JAKARTA - Mengurai perkara Meikarta seperti melepas benang yang kusut. Satu per satu mesti diurai hingga ketahuan ujung dan pangkalnya. Kasus itu tidak selesai begitu saja dengan diputusnya perkara atas nama terdakwa Billy Sindoro dan mantan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dkk di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat.

Ahli Hukum Universitas Brawijaya Sukarmi menegaskan dalam kasus ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak boleh berhenti pada kasus suap individu saja. "Sudah harus merambah pada kejahatan korporasi mengingat pengambil manfaat dari perizinan adalah perusahaan," kata Sukarmi yang juga mantan Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) itu kepada Gresnews.com, Kamis (22/8).

Menurut Sukarmi, kasus itu juga bisa sampai pada pemegang saham pengendalinya. Tentu saja bila terbukti adanya suatu hal yang berkaitan dengan tindak pidana asal.

Sementara itu, Direktur Komunikasi Publik Lippo Group Danang Kemayan Jati sudah dihubungi oleh Gresnews.com melalui Whatsapp, Kamis (22/8), namun belum membalas.

Berdasarkan riset Gresnews.com, sepanjang periode perbuatan pidana yang terbukti di pengadilan tersebut, PT Lippo Cikarang, Tbk melakukan sejumlah aksi korporasi hingga hari ini—melibatkan pula perusahaan cangkang di luar negeri. Salah satu dampaknya adalah perubahan komposisi kepemilikan saham perusahaan yang menyebabkan PT Lippo Cikarang Tbk tidak lagi bertindak sebagai pemegang saham pengendali PT Mahkota Sentosa Utama (MSU)—selaku pengembang Meikarta.

PT Mahkota Sentosa Utama (MSU) tidak lagi berkedudukan sebagai entitas anak PT Lippo Cikarang, Tbk tapi sebagai entitas asosiasi.

Aksi korporasi terbaru, untuk penambahan modal proyek Meikarta, PT Lippo Cikarang, Tbk melakukan rights issue (HMETD) dengan dana terhimpun Rp2,9 triliun yang ditetapkan pada 27 Juni 2019. Dana itu dipinjamkan kepada MSU untuk proyek Meikarta.

LPCK sendiri disebut sebenarnya masih memiliki 49,72% saham MSU secara tidak langsung melalui PT Megakreasi Cikarang Permai (MKCP).

Dikutip dari Laporan Keuangan Triwulan I Tahun 2019 PT Lippo Cikarang, Tbk, sepanjang menyangkut perkara Meikarta, ditulis sebagai berikut: “Sejak tanggal 15 Oktober 2018, Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan pemeriksaan terhadap beberapa orang atas dugaan suap terkait pengajuan perijinan proyek Meikarta yang dimiliki oleh PT Mahkota Sentosa Utama (MSU), entitas asosiasi.

Sampai dengan tanggal persetujuan penerbitan laporan keuangan konsolidasian, kasus ini telah memasuki tahap persidangan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Bandung. Manajemen Perusahaan sedang melakukan evaluasi atas hasil persidangan dan penyelesaian kasus ini dan belum dapat mengambil kesimpulan serta terdapat ketidakpastian atas potensi dampak hukum yang mungkin dapat ditimbulkan dari proses pemeriksaan kasus ini terhadap Perusahaan dan MSU, entitas asosiasi.”

Terdapat perubahan penting dari sisi status perusahaan PT Mahkota Sentosa Utama (MSU) dari sebelumnya sebagai entitas anak perusahaan PT Lippo Cikarang, Tbk menjadi sekarang sebagai entitas asosiasi. PT Lippo Cikarang, Tbk tidak lagi menjadi pengendali perusahaan yang memiliki proyek Meikarta tersebut. Dikutip dari Laporan Keuangan Triwulan I Tahun 2019 PT Lippo Cikarang, Tbk, pada 1 Februari 2017, pemegang saham MSU, yakni PT Megakreasi Cikarang Permai (MKCP) dan PT Great Jakarta Inti Development (GJID), menyetujui masuknya Peak Asia Investment Pte. Ltd (PEAK) sebagai pemegang saham.

Lalu, pada 10 Maret 2017, bergabung ke dalam MSU yakni Hasdeen Holding Ltd (HH)—sebuah perusahaan yang didirikan di British Virgin Island—secara tidak langsung melalui penempatan saham di PEAK senilai US$300 juta. Pada 15 Maret 2017 terdapat perjanjian investasi antara MKCP, GJID, dan PEAK—yang direvisi pada 7 Februari 2018 dan 11 Mei 2018—yang menyepakati masuknya pemegang saham baru di MSU, yaitu Masagus Ismail Ning (IN), dengan cara penjualan 14 ribu lembar saham PEAK kepada IN seharga Rp14.

PT Lippo Cikarang, Tbk lalu melepas seluruh saham di PEAK kepada Hasdeen Holdings Limited seharga US$1. Kemudian MSU menerbitkan 14 ribu lembar saham baru yang diambil oleh PEAK setelah dimiliki Hasdeem Holding Ltd. (HH) dengan harga Rp4.050.000. Akibat peningkatan modal pada MSU dan pelepasan seluruh kepemilikan saham di PEAK, PT Lippo Cikarang Tbk kehilangan pengendalian atas MSU dan tidak mengkonsolidasi MSU. (G-2)

PT Lippo Cikarang, Tbk sendiri melakukan ‘beres-beres’ internal. Cermati perubahan komposisi kepemilikan sahamnya pada periode Juni-Juli 2019. PT Kemuning Satiatama yang pada Juni 2019 hanya menguasai 42,2%, per 31 Juli 2019 telah menguasai 77,84%. Credit Suisse AGSG TRACCL PT Metropolis Propertindo Utama yang menguasai 11,68% pada Juni 2019, per 31 Juli 2019 susut menjadi 3,03%. Sisanya dipegang masyarakat. (G-2)

BACA JUGA: