JAKARTA - Pemerintah disarankan membentuk peraturan khusus untuk mengawal putusan dari pengadilan yang berkaitan dengan sengketa perseroan untuk pemulihan hutan, dengan berkaca pada kesulitan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melakukan eksekusi setelah memenangkan kasus perdata melawan PT National Sago Prima (NSP), anak usaha PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO).

"Memang menjadi dilema bagi KLHK. Banyak putusan pengadilan yang memenangkan KLHK, namun hanya kemenangan di atas kertas saja," kata pengamat hukum lingkungan dari Universitas Padjadjaran Bandung, Jawa Barat, Prof. Ida Nurlinda, kepada Gresnews.com, Sabtu (2/8).

Menurut Ida, kesulitan itu bertambah berat karena eksekusi tersebut menyangkut lintas lembaga. Untuk mendorong itu maka perlu ada semacam aturan dari presiden yang mengawal eksekusi putusan tersebut atau semacam surat edaran dari Mahkamah Agung (MA) yang mendorong pengadilan mengeksekusi putusan-putusan tersebut.

MA telah mengabulkan kasasi KLHK atas kasus perdata melawan PT NSP pada akhir tahun lalu, namun hingga kini eksekusinya belum juga dilakukan. Gugatan itu awalnya diajukan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan atas kebakaran yang terjadi di konsesi perusahaan seluas 3.000 hektare di Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.

PN Jakarta Selatan pun menghukum PT NSP untuk membayar ganti rugi lingkungan hidup sebesar Rp319,17 miliar sesuai tuntutan dan biaya pemulihan lingkungan sebesar Rp753 miliar. Total NSP harus membayar Rp1,07 triliun. Perkara ini berkekuatan hukum tetap di tingkat kasasi sejak dikeluarkannya putusan MA pada 17 Desember 2018. (G-2) 

 

BACA JUGA: