JAKARTA - Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19 yang telah disetujui oleh DPR menjadi undang-undang (UU) membuka peluang bagi pemerintah untuk berutang bebas, sebab tak diatur batas atas defisit APBN.

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), satu-satunya fraksi yang menolak pengesahan perppu tersebut menjadi undang-undang, menyebut Perppu COVID-19 itu semacam karpet merah bagi bank dan/atau lembaga keuangan lainnya untuk mendapatkan dana talangan (bailout) seperti pada kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Saat krisis 1998, kebijakan BLBI dilakukan dan akhirnya membebani negara hingga lebih dari Rp1.000 triliun, jika diperhitungkan pokok dan akumulasi bunganya sekarang.

Pada 2008, pemerintah juga menalangi Bank Century sebesar Rp6,7 triliun.

“Saat ini Indonesia telah memiliki UU 9/2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan yang ruhnya adalah bail-in, di mana pemilik bank dan industri perbankan sendiri yang menanggung beban bukan negara," kata anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PKS Ecky Awal Mucharam kepada Gresnews.com, Rabu (13/5/2020).

Masalah Perppu COVID-19 adalah membuka peluang terjadinya blanket guarantee (jaminan penuh) bagi para nasabah kakap di atas Rp2 miliar, yang jauh dari rasa keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.

"Seharusnya, pada masa krisis, bank bisa juga menanggung beban. Bank seharusnya membebaskan bunga bagi pinjaman UMKM dan ultramikro, bukan malah meminta atau mengalihkannya menjadi beban pemerintah," anggota DPR daerah pemilihan (Dapil) Jawa Barat III itu.

Ecky menegaskan Perppu COVID-19 tidak mengatur dan tidak menjamin keberpihakan negarap ada pemulihan ekonomi sektor riil, yang menyangkut hajat hidup mayoritas rakyat indonesia, dan meningkatkan konsumsi rumah tangga.

"Ironisnya, perppu ini justru lebih fokus pada penanganan krisis sistem keuangan yang sebenarnya sudah ada undang-undangnya," kata Ecky. 

Sementara itu Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) akan menggugat Perppu COVID-19 itu ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Tapi, MAKI akan mencabut terlebih dahulu permohonan yang telah diajukannya ke MK sebelumnya.

"Menunggu (UU) ditandatangani presiden, dikasih nomor UU-nya dan dimuat dalam lembaran negara. Sesuai ketentuan proses ini adalah maksimal 30 hari," ujar Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada Gresnews.com, Rabu (13/5/2020).

MAKI sempat mengajukan permohonan uji materiil terhadap Pasal 27 ayat (1) Perppu COVID-19, yang berbunyi:

Biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah dan/atau lembaga anggota KSSK dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara.

Sementara itu Juru Bicara Presiden Jokowi Bidang Hukum, Dini Purwono, mengatakan pemerintah mengapresiasi dukungan DPR dengan mengesahkan Perppu COVID-29 menjadi UU. Hal itu akan membantu pemerintah menangani pandemi COVID-19.

"Dukungan DPR tersebut akan mempercepat upaya pemerintah membantu rakyat yang terkena dampak wabah COVID-19,” kata Dini dalam keterangan tertulis, Rabu (13/5/2020).

(G-2)

BACA JUGA: