JAKARTAPihak PT Alam Bukit Tigapuluh (ABT) Jambi membenarkan sebagian besar sahamnya dimiliki oleh PT Panda Lestari—perusahaan yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Yayasan WWF Indonesia. PT ABT itu tercantum dalam daftar 47 perusahaan yang masuk pengawasan dan penyelidikan oleh penegak hukum berkaitan dengan kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) tahun ini. WWF Indonesia merupakan lembaga berjaringan global yang selama ini dikenal memiliki fokus perhatian pada isu-isu lingkungan hidup, termasuk deforestasi dan karhutla.

"Saat ini pemegang mayoritas saham PT ABT adalah atas nama PT Panda Lestari," kata  Manajer Komunikasi PT ABT Nety Riana Sari SN kepada Gresnews.comKamis (3/10).

Perusahaan itu beroperasi berdasarkan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Restorasi Ekosistem Dalam Hutan Alam (IUPHHK-Restorasi Ekosistem). Dikutip dari laman resmi perusahaan izin PT ABT adalah berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor: 7/1 / IUPHHK- RE / PMDN / 2015 tanggal 24 Juli 2015 bertempat di Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi. Kawasan hutan areal konsesi PT ABT seluas 38.665 hektare. Areal kerja PT ABT adalah bekas IUPHHK-HA/HPH dari PT Dalek Hutani Esa, yang berakhir pada 2003—yang juga merupakan tempat tinggal penduduk asli Jambi tradisional, antara lain: Suku Anak Dalam, Talang Mamak, dan Melayu Tuo.

Kemunculan nama PT ABT itu dikutip oleh Gresnews.com dari dokumen Rekapitulasi Penegakan Hukum Terkait Karhutla Berdasarkan Jenis Perseroan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungna Hidup dan Kehutanan (Ditjen Gakkum KLHK) per 25 September 2019. Disebutkan bahwa luas lahan yang terbakar dalam konsesi perusahaan itu sebesar 20 hektare.

Dalam kolom Investor/Pemegang Saham/Aktor perusahaan tercantum nama tiga pihak:

  1. PT Panda Lestari;
  2. Drs. Marzuki Usman;
  3. Muhammad Senang Sembiring.

Data lainnya, merujuk pada Profil Perusahaan PT Panda Lestari yang tercatat di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan HAM, akta terakhir perusahaan itu tertanggal 29 Agustus 2018. Kedudukan perseroan di Graha Simatupang Tower II C Lt. 7, Jl. TB. Simatupang Kav. 38, Jatipadang, Jakarta Selatan. Modal disetor perusahaan sebesar Rp4,6 miliar.

Pemegang saham adalah:

  1. Yayasan WWF Indonesia sebanyak 4.598 lembar senilai Rp4.598.000.000;
  2. Dra. Supia Latifah Alisjahbana sebanyak 1 (satu) lembar senilai Rp1.000.000;
  3. Tati Sumiyati Darsoyo sebanyak 1 (satu) lembar senilai Rp1.000.000.

Pengurus perseroan adalah:

  1. Ir. Indra Prasetyo (Komisaris Utama);
  2. Aria Nagasastra (Komisaris)—juga sebagai Direktur Keuangan dan Administrasi Yayasan WWF Indonesia;
  3. Rina Ariyanti (Direktur).

Pada bagian lain, Nety menjelaskan, PT ABT telah berupaya keras mengatasi risiko kebakaran yang disebabkan oleh perambahan dan pembukaan lahan secara ilegal. “PT ABT juga telah berusaha maksimal mengatasi insiden kebakaran akibat dampak musim kemarau berkepanjangan,” kata Nety.

Sebagai catatan, Pasal 88 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) mengatur tentang apa yang disebut sebagai tanggung jawab mutlak (strict liability). “Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan.”

Penjelasan pasal tersebut adalah: “Yang dimaksud dengan ‘bertanggung jawab mutlak’ atau strict liability adalah unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar pembayaran ganti rugi. Ketentuan ayat ini merupakan lex specialis dalam gugatan tentang perbuatan melanggar hukum pada umumnya. Besarnya nilai ganti rugi yang dapat dibebankan terhadap pencemar atau perusak lingkungan hidup menurut Pasal ini dapat ditetapkan sampai batas tertentu.”

“Yang dimaksud dengan ‘sampai batas waktu tertentu’ adalah jika menurut penetapan peraturan perundang-undangan ditentukan keharusan asuransi bagi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan atau telah tersedia dana lingkungan hidup.” (G-1)

BACA JUGA: