JAKARTA - Proses eksekusi suatu perkara tidaklah mudah. Tidak ada jaminan bahwa nilai gugatan yang kecil mudah dieksekusi, apalagi besar. Begitu pula yang terjadi dalam kasus anggota DPR Fahri Hamzah versus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

"Pada dasarnya eksekusi adalah murni kewenangan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Sampai hari ini ketua PN masih menelaah berkasnya," kata Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) Achmad Guntur kepada Gresnews.com saat ditemui di PN Jakarta Selatan, Senin (12/8).

Ia menjelaskan dengan adanya putusan kasasi Mahkamah Agung terkait perkara Fahri dengan PKS maka sudah berkekuatan hukum tetap (Inkracht). Pihak penggugat yakni Fahri juga telah mengajukan permohonan eksekusi sehingga bisa segera dilaksanakan.

Sementara itu, pihak PKS telah mengajukan Peninjauan Kembali (PK) namun hal itu tidak menunda eksekusi. Adanya PK ini membuat ketua PN Jaksel menelaah apa saja nanti barang-barang yang dapat disita eksekusi. Karena putusan yang dijatuhkan oleh Hakim MA adalah pembayaran sejumlah uang tunai sebesar Rp30 miliar.

Permohonan eksekusi sita barang-barang milik lima petinggi PKS dan barang apa saja yang harus disita itu sudah ada dalam berkas pengajuannya. Sebagai informasi, lima orang pejabat PKS yang diancam Fahri akan disita barang-barangnya, yakni Abdul Muiz Saadih, Hidayat Nur Wahid, Surahman Hidayat, Mohamad Sohibul Iman, dan Abdi Sumaithi.

Sebelumnya pihak Fahri Hamzah sudah mengajukan proses penyitaan aset milik lima pejabat PKS serta aset di Gedung Dewan Pengurus Pusat (DPP) untuk disita dan dilelang. Ada delapan aset, berupa bangunan, mobil, motor juga barang-barang di DPP PKS. Barang sitaan tersebut ada di bangunan tanah dan gedung di kawasan Jakarta Pusat, Selatan dan Jabodetabek. (G-2)

BACA JUGA: