Erwin Bramana Karnadi, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya

Artikel ini adalah bagian dari serial untuk merayakan Hari Ibu yang jatuh pada 22 Desember.


Perempuan mendapat upah yang lebih rendah daripada laki-laki. Butuh waktu 202 tahun bagi kaum Hawa agar mendapat upah yang setara dengan kaum Adam, menurut data World Economic Forum pada 2018.

Saya adalah peneliti yang menggunakan statistik untuk mengkaji sistem ekonomi. Penelitian saya terkait kesenjangan upah antar gender di Indonesia menunjukkan sebuah tren menarik, yakni seiring lamanya seorang perempuan bekerja, mereka cenderung mendapat upah yang setara atau bahkan lebih tinggi daripada laki-laki.

Penelitian saya menunjukkan bahwa kesenjangan upah antara dua kelompok berdasarkan jenis kelamin itu hanya terjadi pada perempuan yang berusia di bawah 30 tahun.

Berdasarkan data kami yang dihimpun pada 2017 menunjukkan bahwa rata-rata perempuan mendapatkan upah 21,64% lebih rendah dibanding laki-laki. Namun, bagi mereka yang berusia 30 tahun dan ke atas, baik laki-laki maupun perempuan cenderung mendapatkan upah yang setara selama keduanya berusia sama, memiliki lama pengalaman kerja sama, dan memiliki tingkat pendidikan yang sama serta bekerja di bidang yang sejenis.

Hanya, banyak kaum Hawa yang berhenti bekerja sebelum mencapai tahap tersebut. Perempuan yang memiliki anak biasanya tidak lagi fokus pada kariernya karena beban mengasuh anak biasanya jatuh kepada mereka. Penelitian kami menemukan bahwa hanya 18,5% manajer tingkat atas di Indonesia yang berasal dari kaum Hawa.

Temuan

Untuk penelitian ini saya mengumpulkan dan menganalisis data dari 1.404 pekerja kerah putih terkait upah, usia, dan pengalaman kerja mereka.

Saya menemukan bahwa perempuan mendapat upah yang lebih rendah dibanding laki-laki di semua usia kerja. Namun, kesenjangan ini semakin lebar pada perempuan berusia di bawah 30 tahun. Perbedaannya bisa mencapai 27,60%.

Seiring dengan bertambahnya usia, kesenjangan upah di antara kedua kelompok ini semakin berkurang.

Penelitian ini juga menemukan bahwa manajer produk atau merek perempuan mendapat upah yang jauh lebih tinggi dibanding laki-laki dengan usia dan jabatan yang sama, dengan rata-rata perbedaan upah di antara keduanya sebesar 23,68%.

Hal ini menunjukkan bahwa begitu perempuan mendapat jabatan manajerial, mereka memperoleh tingkat penghasilan yang sama dengan laki-laki.

Fenomena ini bisa saja terkait pada kepercayaan bahwa kehadiran direktur perempuan di suatu perusahaan dapat meningkatkan laba perusahaan.

Namun, banyak perempuan yang tidak mencapai jenjang tersebut karena mereka merasa harus membagi waktu antara bekerja dan mengasuh anak. Mereka lebih memilih jam kerja yang fleksibel. Beberapa perempuan bahkan berhenti bekerja sepenuhnya setelah memiliki anak agar dapat menghabiskan lebih banyak waktu bersama buah hatinya. .

Solusi

Pembuat kebijakan sebaiknya lebih menekankan pada aspek kesetaraan gender di tempat kerja dan membantu perusahaan-perusahaan dalam menghadapi aspek tersebut dengan berbagi pengetahuan terkait kesetaraan gender, baik kepada laki-laki maupun perempuan. Mereka harus sadar bahwa pria dan wanita melihat pencapaian akan konsep kesetaraan gender secara berbeda. Kebanyakan laki-laki memandang bahwa kesetaraan gender telah banyak dicapai tapi kebanyakan perempuan justru memandang sebaliknya.

Pembuat kebijakan sebaiknya berbagi banyak pengetahuan kepada perusahaan-perusahaan terkait cara-cara menghadapi kesetaraan gender, serta memastikan bahwa kebijakan tersebut tidak menjadi bumerang yakni perusahaan-perusahaan malah terdorong untuk tidak mempekerjakan perempuan.

Australia, misalnya, telah mengubah berbagai kebijakannya untuk meningkatkan kesetaraan gender dengan memaksa perusahaan-perusahaan memberikan lebih banyak fleksibilitas bagi pekerja perempuan. Tapi hal tersebut justru membuat perusahaan-perusahaan menghindar mempekerjakan kaum Hawa karena tidak mau menanggung biaya terkait fleksibilitas yang diberikan tersebut.

Pemerintah Indonesia dapat menggunakan pendekatan budaya yang dilakukan Islandia, negara dengan tingkat kesetaraan gender tertinggi. Islandia menekankan gagasan “perempuan tangguh” serta kesetaraan hak dan kewajiban di antara laki-laki dan perempuan. Baik ayah maupun ibu di Islandia memiliki hak cuti sebagai orang tua dan keduanya dapat membagi tanggung jawab dalam mengasuh anak.

Penekanan pada kesetaraan gender adalah hal yang penting mengingat berbagai penelitian menunjukkan adanya korelasi positif antara kesetaraan gender dengan pertumbuhan ekonomi..

Tentunya kebijakan-kebijakan terkait menjadi tidak berguna jika perusahaan-perusahaan di Indonesia tidak mempraktikkan gagasan kesetaraan gender di tempat kerja. Pendekatan-pendekatan ini haruslah dibarengi dengan pergeseran budaya.

Pemerintah dapat meningkatkan laju pergeseran tersebut dengan berbagi pengetahuan secara berkala terkait dampak positif akan kesetaraan gender bagi manajemen perusahaan maupun para pekerja dengan bantuan media.

Perlu diperhatikan pula bahwa pesan yang disampaikan haruslah objektif dan tidak menggurui. Pada akhirnya, baik laki-laki maupun perempuan di dunia kerja harus bekerja sama untuk mencapai lingkungan kerja yang produktif dan setara.The Conversation

Erwin Bramana Karnadi, Assistant Professor, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya

Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.

BACA JUGA: