Nama First Travel tentu sudah tidak asing lagi di telinga kita. Pemilik First Travel Andika Surachman dan Anniesa Desvitasari telah mendapatkan hukuman dari majelis hakim kasasi yang masing-masing dihukum penjara 20 tahun dan 18 tahun dan membayar denda sebesar Rp10 miliar atas tindak pidana Penipuan dan Penggelapan serta Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Putusan tersebut tertuang dalam putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 3096K/pid.sus/2018.

Ada hal  yang menarik dalam isi putusan tersebut yakni tentang barang-barang bukti yang merupakan hasil kejahatan yang dilakukan pemilik First Travel  harus dirampas untuk negara. Terkait hal tersebut kita coba melihat apa landasan hukum MA memberikan putusan seperti itu.

Dalam putusan MA Nomor 3096K/pid.sus/2018 dinyatakan sebagai berikut:

1. Bahwa terhadap barang bukti Nomor urut 1 sampai dengan nomor urut 529, pemohon Kasasi I/Penuntut Umum sebagaimana memori Kasasinya memohon agar barang-barang bukti tersebut dikembalikan kepada para calon Jemaah PT First Anugerah Karya Wisata melaui Pengurus Pengelola Asset Korban First Travel berdasarkan akta Pendirian Nomor 1, tanggal 16 April 2018 yang dibuat dihadapan Notaris Mafruchah Mustikawati, SH., M.Kn untuk dibagikan secara proporsional dan merata; akan tetapi sebagaimana fakta hukum di Persidangan ternyata Pengurus Pengelola Asset Korban First Travel menyampaikan surat dan pernyataan penolakan menerima pengembalian barang bukti tersebut;

2. Bahwa sebagaimana fakta di persidangan, barang-barang bukti tersebut merupakan hasil kejahatan yang dilakukan oleh para Terdakwa dan disita dari para Terdakwa yang telah terbukti selain melakukan tindak pidana Penipuan juga terbukti melakukan tindak pidana Pencucian Uang. Oleh karenanya berdasarkan ketentuan Pasal 39 KUHP juncto Pasal 46 KUHAP barang-barang bukti tersebut dirampas untuk Negara.

Adapun bunyi Pasal 39 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 46 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana adalah sebagai berikut:

1. Barang-barang kepunyaan terpidana yang diperoleh dari kejahatan atau yang sengaja dipergunakan untuk melakukan kejahatan, dapat dirampas;

2. Dalam hal pemidanaan karena kejahatan yang tidak dilakukan dengan sengaja atau karena pelanggaran, dapat juga dijatuhkan putusan perampasan berdasarkan hal-hal yang ditentukan dalam undang-undang;

3. Perampasan dapat dilakukan terhadap orang yang bersalah yang diserahkan kepada pemerintah, tetapi hanya atas barang-barang yang telah disita.

Sedangkan Pasal 46 menyatakan:

1. Benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka dan siapa benda itu disita, atau kepada orang atau kepada mereka yang paling berhak apabila:

a. kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi;

b. perkara tersebut tidak jadi dituntut karena tidak cukup bukti atau ternyata tidak merupakan tindak pidana;

c. perkara tersebut dikesampingkan untuk kepentingan umum atau perkara tersebut ditutup demi hukum, kecuali apabila benda itu diperoleh dan suatu tindak pidana atau yang dipergunakan untuk melakukan suatu tindak pidana.

2. Apabila perkara sudah diputus maka benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka yang disebut dalam putusan tersebut, kecuali jika menurut putusan hakim benda itu dirampas untuk negara, untuk dimusnahkan atau untuk dirusakkan sampai tidak dapat dipergunakan lagi atau jika benda tersebut masih diperlukan sebagal barang bukti dalam perkara lain.

(NHT)

BACA JUGA: