengan menggaransi atau mempertaruhkan nama baik keluarga yang sudah malang melintang di dunia finansial khususnya, juga untuk menjaga kelangsungan bisnis perusahaan.

"Saya memilih untuk membantu membereskan masalah yang terjadi saat ini dan berharap KSP Indosurya bisa kembali beroperasi setelahnya," tambahnya.

Ia menegaskan bersama pengurus koperasi tak pernah berniat sedikit pun untuk merugikan pihak lain. Apalagi menutup KSP Indosurya yang sudah berjalan lebih dari delapan tahun.

"Keluarga kami sudah malang melintang di dunia finansial dan properti selama lebih dari 45 tahun. Kredibilitas dan kepercayaan sudah dibangun," lanjutnya.

Maka itu, kata dia, tudingan tersebut dinilai telah berdampak kepada bisnis Indosurya yang lainnya. Pihaknya berkewajiban untuk menjaga nama baik keluarga dan membereskan masalah ini.

Ia justru mempertanyakan niat sebagian pihak yang menginginkan KSP Indosurya ditutup atau dipailitkan. Sebab, dengan mempailitkan koperasi maka hak-hak nasabah kemungkinan sulit dipenuhi.

Salah satunya jalan membereskan masalah adalah dengan mengajukan proposal perdamaian. Mengutip Harian Kontan (Rabu, 24 Juni 2020), tawaran cicilan perdamaian dari Indosurya adalah sebagai berikut:

  • Dana nasabah Rp25 juta hingga Rp499,9 juta dicicil selama tiga tahun (September 2020-September 2023);
  • Dana Rp500 juta sampai Rp999,9 juta dicicil selama empat tahun (September 2020-September 2024);
  • Dana Rp1 miliar hingga Rp1,9 miliar dicicil sampai lima tahun (Januari 2021-Januari 2026);
  • Dana Rp2 miliar sampai Rp2,9 miliar dicicil enam tahun (Januari 2021-Januari 2028);
  • Dana Rp5 miliar sampai Rp9,9 miliar dicicil hingga 10 tahun (Januari 2021-Januari 2031).

Kuasa hukum KSP Indosurya Hendra Widjaya berharap anggota koperasi bisa menerima tawaran yang diberikan Indosurya.

Dia mengklaim masih banyak kreditur yang menginginkan PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) damai dan berharap dananya bisa kembali.

"Jadi kita harus memberikan kesempatan kepada debitur untuk dapat melaksanakan skema perdamaian nantinya. Kita harap dua pihak bisa bersepakat," kata Hendra.

Kemarin, Hendra hadir dalam proses verifikasi piutang atau bilyet dalam sidang lanjutan PKPU di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

Menurutnya tim pengurus KSP Indosurya Cipta telah melakukan verifikasi atas 42 nama kreditur yang dinilai belum memenuhi syarat. Sidang kali ini juga masih membahas verifikasi berkas-berkas para kreditur tersebut.

Salah satu nasabah Koperasi Indosurya Irvan menjelaskan awalnya disangka hanya sedikit nasabah yang mengalami gagal bayar. Tapi ternyata melebar ke mana-mana hingga sekarang jumlahnya sangat banyak. Para korban mengalami depresi, ada yang sakit jiwa, hingga anaknya putus sekolah.

"Awalnya Rp10 triliun dan terakhir sudah ada Rp14 triliun setelah kita data semua," kata Irvan kepada Gresnews.com, Kamis (11/6/2020).

Menurutnya sudah ada perorangan yang melaporkan kasus ini ke ranah pidana. Aliansi forum nasabah juga akan melaporkannya.

Nasabah menduga Henry Surya telah merencanakan hal ini sejak lama. Lantaran pada umumnya kalau ada gagal bayar, pemilik perusahaan melakukan komunikasi publik untuk jumpa pers bertemu dan berbicara dengan nasabah. Tapi Henry tidak pernah melakukan hal itu.

Henry hanya mengeluarkan memo. Memo yang disebut 212 oleh para nasabah---karena memo itu bernomor 212 tertanggal 24 Februari 2020.

Isi memo tersebut mengatakan Indosurya akan mengembalikan dana dengan cara mencicil. Cicilan itu paling lama 10 tahun tanpa hitungan bunga. Hanya dana pokok yang dicicil mulai dari tenggang waktu tiga tahun hingga 10 tahun.

"Beliau sudah menawarkan tapi dengan dicicil sampai 10 tahun. Itu terlalu lama, belum tentu orang yang punya dana tersebut masih hidup 10 tahun lagi. Dan tidak ada garansi kalau misalnya dia gagal bayar seperti apa," kata Irvan. (G-2)

BACA JUGA: