JAKARTA - Kasus korupsi penjualan kondensat bagian negara oleh (dahulu) BP Migas kepada PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) adalah beban sejarah yang tak bisa dianggap enteng. Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri pernah menyebut itulah kasus korupsi terbesar sepanjang sejarah: merugikan negara Rp37 triliun. Apalagi, tersangka utama kasus ini yakni bekas Presiden Direktur PT TPPI Honggo Wendratno berstatus buron.

Kasus TPPI bertalian dengan perkara megakorupsi lainnya yaitu Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). TPPI didirikan pada 1995 oleh Hashim Djojohadikusumo (adik Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto) bersama dengan Honggo Wendratno dan Njoo Kok Kiong alias Al Njoo. Pada 1998, seluruh saham TPPI diserahkan ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Kasus TPPI terjadi pada 2008-2011.

Kasus TPPI bergerak liar kemana-mana. Eks Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN Persero) Nur Pamudji menjadi tersangka korupsi berkaitan dengan penunjukkan TPPI dalam transaksi pembelian BBM jenis High Speed Diesel (HSD) melalui Tuban Konsorsium—dimana TPPI juga pengendalinya—yang diduga merugikan negara Rp188 miliar. Dalam waktu dekat perkara ini akan dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Honggo juga menjadi tersangka dalam perkara ini. Sementara itu tersangka lainnya adalah mantan Deputi Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono, serta mantan Kepala BP Migas Raden Priyono.

Dari sisi keuangan negara, perkara ini menjadi beban yang besar. “Piutang Jangka Panjang Lainnya pada BA 999.99 sebesar Rp2.047.499.709.524 merupakan piutang migas yang berasal dari PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (PT TPPI) yang tergolong dalam kategori piutang macet,” demikian Gresnews.com mengutip Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2018 (Audited).

Secara politik, Presiden Joko Widodo menyatakan ingin menjadikan Tuban sebagai Kawasan Industri Petrokimia di Indonesia. “Ini keputusan politik yang saya putuskan,” kata Jokowi di laman setkab.go.id. Dengan beroperasinya TPPI pengolahan premium dalam negeri dapat mengurangi impor 20% (61 ribu barel per hari).

Perjalanan perkara TPPI ini ruwet. Antar lembaga negara tak seiring. BPK menyatakan secara umum kasus TPPI ini merugikan negara Rp8,5 triliun. Tapi, berdasarkan dokumen yang diperoleh Gresnews.com, yaitu pendapat hukum (Legal Opinion) Kejagung, dinyatakan tidak ada kerugian negara dan hanya merupakan peristiwa keperdataan. Kejagung membuat Legal Opinion atas permintaan Raden Priyono—yang justru menjadi tersangka di Polri—pada 2011. Lalu Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (saat itu) Burhanuddin memproses dan ditembuskan kepada Jaksa Agung Basrief Arief.

BACA: Ungkap Peran Honggo atau Kasus TPPI Antiklimaks

Bagaimana membayar utang TPPI ke Pertamina dkk? Restrukturisasi juga rumit. Dokumen Akta PT TPPI terakhir per 24 Mei 2019, yang diperoleh Gresnews.com, menunjukkan begitu kompleksnya penguasaan saham TPPI saat ini. TPPI adalah perusahaan modal asing (PMA) yang berkedudukan di Patra Jasa Office, Jakarta Selatan dengan total modal disetor Rp3,35 triliun (Rp846 miliar merupakan modal lama per 8 Desember 2008 dan Rp2,5 triliun merupakan konversi piutang kreditor menjadi modal ditempatkan berdasarkan RUPS 5 Agustus 2014).

Dalam daftar pemegang saham TPPI terdapat nama perusahaan BUMN yakni PT Pertamina (Persero), PT Adhi Karya (Persero) Tbk, dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. Nama beberapa pengurusnya terdengar asing. Misalnya, Antoine Dominique Francois Fagniez (komisaris) asal Singapura. Kedudukan pemegang sahamnya bervariasi: Jakarta, Singapura, Tokyo, hingga Rotterdam.

Nyatanya, Pertamina baru menguasai 49% saham. Selanjutnya berturut-turut adalah PT Tuban Petrochemical Industries (19%), dan Vitol B.V (9%).

Susunan pemegang saham selengkapnya adalah:

  • BA Asia Limited (Hongkong) sebanyak 15.860 lembar (Rp3,5 miliar);
  • Itochu Corporation (Tokyo) sebanyak 32.106 lembar (Rp7,1 miliar);
  • Java Energy Resources Pte Ltd (Singapura) sebanyak 35.739 lembar (Rp8 miliar);
  • Kartini Muljadi (Jakarta) sebanyak 4.514 lembar (Rp1 miliar);
  • Nippon Catalyst (Singapura) sebanyak 674.376 lembar (Rp151 miliar);
  • Nomura Singapore Limited (Singapura) sebanyak 7.467 lembar (Rp1,6 miliar);
  • Perseroan qq BA Robertson Stephens International Ltd (Jakarta) sebanyak 4.596 lembar (Rp1 miliar);
  • Perseroan qq John Brown (Jakarta) sebanyak 33.528 lembar (Rp7,5 miliar);
  • Perseroan qq PT Berdikari Pondasi Perkasa (Jakarta) sebanyak 3.832 lembar (Rp858,3 juta);
  • Perseroan qq PT Sofresid Supraco Indonesia (Jakarta) sebanyak 5.944 lembar (Rp1,3 miliar);
  • Perseroan qq PT Trans-Pacific Polyethylene Indonesia sebanyak 10.881 lembar (Rp2,4 miliar);
  • Perseroan qq PT Trans-Pacific Polyethylene Indonesia (Jakarta) sebanyak 13.756 lembar (Rp3 miliar)
  • Perseroan qq PT Trans-Pacific Styrene Indonesia (Jakarta) sebanyak 1.628 lembar (Rp364,6 juta);
  • Perseroan qq Societe Generale Asia Limited (Jakarta) sebanyak 1.931 lembar (Rp432,5 juta);
  • Perseroan qq PT Trans Pacific Petrochemical (Jakarta) sebanyak 4.038 lembar (Rp904,5 juta);
  • PT Adhi Karya (Persero) Tbk (Jakarta) sebanyak 21.390 lembar (Rp4,7 miliar);
  • PT Inti Karya Persada Tehnik (Jakarta) sebanyak 26.120 lembar (Rp5,8 miliar);
  • PT Media Lintas Buana (Jakarta) sebanyak 5.484 lembar (Rp1,2 miliar);
  • PT Pertamina (Persero) (Jakarta) sebanyak 7.272.976 lembar (Rp1,6 triliun);
  • PT Polytama Propindo (Jakarta) sebanyak 1.012.669 lembar (Rp226,8 miliar);
  • PT Sumberdaya Sewatama (Jakarta) sebanyak 4.650 lembar (Rp1 miliar);
  • PT Tuban Petrochemical Industries (Jakarta) sebanyak 2.868.024 lembar (Rp642,4 miliar);
  • PT Tuban Steel Work (Semarang) sebanyak 1.469 lembar (Rp329 juta);
  • PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (Jakarta) sebanyak 21.389 lembar (Rp4,7 miliar);
  • Skadden, Arps, Slate, Meagher, Flom (Singapura) sebanyak 12.729 lembar (Rp2,8 miliar);
  • Sojitz Corporation (Tokyo) sebanyak 160.531 lembar (Rp35,9 miliar);
  • Tuban Breakwater Pte Ltd (Singapura) sebanyak 20.134 lembar (Rp4,5 miliar);
  • Tuban Petrochemicals Pte Ltd (Singapura) sebanyak 770.549 lembar (Rp172,6 miliar);
  • UOP LLC (Jakarta) sebanyak 601.869 lembar (Rp134,8 miliar);
  • Vitol B.V (Belanda) sebanyak 1.318.305 lembar (Rp295,3 miliar).

Sang buron, Honggo, tetap menjadi kunci kasus ini. Ahli Hukum Pidana Abdul Fickar Hadjar kepada Gresnews.com, Rabu (7/8), menyatakan bisa menjadi pilihan untuk menyidangkan Honggo secara in absentia. (G-1)

 

BACA JUGA: