JAKARTA - Pemerintah berencana untuk menggulirkan paket stimulus kedua untuk mengurangi dampak persebaran pandemi COVID-19 terhadap perekonomian nasional, salah satunya adalah berupa penundaan pembayaran iuran BPJS Ketenagakerjaan. Namun, para buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) langsung menyatakan penolakan.

Ketua Departemen Komunikasi dan Media KSPI Kahar S. Cahyono menegaskan pemberian stimulus semacam itu mengada-ada dan tidak tepat.

"KSPI meminta agar tetap dibayarkan iuran BPJS ketenagakerjaan atau dibayarkan pemerintah," kata Kahar kepada Gresnews.com, Rabu (18/3).

Menurut dia, jika pembayaran iuran BPJS Ketenagakerjaan dihentikan maka yang diuntungkan adalah pengusaha. Saat ini untuk jaminan kecelakaan kerja iurannya sebesar 0,54% dan jaminan kematian iurannya sebesar 0,3% dari upah pekerja, ditanggung atau dibayar sepenuhnya oleh pemberi kerja atau pengusaha.

Selain itu, iuran jaminan hari tua dibayarkan oleh pemberi kerja sebesar 3,7% dan dari pekerja 2%. Sedangkan untuk jaminan pensiun, 2% dibayarkan pemberi kerja dan 1% dari gaji pekerja. "Jadi setiap bulan pengusaha wajib membayar jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan pensiun ke BPJS Ketenagakerjaan sebesar 6,54% dari upah pekerja," ujarnya.

Berdasarkan UU 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), manfaat yang didapat dari program jaminan sosial sebagaimana tersebut di atas, sepenuhnya dikembalikan kepada buruh. Kalau iuran dihentikan, buruh akan dirugikan karena hal itu akan mengurangi akumulasi dari jaminan hari tua dan jaminan pensiun yang mereka dapatkan.

Kahar mengatakan rencana pemerintah itu merugikan buruh karena nilai jaminan hari tua dan jaminan pensiun tidak bertambah selama iuran dihentikan. Lantaran “tabungan” buruh untuk jaminan hari tua dan jaminan pensiun tidak ada tambahan.

Begitu pula tentang jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian. Kalau terjadi sesuatu terhadap buruh, misalnya, kecelakaan kerja atau mengalami kematian, pertanyaannya, apakah buruh dan keluarganya akan mendapatkan manfaat. Karena dalam ketentuan sebelumnya, jika iuran tidak dibayarkan, jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian tidak bisa dibayarkan. Misalnya, untuk jaminan kematian besarnya kurang lebih Rp24 juta. "Siapa yang akan membayar jika iuran dihentikan?" ujarnya.

(G-2)

BACA JUGA: