Berita seorang atlet senam SEA Games 2019 dipulangkan karena diduga tidak perawan, ramai diperbincangkan. Sebagian masyarakat langsung memberikan komentar-komentar pedas dan tuduhan kepada tim pelatih yang dianggap memulangkan atlet dengan alasan yang tidak masuk akal tersebut. Pihak tim pelatih senam SEA Games atau kontingen SEA Games 2019 membantah kabar tersebut dan menyebut pencoretan atlet itu karena prestasinya melorot.

Lalu bagaimana proses klarifikasi terhadap media/pers dari pihak yang dituduh atau penyebab terjadinya sebuah peristiwa?

Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah.

Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers, terdapat Hak Jawab dan Hak Koreksi dan perusahaan pers harus melayani hak tersebut.

Hak Jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya. Sedangkan Hak Koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.

Namun demikian setiap media atau pers melalui wartawannya harus memegang Kode Etik Jurnalistik sebagai panduan dalam bekerja. Kode Etik Jurnalistik menjelaskan Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah. (NHT)

BACA JUGA: