JAKARTA - Pembangunan kota baru menjadi salah satu solusi untuk mengatasi urbanisasi. Seperti pembangunan di Jakarta, seiring dengan meningkatnya harga tanah maka kota-kota baru terbentuk di sekitar Jakarta. Namun, sayangnya, selama ini peran pemerintah dalam menata kota baru masih sangat minim.

"Dalam empat dekade ini pembangunan kota baru dilakukan swasta. Pemerintah hanya sebagai pengambil kebijakan," kata Direktur Eksekutif Dewan Pengurus Pusat (DPP) Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia Dani Muttaqin kepada Gresnews.com, Rabu (11/9).

Dani—yang menjadi salah satu pembicara pada sesi diskusi di Kongres Perencana Kota Sedunia ke-55 (55th ISOCARP World Congress)—menjelaskan, selama ini yang terjadi adalah pembangunan yang tak terencana. Pengusaha mengajukan lahan untuk dijadikan permukiman selama ada konsumennya maka itu menjadi tempat tinggal. Begitu pula pengembangan kota-kota di seputar Jakarta terjadi perencanaan yang diikuti pembangunan. Padahal seharusnya adalah pembangunan yang terencana. “Untuk mengatasi hal itu diperlukan koordinasi yang lebih baik antara sektor swasta dan pemerintah,” ujar Dani.

Kota harus benar dikelola sebab laju urbanisasi tak bisa dibendung. Misalnya populasi keseluruhan kota besar Jakarta tumbuh pada abad ke-20, dari sekitar 150.000 jiwa pada 1900-an menjadi sekitar 32 juta jiwa pada 2019.

Data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyebutkan pada 2035, 66% orang Indonesia akan tinggal di daerah perkotaan. Tentu dampaknya besar karena keadaan ini mengarah kepada perubahan sosial-ekonomi dan pergeseran budaya. Selain itu, akan berdampak pula pada kebijakan nasional dan perkotaan, termasuk sektor perumahan dan permukiman. (G-2)

BACA JUGA: