JAKARTA, GRESNEWS.COM – Rencana pemerintah melakukan moratorium atau penghentian sementara dikeluarkannya izin usaha pertambangan dan perkebunan kelapa sawit mendapat kritikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Komisioner KPAI Erlinda berharap pemerintah pusat tidak hanya berbicara tentang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan perkebunan kelapa sawit belaka, tetapi bagaimana memastikan aktivitas pertambangan di seluruh daerah harus ramah lingkungan dan anak.

Erlinda mengatakan, lahan tambang di Indonesia, selain menyimpan ancaman bagi lingkungan sekitar tambang juga memiliki ancaman tersendiri bagi anak-anak. Ia menjelaskan, tahun lalu laporan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) pegiat lingkungan hidup dan tambang di Kalimantan Timur (Kaltim) menyatakan, sepanjang tahun 2015 sekitar 12 anak tewas di lahan bekas galian tambang batubara yang ada di sekitar perkampungan warga di Kaltim.

Menurut Erlinda, kejadian itu disebabkan para pengusaha tambang tidak melakukan aktivitas tambang sesuai dengan peraturan pemerintah yang berbicara tentang reklamasi lahan pascatambang. Selain itu, ia menilai, banyaknya korban jiwa anak-anak yang meninggal dunia karena bermain di sekitar lokasi tambang itu menunjukkan minimnya perhatian para pengusaha tambang terhadap safety atau keamanan yang berdampak pada masyarakat di lokasi tambang.

"Itu juga tidak kalah penting ya, karena kita tahu pengelolaan lahan tambang saat ini mayoritas tidak ramah lingkungan terhadap anak. Ini juga harus menjadi perhatian pemerintah loh," kata Erlinda kepada gresnews.com, Minggu (24/4).

Selain Kaltim, Cirebon adalah salah satu daerah yang menjadi pusat hilir mudiknya angkutan hasil bahan tambang batubara. Menurutnya, di beberapa titik seperti di dekat pelabuhan Cirebon, stasiun kereta api Cirebon, hilir mudik truk-truk pengangkut batubara di sana sangat berdampak pada kesehatan masyarakat sekitar lokasi pengangkutan, khususnya anak-anak kecil.

Berbeda dengan di Kaltim, kasus di Cirebon ini mungkin tidak banyak terdapat lokasi bekas tambang batubara yang ditinggalkan oleh pemegang IUP seperti di Kaltim. Akan tetapi, lanjut Erlinda, polusi atau debu yang dikeluarkan oleh bahan tambang dan alat angkut batubara di sana dapat menimbulkan penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang dapat mengancam anak-anak.

Diakui Erlinda, saat ini pihaknya tengah berkoordinasi dengan sejumlah kementerian, seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Kesehatan, Kementerian ESDM, termasuk Komisi VII DPR RI. Hal itu dilakukan guna membicarakan perlindungan terhadap anak-anak dari bahaya yang mengancam dalam aktivitas tambang di Indonesia.

Selain itu, ia juga mendesak kepada pemerintah dapat menginstruksikan kepada seluruh jajarannya di daerah untuk dapat menindak tegas bagi para pemegang IUP yang membandel tidak melakukan kewajibannya untuk mereklamasi dan rehabilitasi lahan pascatambang, dan memperhatikan safety bagi para pekerja dan masyarakat yang ada di sekitar lokasi tambang.

"Karena masalah pertambangan khususnya batubara seperti di Kaltim, itu sangat mengancam anak-anak yang tinggal di dekat lokasi tambang. Begitu juga angkutan batubara di Cirebon yang bisa menimbulkan ISPA bagi anak-anak. Makanya kita berkordinasi dengan seluruh pihak-pihak terkait," tegasnya.

DUKUNG KPAI – Sementara itu, anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Awang Ferdian Hidayat mengatakan, pihaknya sangat mendukung upaya KPAI yang menginginkan pertambangan di Indonesia dapat memperhatikan lingkungan di sekitar lokasi lahan tambang, khususnya lingkungan terhadap anak-anak.

"Kami sangat mendukung dan mengapresiasi upaya KPAI itu. Karena memang harusnya aktivitas tambang itu tidak hanya ramah lingkungan, tapi juga harus ramah anak," kata Ferdian kepada gresnews.com, Minggu (24/4).

Awang juga mengakui, Kalimantan Timur adalah salah satu daerah yang memiliki banyak persoalan terkait dengan masalah lahan tambang, mulai tumpang tindihnya izin usaha pertambangan, aktivitas tambang yang tidak melakukan reklamasi sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2010. Banyak lahan pascatambang yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa, yaitu masyarakat yang tinggal di sekitar lahan tambang.

Lahan pascatambang yang tak direklamasi, hanya jadi kolam-kolam seperti danau tak bertuan. Dia mengaku prihatin dengan ulah pengusaha tambang "nakal" yang melakukan aktivitas tambang tanpa memperhatikan dampak lingkungan dan sosial yang terjadi di sekitar lokasi lahan tambang.

Awang mengungkapkan, sepanjang 2015, belasan orang di Kaltim menjadi korban kolam bekas galian batubara. "Ini kan sangat berbahaya, lahan bekas tambang di Kaltim sudah banyak memakan korban jiwa," ujarnya.

Dia menjelaskan, dalam peraturan perundang-undangan, pemerintah telah memperketat syarat dikeluarkannya IUP di Indonesia. Perusahaan harus memiliki komitmen mereklamasi dan rehabilitasi lahan tambang atau pascatambang.

Selain PP tersebut, Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2014 menyatakan bahwa seluruh pengusaha tambang harus menyerahkan dana jaminan reklamasi selama lima tahun, sejak dimohonkannya perizinan pertambangan. Peraturan tersebut merupakan turunan dari UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara.

Karena itu, lanjut dia, pengusaha tambang di Kaltim mesti berkaca dengan perusahaan tambang batu bara PT Bukit Asam. Lahan pascatambang di Sawah Lunto, Sumatra Barat, berhasil mereka reklamasi dan rehabilitasi.

"Mereka membuat reklamasi tanaman, membuat kolam wisata, arena bermain, arena motor cross, road race, fasilitas umum antara lain musala. Harusnya itu bisa menjadi proyek percontohan untuk reklamasi dan rehabilitasi lahan pascatambang di Kaltim," terangnya.

Menurutnya, reklamasi dan rehabilitasi lahan tambang memang harus menjadi perhatian seluruh elemen masyarakat Indonesia, termasuk lembaga negara yang konsen terhadap isu perlindungan anak seperti KPAI. Selain itu, peran pemerintah daerah dan aparat penegak hukum di daerah sangat diharapkan untuk berani menindak tegas para pengusaha tambang yang bandel terhadap lingkungan sekitar lahan tambang.

"Ini memang perlu peran aktif banyak pihak. Ke depan kalau masih ada pemegang IUP yang tidak memperhatikan lingkungan dan safety, ya berarti memang harus dilakukan tindakan tegas," pungkasnya.

BACA JUGA: