JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan banyak masalah dalam program Kartu Prakerja antara lain mengenai standar harga pelatihan, jatah komisi buat penyedia konten dan platform digital serta pengalaman lembaga pelatihan yang terlibat dalam program ini.

"Banyak sekali masalah, yang pasti hingga hari ini saja masih banyak keluhan dari para pengguna yang belum mendapatkan insentif yang dijanjikan dalam program Kartu Prakerja," kata peneliti ICW Divisi Kampanye Publik Tibiko Zabar Pradono kepada Gresnews.com, Rabu (17/6/2020).

Biko menjelaskan, untuk standar harga, berdasarkan temuan ada beberapa jenis pelatihan yang serupa namun harganya berbeda. ICW menemukan pelatihan yang diselenggarakan oleh beberapa lembaga namun sebenarnya dalam satu naungan.

Ia mengambil contoh  pelatihan menulis curriculum vitae yang ditawarkan oleh Skill Academy (SA) dan Imam Usman, salah satu pendiri aplikasi belajar Ruangguru. Bahkan ada hal yang menarik, meskipun platform digital dan pemberi pelatihan memberikan materi yang serupa tapi harga pelatihannya berbeda. SA mematok harga Rp135 ribu dan Iman Usman membanderol Rp168 ribu.

Biko melanjutkan, tidak ada standar harga semisal dalam pelatihan desain grafis. Temuan ICW menunjukkan harga untuk materi desain grafis bervariasi mulai dari Rp227 ribu hingga Rp1 juta.

"Yang menjadi persoalan karena tidak ada standar harga yang diberikan oleh platform digital untuk sebuah pelatihan. Tidak ada transparansi dan standar harga dalam penetapan harga pelatihan oleh manajemen pelaksana padahal menggunakan uang APBN," tegasnya.

"Padahal kan ini yang harusnya dibuka juga mengingat alokasi dalam program Kartu Prakerja ini menggunakan sumber dari negara atau APBN," tambahnya.

Masalah lainnya adalah ketidakjelasan standar komisi atau keuntungan yang diterima oleh para mitra Kartu Prakerja dari tiap pelatihan yang diikuti.

Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2020 Tentang Pengembangan Kompetensi Kerja Melalui Program Kartu Prakerja hanya menuliskan jika para mitra bisa mengambil komisi yang wajar.

Selain itu, perjanjian kerja sama yang memuat informasi-informasi harusnya dibuka ke publik sesuai dengan UU Keterbukaan Informasi Publik karena ada perjanjian dengan pihak ketiga.

"Namun pantauan ICW dari kajian ini, perjanjian kerja sama tersebut tidak dibuka. Dan akhirnya ini menimbulkan kecurigaan, potensi kecurangan yang terjadi karena perjanjian tersebut tidak transparan. Sebenarnya berapa komisi yang diambil oleh si A dan si B," terangnya.

Ketidakjelasan itu membuat besaran komisi yang diambil tergantung masing-masing platform digital. Contohnya, platform digital MauBelajarApa menginformasikan ada biaya administrasi dan pemasaran 20% dari tiket kelas yang terjual.

Adapun persoalan ketiga adalah lembaga pelatihan baik offline maupun online yang memasok video ini bisa dibilang tidak memiliki pengalaman di bidangnya. ICW telah melakukan sampling acak dan menemukan terdapat lembaga yang diragukan kemampuannya seperti lembaga pelatihan Boleh Dicoba Digital dan BLK Komunitas Ponpes Al-Aitaam. Boleh Dicoba Digital memiliki layanan pelatihan terkait E-commerce, Web Development, Digital Marketing, Campaign Optimizing Strategy, dan Digital Advertisement. Namun, lembaga ini diduga tidak memiliki pengalaman menyelenggarakan pelatihan secara online atau offline.

Adapun BLK Komunitas Ponpes Al-Aitaam adalah lembaga pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan dari tingkat taman kanak-kanak hingga politeknik. "Juga tidak punya pengalaman dalam pelatihan online," tuturnya.

ICW juga menemukan satu lembaga yang pengalaman dan kemampuan pelatihannya diragukan, yakni Vokraf. Vokraf ini ada lima pelatihan yang terdaftar melalui Kemenaker, yang juga menjadi salah satu dari delapan penyedia konten platform digital.

Situs http://vokraf.com baru terbentuk pada 28 Agustus 2019 sedangkan grand launching Vokraf sebagai platform edukasi online pada 21 Februari 2020 atau 7 hari sebelum munculnya Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2020 tentang Kartu Prakerja.

"Hal ini tentu memunculkan pertanyaan, apakah lembaga ini memang memiliki pengalaman dalam pelatihan atau sengaja dibentuk untuk mengikuti program Kartu Prakerja?" katanya.

Ia menegaskan hal itu penting ICW soroti karena tujuan program kartu Prakerja ini adalah untuk mengembangkan kompetensi angkatan kerja, meningkatkan produktivitas, dan daya saing angkatan kerja.

"Bagaimana pemerintah dapat mencapai tujuan tersebut jika lembaga pelatihan yang menyelenggarakan pelatihan itu masih dipertanyakan pengalaman dan kemampuannya dalam memberikan pelatihan," ujarnya.

Program Kartu Prakerja ini menjadi salah satu andalan Presiden Joko Widodo untuk mengurangi angka pengangguran. Saat COVID-19, program ini juga difungsikan sebagai jaringan pengaman sosial.

Kartu Prakerja sendiri merupakan salah satu janji kampanye Presiden Jokowi saat Pilpres 2019. Dia menjanjikan pengangguran bisa mendapatkan insentif dan diberikan pelatihan secara gratis bersertifikat.

Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja, Denni Puspa Purbasari, menegaskan pemerintah tak bisa serta merta mengganti program pelatihan di Kartu Prakerja dan mengalihkannya menjadi bantuan tunai.

"Ya, tidak bisa. Kalau kamu hilangkan (pelatihan) dan cuma kasih duit doang, kamu melanggar perpres. Kamu masuk bui. Sementara kami tidak memiliki mekanisme untuk yang kasih duit saja ke 40% (penduduk) di tengah ini," kata Denni seperti dikutip dari Harian Kompas, Rabu (17/6/2020).

Menurutnya Kartu Prakerja itu harus ada pelatihannya. "Mau pelatihan seupil saja, pokoknya harus ada pelatihan karena aturannya begitu," kata dia lagi.

Menurut Denni, selain kursus online, Kartu Prakerja juga memberikan insentif uang kepada pesertanya. Kartu Pekerja juga jadi program yang saling melengkapi dalam upaya mengurangi dampak ekonomi dari COVID-19.

"Ketika ada COVID-19, untuk membantu mereka yang miskin cukup dengan tambah bantuan di Kartu Bantuan Pangan Non-Tunai. Tapi itu hanya untuk 40% (penduduk Indonesia) ke bawah, yang pengeluaran rumah tangganya per bulan Rp3,7 juta," ujar dia.

Dikatakannya, banyak sekali warga terdampak COVID-19 masuk dalam daftar penerima Kartu Bantuan Pangan Non-Tunai. Sehingga, bantuan dari Kartu Prakerja dirasa sangat membantu.

Bantuan pelatihan online senilai Rp1 juta per peserta juga bisa membantu meningkatkan keterampilan bagi mereka yang terdampak langsung COVID-19, seperti korban PHK dan pengangguran. (G-2)

BACA JUGA: