JAKARTA - Penciptaan lapangan kerja menjadi isu penting bagi pemerintahan saat ini, apa lagi diperkirakan pada 2025 akan terjadi ledakan angkatan kerja sebagai bentuk bonus demografi penduduk.

"Coba kita bayangkan, pada 2025, sebagai dampak dari bonus demografi, akan ada 148,5 juta pencari kerja," ujar Ketua Umum BPP Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Mardani H. Maming dalam keterangan yang diterima Gresnews.com, Rabu (29/01).

Maming mengatakan, dengan angkatan kerja sebanyak itu, sektor swasta bakal berperan penting dalam menyerap ledakan tenaga kerja. Tidak mungkin semua mau dijadikan Aparatur Sipil Negara (ASN), polisi, atau TNI. 

Karena itulah ia meminta agar tak ada pihak-pihak yang menghalangi lahirnya undang-undang penyederhanaan hukum atau Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Akhir bulan ini draf UU tersebut masuk ke DPR.

Maming mengingatkan, RUU itu nantinya tak semata-mata mempermudah dunia usaha. Lebih dari itu, targetnya adalah penciptaan lapangan kerja bagi ratusan juta pencari kerja generasi muda ke depan.

Sebab itu, ujar Maming, negara membutuhkan investasi swasta yang sangat besar untuk menciptakan lapangan kerja. Bila sektor swasta tak dilapangkan kiprahnya dalam mengembangkan usaha, ancaman pengangguran besar-besaran angkatan kerja terdidik pada 2025.

Meningkatnya jumlah pengangguran terdidik disebabkan kemudahan masyarakat mengakses pendidikan seperti sekolah gratis. Penikmat sekolah gratis itu sudah mulai berlulusan pada 2020. Dikatakannya, angkatan kerja Indonesia pada 2005 baru sekitar 106,8 juta. Namun kemudian meningkat pesat menjadi 148,5 juta pada 2025.

"Sebagai dampak dari bonus demografi. Ini tentu bisa menjadi bonus bagi perekonomian. Tapi bisa juga menjadi bencana atau window disaster bila angkatan kerja terdidik ini tidak punya pekerjaan,” ujar Maming.

Sebab itu, semua pihak wajib mendukung suksesnya UU Omnibus Law ini. Maming mengatakan, saat ini banyak sekali UU dan aturan yang menghambat lajunya investasi swasta di dalam negeri. Bahkan, Indonesia sudah jauh ketinggalan dibandingkan dengan berbagai negara Indochina lainnya dalam hal kemudahan berbisnis. (G-2)

BACA JUGA: