JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa dua mantan petinggi Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) telah merugikan negara lebih dari US$2,7 miliar (sekitar Rp35 triliun). Keduanya adalah mantan Kepala BP Migas Raden Priyono, serta mantan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono, yang dianggap jaksa telah memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi.

"Keduanya telah memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu Honggo Wendratno selaku Direktur Utama PT Trans-Pasific Petrochemical Indotama (TPPI) sehingga merugikan keuangan negara, atau perekonomian negara," kata Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Bima Suprayoga dalam persidangan di Pengadilan Tindak Korupsi (Tipikor) Jakarta yang dihadiri Gresnews.com, Senin (17/2).

Menurut Bima, para terdakwa telah melakukan perbuatan melawan hukum yakni melakukan penunjukan langsung PT TPPI sebagai penjual kondensat (gas bumi berupa cairan) bagian negara. Penunjukan tanpa melalui lelang terbatas dan tanpa penilaian atau evaluasi syarat umum dan syarat khusus.

"Seharusnya penjualan itu hasil kondesat bagian negara dijual kepada Pertamina, tetapi oleh Honggo justru dijual ke 32 perusahaan, padahal Honggo mempunyai piutang terhadap Pertamina," kata Bima usai persidangan kepada Gresnews.com.

Menurut dia, kedua terdakwa telah menyerahkan kondensat bagian negara kepada PT TPPI tanpa diikat kontrak dan tanpa jaminan pembayaran. Hal itu bertentangan dengan Pasal 100 ayat (6) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Penunjukan langsung PT TPPI sebagai penjual kondensat bagian negara tidak melibatkan Tim Penunjukan Penjual Minyak Mentah atau Kondensat bagian negara.

Priyono dan Djoko disebut menyerahkan kondensat bagian negara kepada PT TPPI dari kilang Senipah, kilang Bontang Return Condensate (BRC), dan kilang Arun tanpa dibuatkan kontrak kerja sama. Perjanjian itu juga tanpa jaminan pembayaran. TPPI tidak pernah mengirim formulir atau penawaran dan tidak menyerahkan jaminan berupa Open Credit/Irrevocable LC.

Jaksa mendakwa dua terdakwa tersebut dengan acuan hasil audit Badan Pemeriksaan Keuangan Republik Indonesia (BPK) RI Nomor 08/auditama/7.tdt/1.2016 tanggal 20 Januari 2016. BPK menghitung akibat perbuatan terdakwa ada kerugian lebih dari US$2,7 miliar (sekitar Rp35 triliun).

"Ini hasil resmi dari laporan Hasil Pemeriksaan investigatif BPK RI," kata Bima.

Sementara itu Raden Priyono menyatakan eksepsi atas surat dakwaan tersebut kepada majelis hakin. Hakim menerima pengajuan eksepsi terdakwa dan kuasa hukum. Sidang pun segera ditutup untuk dilanjutkan pekan depan dengan agenda pembacaan eksepsi terdakwa dan kuasa hukum.

Sedangkan dari JPU, Bima mengatakan mengenai eksepsi bahwa siap untuk menanggapinya. "Soal eksepsi dari terdakwa itu merupakan proses hukum yang biasa itu. Jadi tentu nanti kami akan menanggapi. Tapi pada prinsipnya kami sangat yakin dakwaan kami ini sudah cermat, jelas dan lengkap. Unsur-unsurnya sudah terpenuhi dan kerugian negara sudah jelas ada dari BPK," tandasnya.

(G-2)

 

BACA JUGA: