JAKARTA - Kepolisian telah menyatakan bahwa Staf Khusus Wakil Presiden Ma`ruf Amin, Lukmanul Hakim, masih berstatus sebagai saksi dalam perkara dugaan pemerasan dan pungutan liar atau pungli perpanjangan akreditasi sertifikasi halal Majelis Ulama Indonesia (MUI). Kepolisian menyebutkan pertimbangan penyidik menetapkan Lukmanul sebagai saksi lantaran tidak ditemukan bukti yang kuat bahwa yang bersangkutan ikut terlibat.

Kuasa hukum Mahmood Tatari, selaku pelapor, Ahmad Ramzy pun menanggapi pernyataan polisi terkait status Lukmanul Hakim. "Menurut saya bukan tidak ditemukan bukti yang cukup tetapi belum ditemukan bukti dikarenakan pelaku utama Mahmood Abo Annaser yang sudah jadi tersangka belum diambil keterangannya oleh penyidik," kata Ramzy kepada Gresnews.com, Jumat (13/12).

Dia mendorong polisi segera menangkap Mahmood Abo Annaser yang kini berada di luar negeri dengan menerbitkan red notice. Ramzy juga meminta agar polisi melibatkan bantuan Interpol untuk menangkap Mahmood Abo Annaser agar menjadi terang keterlibatan Lukmanul Hakim.

"Kami sudah memberikan bukti transkrip percakapan antara LH, MAN dan klien saya Mahmood Tatari. Dan ada pembicaraan terkait permintaan uang," ungkapnya.

Mahmood Tatari mengklaim memiliki bukti kuat adanya pemerasan yang dilakukan Mahmood Abo Annaser sebesar 50 ribu Euro untuk memperpanjang izin ke Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia (MUI). "Semua bukti whatsapp, email, dokumen termasuk rekaman suara sudah ada di kepolisian," katanya kepada Gresnews.com.

Kasus tersebut berawal sejak 2016 ketika Halal Control Jerman bermaksud mengurus kembali surat pengakuan atau rekognisi dari MUI terkait sertifikasi halal. Mahmoud Tatari menunggu hasil audit dan persetujuan perpanjangan sertifikasi halal dari LPPOM MUI yang tidak kunjung diteken sejak Agustus 2015.

Sementara masa rekognisi halal MUI terhadap Halal Control Jerman sudah kadaluarsa pada Februari 2016. Setelah dikirim auditor, semua difasilitasi, tetapi terkait korespondensi tidak ada tanggapan dari MUI. Sehingga muncullah pihak ketiga, Mahmoud Abo Annaser, warga negara New Zealand yang menghubungi Tatari.

Ia mengancam kalau tidak melakukan pembayaran akan dihentikan kontainer-kontainer di Indonesia. Hal itu membuat khawatir Mahmoud Tatari dan akhirnya meminta kepada Mahmoud Abo Annaser untuk dipertemukan oleh Direktur LPPOM MUI Lukmanul Hakim sebelum menyetujui pembayaran. Pertemuan ketiganya pun terjadi di Bogor pada Juni 2016 dan baru dilakukan transfer 50 ribu Euro setelah Mahmoud Tatari kembali ke Jerman.

Setelah dikonfirmasi ke pihak MUI ternyata Mahmoud Abo Annaser itu bukan merupakan konsultan di MUI. Padahal awalnya mengaku konsultan yang bisa menghadirkan Ketua LPPOM. "Memang bisa menghadirkan Ketua LPPOM MUI maka klien kami merasa percaya. Namun tahun berikutnya ada permintaaan lagi 50 ribu Euro, yang setelah dilakukan cek ke MUI teryata tidak ada permintaan.

Merasa ada kejanggalan dan telah diperas, Mahmoud Tatari melalui kuasa hukumnya, Ahmad Ramzy, melaporkan kasus tersebut ke Polres Bogor pada November 2017. Terlapor adalah Lukmanul Hakim dan Mahmoud Abo Annaser. (G-2)

BACA JUGA: