Riani Rachmawati, Universitas Indonesia dan As Syahidah Al Haq, Australian National University

Pemerintah Indonesia mengeluarkan Program Kartu Prakerja sebagai implementasi janji kampanye Presiden Joko “Jokowi” Widodo yang ditujukan untuk mengatasi permasalahan pengangguran, terutama akibat keahlian pekerja yang seringkali tidak relevan dengan kebutuhan pasar tenaga kerja.

Pengangguran di Indonesia sendiri sudah mencapai 6,88 juta orang pada Februari lalu, naik 60 ribu orang dibanding tahun sebelumnya.

Program ini sendiri menargetkan 5,6 Juta orang warga negara Indonesia berusia 18 tahun yang sedang tidak menempuh pendidikan formal atau pencari kerja muda.

Pemerintah menyiapkan anggaran sebesar Rp 20 triliun untuk program ini dengan jatah sebesar Rp 3,55 juta untuk setiap peserta.

Tiga kelemahan Kartu Prakerja

Terlepas dari besarnya anggaran yang telah disediakan pemerintah, ada beberapa aspek yang menjadi catatan dalam pelaksanaan program Kartu Prakerja.

  1. Peserta tidak diarahkan ke industri unggulan.

    Sebelum menawarkan pelatihan, pemerintah tidak mengumumkan industri spesifik apa yang menjadi unggulan Indonesia, dalam jangka pendek dan jangka panjang, apakah itu sektor manufaktur, perdagangan, atau jasa.

    Hal ini menyebabkan peserta menentukan sendiri program pelatihan yang ingin diikuti, tanpa mengetahui industri apa yang akan dikembangkan dan keahlian apa yang diperlukan oleh industri tersebut.

    Sebagai contoh, “pelatihan ojek online” menempati permintaan tertinggi pelatihan per April 2020 dengan total pembelian sebanyak 15.735.

    Padahal pasar ini mulai kelebihan tenaga kerja. Selain itu, program pelatihan tersebut tidak menambah keahlian baru. Ketrampilan mengemudikan sepeda motor dan menggunakan ponsel adalah keahlian dasar yang mayoritas sudah dimiliki pekerja muda.

  2. Tidak memberikan informasi kepada peserta mengenai keahlian apa yang dibutuhkan oleh industri potensial.

    Pemerintah memberikan kebebasan kepada peserta Kartu Prakerja untuk memilih pelatihan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan sesuai dengan informasi yang dimiliki pekerja.

    Padahal, perkembangan teknologi telah mengubah jenis keterampilan yang diharapkan di pasar tenaga kerja.

    Dengan kebebasan yang diberikan, bisa saja pelatihan yang diinginkan oleh peserta bukanlah jenis keterampilan yang dicari di pasar tenaga kerja, sehingga peserta tetap mengalami kesulitan mendapatkan pekerjaan.

  3. Desain dan konten pelatihan belum memastikan terpenuhinya ketrampilan yang dibutuhkan.

    Dilihat dari judul-judul pelatihan yang banyak dibeli dan desain pelatihan yang memberikan kebebasan kepada peserta untuk memilih, sangat mungkin peserta memilih keahlian yang sebenarnya sudah dikuasai sebelumnya.

    Apabila peserta memilih pelatihan yang sudah dikuasai, maka tujuan program untuk mendapatkan keahlian baru, meningkatkan keterampilan di bidang yang telah ditekuni, atau beralih bidang yang baru akan sulit dicapai.

Apa yang bisa dilakukan

Dengan berbagai permasalahan di atas, kemampuan Program Kartu Prakerja dalam membekali pekerja dengan keahlian yang relevan untuk meningkatkan keahliannya dipertanyakan.

Berikut ini adalah beberapa strategi yang perlu pemerintah lakukan dalam mendesain dan melaksanakan Program Kartu Prakerja ke depan:

  1. Memastikan program yang ditawarkan relevan dengan kebutuhan industri

    Pemerintah perlu menetapkan industri dan sektor mana saja yang memiliki potensi sebagai pemberi kerja dalam jangka pendek dan jangka panjang.

    Setelah kebijakan industri ditetapkan, maka pelatihan calon pekerja bisa fokus terhadap kebutuhan industri tersebut.

    Tanpa mengetahui industri unggulan yang ditetapkan, pelatihan tidak dapat membantu banyak dalam meningkatkan keahlian pencari kerja dan mengurangi jumlah pengangguran muda.

  2. Pemerintah perlu memetakan keahlian yang dibutuhkan

    Untuk mengurangi ketidakcocokan antara keahlian tenaga kerja dengan apa yang diharapkan perusahaan, pemerintah perlu memetakan keahlian-keahlian apa yang dibutuhkan dan mendorong calon pekerja menguasai keahlian tersebut.

    Pelatihan harus memberikan keterampilan yang dibutuhkan oleh pemberi kerja.

    Menentukan keahlian yang dibutuhkan perusahaan bukan pekerjaan yang mudah. Perlu adanya keterlibatan pemerintah, pemberi kerja, serikat pekerja, dan lembaga pendidikan dan pelatihan.

  3. Pemilihan materi dan metode pelatihan yang lebih ketat

    Untuk memastikan peserta mendapatkan keahlian baru, pemerintah perlu melakukan penyeleksian terhadap materi, metode, dan desain pemilihan pelatihan yang lebih ketat.

    Untuk memastikan desain dan materi program pelatihan dapat meningkatkan keterampilan dan produktivitas pekerja, pemerintah harus memilah materi pelatihan terbaik.

    Ketimbang menawarkan ribuan jenis pelatihan, lebih baik menawarkan pelatihan dengan materi yang benar-benar dibutuhkan di pasar kerja.

    Selain materi pelatihan, pemerintah perlu memastikan bahwa metode yang digunakan oleh penyelenggara pelatihan tepat dan efektif sehingga membuat peserta mampu menguasai ketrampilan dengan baik. Materi pelatihan yang berbeda membutuhkan metode pelatihan yang juga berbeda.

  4. Pemerintah perlu membuat profil peserta

    Saat ini calon peserta hanya menyertakan biodata singkat dan tidak ada detail tentang keahlian apa yang sudah dimiliki.

    Untuk itu pemerintah perlu menyediakan fitur untuk membuat profil peserta lengkap dengan keahlian yang sudah mereka miliki sehingga mereka tidak dapat memilih materi pelatihan yang sudah dikuasainya.

    Pemerintah akan mengumpulkan profil-profil dalam data base untuk melakukan pelacakan pengembangan keahlian-keahlian dari para peserta program kartu Prakerja.

  5. Pemerintah harus memiliki mekanisme pengukuran efektivitas pelatihan

    Harus ada mekanisme untuk mengukur efektivitas program Kartu Prakerja dalam mengurangi tingkat pengangguran di Indonesia.

    Efektivitas sebuah program tidak akan diketahui jika tidak ada pengawasan terhadap program tersebut.

Ahli manajemen asal Amerika Serikat Donald L. Kirkpatrick menentukan empat indikator yang bisa digunakan untuk mengukur efektivitas program pelatihan, yaitu: sejauh mana reaksi peserta, pembelajaran yang didapatkan peserta, perubahan perilaku peserta, dan hasil akhir dari pelatihan.

Peningkatan keterampilan tenaga kerja adalah bidang yang harus ditangani secara serius oleh pemerintah mengingat semakin tingginya peran mereka dalam menarik investasi.The Conversation

Riani Rachmawati, Lecturer in Industrial Relations and Human Resources Management, Universitas Indonesia dan As Syahidah Al Haq, Peneliti di Lembaga Lem, Australian National University

Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.

BACA JUGA: