Belum lama disahkan oleh DPR RI, perubahan kedua atas Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Bahkan sudah dua permohonan pengujian materiil undang-undang tersebut masuk dan dilakukan persidangan di MK.

Lantas bagaimana syarat pengujian undang-undang di MK?

Sebelum menjelaskan syarat-syarat untuk pengujian undang-undang di MK, kita harus mengetahui terlebih dahulu soal kewenangan MK. Kewenangan tersebut didasarkan pada Pasal 24C ayat (1) UUD 1945  “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar.”

Kemudian UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang telah diubah dengan UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Adapun syarat pengujian undang-undang didasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK menyatakan pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu yang pertama perorangan Warga Negara Indonesia, kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang, badan hukum publik dan privat, atau lembaga Negara.

Selain itu, berdasarkan  putusan Mahkamah Konstitusi nomor 006/PUU-III/2005 untuk dapat dikatakan ada kerugian hak atau kewenangan konstitusional harus dapat dipenuhi syarat-syarat sebagi berikut:

  1. Adanya hak konstitusional pemohon yang diberikan UUD 1945.
  2. Bahwa hak konstitusional pemohon tersebut di anggap oleh pemohon telah dirugikan oleh suatu undnag-undang yang di uji.
  3. Bahwa kerugian konstitusional pemohon yang di maksud bersifat spesifik dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi.
  4. Adanya hubungan sebab-akibat (causal verband) antara kerugian dan berlakunya undang-undang yang dimohonkan untuk diuji.
  5. Adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi.

(NHT)

BACA JUGA: