JAKARTA - Kebijakan pemerintah yang memperbolehkan orang berusia di bawah 45 tahun untuk kembali beraktivitas normal selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) akibat pandemi COVID-19 adalah kebijakan yang tidak matang.

Pakar epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Syahrizal Syarif menegaskan alasan bahwa kelompok usia tersebut di atas kurang rentang terhadap virus korona adalah tidak benar.

"Pada dasarnya kerentanan sama saja di seluruh usia, karena tidak ada vaksin yang dapat memberi kekebalan," katanya kepada Gresnews.com, Jumat (15/5/2020).

Risiko kematian yang lebih rendah pada kelompok usia di bawah 45 tahun juga tidak sepenuhnya benar.

Kasus kematian di Indonesia rata-rata pada usia lebih muda dibandingkan dengan rerata usia kematian di China maupun Eropa.

Syahrizal menjelaskan tingginya tingkat kematian di Indonesia itu berhubungan dengan kenyataan penyakit penyerta seperti hipertensi, diabetes dan penyakit jantung, banyak diderita penduduk usia muda.

"Tentunya selain proporsi perokok yang lebih tinggi pada kelompok usia produktif di Indonesia," tuturnya.

Lebih lanjut dikatakan, jika dikaitkan dengan banyaknya korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), kebijakan memperbolehkan orang berusia 45 tahun ke bawah beraktivitas normal/bekerja, nampak seperti kebijakan yang dipaksakan.

Secara keseluruhan, kebijakan itu tidak sejalan dengan PSBB.

Hal lain yang patut dipertimbangkan adalah kasus asymtomatic, yakni kasus positif COVID-19 tanpa gejala, namun berpotensi menularkan pada kelompok rentan.

Kasus semacam itu cukup banyak terjadi pada kelompok usia di bawah 45 tahun.

Ia menjelaskan, belajar dari Vietnam, China dan kapal pesiar Diamond Princess, kasus asymtomatic berkisar antara 20-51%.

Jadi tetap saja, menggunakan masker dan menjaga jarak tidak dapat ditawar-tawar lagi, demikian pula penerapan protokol kesehatan lainnya.

Namun seperti biasanya, lanjut Syarif, kebijakan dari satu pejabat akan dikoreksi oleh pejabat lainnya.

Kantor Staf Kepresidenan (KSP) kemudian memberi penjelasan bahwa kebijakan ini hanya berlaku bagi pekerja di sektor yang mendapat pengecualian.

Penjelasan ini tentu menimbulkan tanda tanya, karena tidak ada satu pun pasal dalam penerapan PSBB yang menyatakan ada pembatasan usia pekerja di sektor yang dikecualikan.

Jika demikian, pada dasarnya kebijakan ini tidak banyak mempengaruhi transmisi virus dan juga tidak berdampak pada pengurangan dampak ekonomi dan sosial.

Pilihan usia 45 tahun kembali bekerja adalah perspektif ekonomi, bukan pertimbangan dari sisi kesehatan.

Itu merupakan jalan tengah dari keputusan pemerintah berkaitan dengan relaksasi PSBB.

"Dari sudut pandang kesehatan, kebijakan itu bisa mengarah pada salah satu manifestasi dari herd immunity, yakni membiarkan suatu populasi penduduk untuk terpapar virus sehingga terbentuk antibodi," katanya.

Tentu saja efek samping dari herd immunity adalah bagi individu dalam populasi tersebut.

Jika kekebalan tubuh lemah, akan sakit dan bahkan meninggal.

Sebelumnya Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 akan mengizinkan beraktivitas bagi warga di bawah 45 tahun dengan alasan agar kelompok tersebut tak kehilangan mata pencaharian.

"Kelompok ini kita beri ruang untuk beraktivitas lebih banyak lagi sehingga potensi terpapar PHK bisa kita kurangi lagi," kata Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Doni Monardo lewat video conference, Senin (11/5/2020).

Doni menyebutkan, warga yang berusia 45 tahun ke bawah tak termasuk dalam kelompok rentan. (G-2)

BACA JUGA: