JAKARTAPerseteruan antara Fahri Hamzah dan elite Partai Keadilan Sejahtera (PKS) belum juga usai. Kendati telah ada putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang memuat ganti rugi immateriil secara tunai sebesar Rp30 miliar, namun PKS enggan menjalankan eksekusi. Fahri pun mengajukan permohonan sita aset (berupa gedung, mobil, motor dsb) lima pimpinan PKS sebagai ‘jaminan’ untuk pelaksanaan eksekusi pada 22 Juli 2019.

"Tergantung apakah Fahri saat menggugat mengajukan permohonan sita atas aset-aset tergugat sebagai jaminan eksekusi," kata pengamat hukum W. Riawan Tjandra kepada Gresnews.com yang menanyakan apa yang bisa dilakukan oleh penggugat dan pengadilan dalam perkara ini, Selasa (13/8).

Ia menegaskan putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkrachtharus dilaksanakan sesuai dengan diktum putusan MA. Kendati pihak PKS telah mengajukan Peninjauan Kembali (PK) namun hal tersebut tidak menunda eksekusi putusan kasasi. PK merupakan upaya hukum yang bersifat luar biasa dengan alasan-alasan yang spesifik.

Pihak penggugat yakni Fahri telah mengajukan permohonan eksekusi sehingga bisa segera dilaksanakan. Sementara itu pihak Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan kepada Gresnews.com, Senin (12/8), menyatakan berkas permohonan sita itu masih ditelaah oleh ketua pengadilan untuk menentukan aset mana saja yang bisa dilakukan sita.

Posisi terbaru kasus Fahri vs PKS ini adalah pada eksekusi putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (putusan kasasi Nomor: 1876 K/Pdt/2018 tertanggal 30 Juli 2018) yang menolak kasasi pihak PKS. Khusus mengenai ganti kerugian imateriil sebesar Rp30 miliar, hakim kasasi memberikan pertimbangan sebagai berikut: “Putusan pengadilan juga harus memberi pesan agar tiap subjek hukum tanpa kecuali tidak dengan mudah melakukan perbuatan melawan hukum karena setiap perbuatan melawan hukum menimbulkan akibat-akibat hukum. Oleh karena itu, petitum ganti kerugian imaterial yang dikabulkan oleh Judex Facti dapat dibenarkan.” (G-2)

BACA JUGA: