JAKARTA - Pemerintah telah mengonversikan piutang berupa pokok multiyears bond sebesar Rp2,62 triliun menjadi saham pada PT Tuban Petrochemical Industries. Nilai tersebut setara dengan 157.906 lembar saham, sehingga pemerintah saat ini memiliki 95,9% saham perusahaan tersebut.

Hal itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 66 Tahun 2019 tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke dalam Modal Saham PT Tuban Petrochemical Industries. PP yang diperoleh Gresnews.com tersebut diteken oleh Presiden Joko Widodo pada 19 September 2019 dan diundangkan pada 23 September 2019.

"Penambahan penyertaan modal negara ini ditindaklanjuti dengan peningkatan modal PT Tuban Petrochemical Industries melalui penerbitan saham baru," tulis peraturan tersebut, dikutip Jumat, (3/10).

Kendati telah mendapat suntikan modal, Tuban Petro masih menyisakan utang sekitar Rp700 miliar dari jumlah utang saat ini senilai Rp3,2 triliun. Sisa utang tersebut akan diangsur selama 10 tahun ke depan.

Tuban Petro merupakan induk/holding dari PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI). TPPI dirintis pada 1995 oleh PT Tirtamas Majutama yang dimiliki Honggo Wendratno yang sekarang berstatus buron (BACA: Klarifikasi dan Penjelasan Kejaksaan Agung Terhadap Posisi Perkara Honggo Wendratno). TPPI diserahkan kepada pemerintah lantaran Grup Tirtamas terlilit utang Rp3,2 triliun kepada sejumlah bank saat krisis moneter.

TPPI ini membuat repot banyak institusi pemerintah, salah satunya adalah PT Pertamina (Persero) yang diketahui memiliki piutang senilai US$500 juta di TPPI, dan dua kali TPPI dinyatakan gagal bayar utang (default) tersebut ke Pertamina.

Utang beserta bunganya tersebut semakin membengkak hingga saat ini. Tuban Petro pun didorong lewat Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) untuk menyelesaikan utang tersebut. Tuban Petro menerbitkan multiyears bond yang diserap pemerintah dan dilunasi 2014. Namun, skenario tersebut tidak berjalan.

Kilang yang dibangun dengan modal Rp4,4 triliun itu sempat mati suri bertahun-tahun akibat utang yang bertumpuk. Bila sudah bisa beroperasi optimal, produksi petrokimia bisa digenjot untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri hingga 80%. Saat ini produksi petrokimia dalam negeri RI hanya bisa memenuhi 40% kebutuhan. (G-2)

BACA JUGA: