Jakarta - Anggota DPR berkumpul merencanakan pemasangan alat antisadap. Apa yang terbayang dalam benak pembaca? Kejahatan macam apa yang hendak dibungkus? Dalilnya sederhana: kejahatan terbentuk karena ada kesempatan dan niat!

Somasi gresnews.com kali ini akan mengupas konspirasi para politisi Senayan untuk menghadang publik dan penegak hukum mengakses tindak-tanduk mereka dengan cara memasang alat antisadap.

Dana antisadap
Ketakutan terhadap penyadapan sudah lama menghantui para anggota Dewan. Pasalnya, ATIS (Audio Telecommunication International System) Gueher Gmbh besutan Jerman milik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terbukti ampuh menyadap sistem komunikasi para koruptor dan mengirimkan pelakunya ke bui. Alat KPK itu akan menyadap ponsel pelaku dan mengirimkannya ke sistem KPK. Untuk melengkapi fungsi penegakan hukum, KPK juga mempunyai alat firing bikinan negeri Paman Sam dan macrosystem besutan Polandia. KPK pun mengirimkan penyidik-penyidiknya untuk berlatih menggunakan sistem penyadapan canggih itu ke Jerman. 

Amunisi KPK begitu lengkap, anggota Dewan pun merasa perlu bertindak untuk mengantisipasi serangan penyadapan tersebut. Catatan gresnews.com, pada paruh kedua 2011, Panitia Kerja (Panja) Revisi UU 30/2002 tentang KPK menggulirkan gagasan untuk menggunting kewenangan penyadapan KPK. Menyadap diarahkan melalui syarat izin ketua pengadilan. Wakil Ketua Komisi III DPR Fahri Hamzah, saat itu, merupakan satu dari sekian politisi yang gencar menggulirkan gagasan itu. 

Merasa tak cukup menggunting lewat instrumen pasal, DPR pun menyelipkan gagasan lain: membeli alat antisadap! Pos anggaran pun disiapkan bersamaan dengan rencana renovasi ruang kerja Badan Anggaran DPR seluas 780,89 meter persegi. 

Berikut penelusuran gresnews.com.

Dokumen Keputusan Rapat Pleno Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) bersama Sekretariat Jenderal pada 22 Juli 2011 mengenai Realokasi Anggaran Pembangunan Gedung DPR RI Tahun 2011 Nomor: 162/BURT/R.Pleno/MS.IV/07/2011, diteken oleh Ketua Rapat Pius Lustrilanang, memutuskan hal antara lain:

1. Anggaran yang tersedia dalam APBN-P Tahun 2011 sebesar Rp218 miliar berasal dari realokasi anggaran pembangunan gedung tahun 2011 sebesar Rp800.015.820.000;

2. Mencatat usulan realokasi anggaran sebesar Rp193.908.211.000;

3. Menyetujui total kebutuhan realokasi anggaran DPR Tahun 2011 sebesar Rp247.444.711.000;

4. Menyetujui membiayai kekurangan sebesar Rp29.444.711.000 dari rasionalisasi sebesar Rp193.908.211.000, yaitu:

a. Merasionalisasi anggaran pelaksanaan fungsi legislasi sebesar Rp23.566.656.000;
b. Merasionalisasi kegiatan pemberitaan sebesar Rp5.878.055.000.

Pada 9 Desember 2011, terbitlah Keputusan Rapat BURT DPR RI tentang Laporan Panja-Panja BURT

Nomor 040/BURT/R.Pleno/MS.II/12/2011 yang diteken oleh Ketua Rapat Pius Lustrilanang. Dari surat inilah terlampir Laporan Panja Evaluasi Penggunaan Ruang di Gedung DPR RI mengenai Renovasi Ruang Kerja Badan Anggaran DPR RI.

Gresnews.com juga mendapatkan dokumen bertajuk: Rekapitulasi Usulan Relokasi Anggaran Tahun 2011 yang berkop Sekretariat Jenderal DPR RI. Konfigurasi anggaran relokasi 2011 sebesar total Rp238.429.737.000 itu terdiri dari:

1. Satuan Kerja Dewan sebesar Rp130.563.931.000;
2. Satuan Kerja Sekretariat Jenderal sebesar Rp107.865.806.000.

Rincian usulan relokasi anggaran 2011 untuk Satker Setjen terdiri dari:

1. Humas dan Pemberitaan sebesar Rp19.940.500.000;
2. Keanggotaan dan Kepegawaian sebesar Rp443.450.000;
3. Umum sebesar Rp8.318.590.000;
4. Keuangan sebesar Rp671.500.000;
5. Perencanaan dan Pengawasan sebesar Rp2.633.375.000;
6. Pemeliharaan Bangunan dan Instalasi sebesar Rp74.799.956.000;
7. Unit Kerja Baru sebesar Rp1.058.435.000.

Pos untuk pembelian alat sadap itu ternyata masuk ke Biro Pemeliharaan Bangunan dan Instalasi pada subbagian Gedung dan Tanaman, dengan penamaan: Perbaikan Ruang Rapat Badan Anggaran Gedung Nusantara II DPR sebesar Rp24.768.982.000. Keterangan: Pemasangan alat antisadap (anti bugging), anti gummer.

Sepanjang pekan lalu, gresnews.com menelusuri lokasi ruang Banggar dan mencermati denah-denah perencanaan pembangunan ruangan yang akan diisi fasilitas baru, yakni, penggantian 173 kursi baru yang terbagi atas 4 kursi pimpinan sidang, 81 kursi anggota Banggar, 6 kursi sekretaris, 10 kursi staf ahli, dan 71 kursi eksekutif; ada juga pemasangan video wall dengan menempelkan 36 unit TV LCD 46".

Merujuk pada denah rencana renovasi Ruang Banggar DPR, tidak disebutkan secara khusus spot/titik untuk pemasangan alat antisadap. Ruang rapat Banggar terdiri dari enam ruangan: ruang sidang, ruang tamu, ruang makan, ruang pimpinan, ruang staf dan kepala bagian, serta ruang pantry dan gudang. Pada tiap bagian ruangan terdapat sekat ruangan yang tidak disebutkan fungsinya. Hanya ruangan tamu atau yang disebut juga ruang istirahat menteri yang disebut detail. Dalam ruangan tersebut, pimpinan Banggar menjamu para menteri dengan menyediakan ruang tamu lengkap dengan ruangan makan untuk enam orang. Selain itu terdapat juga ruang tidur dengan sofa dan kasur menteri. Sementara dalam denah ruang pimpinan Banggar tidak dijelaskan detail fungsi tiap sekat. Hanya tergambar lima bagian ruangan. Ruang utama berisi meja panjang dengan sepuluh kursi. Terdapat juga empat kursi sofa. Sementara tiga sekat ruangan lain tidak disebutkan fungsinya secara spesifik.

Lantas bagaimana wujud alat antisadap itu? Bagaimana spesifikasinya? Berapa harganya?

Penelusuran gresnews.com dari sejumlah dokumen dan wawancara menemukan angka Rp7,8 miliar untuk pos pembelian alat antisadap di ruang kerja Banggar DPR. Angka Rp7,8 miliar itu merupakan bagian dari dana Rp20,3 miliar yang akhirnya disetujui sebagai anggaran untuk merenovasi ruang Banggar. 

Jika berselancar di internet, ditemukan banyak situs yang menawarkan produk alat antisadap yang harganya mulai dari ratusan ribu per unit hingga puluhan juta per unit dengan beragam jenis dan spesifikasi. Situs duniaanekasecurity.com, yang mengklaim sebagai penyedia produk intelijen profesional untuk pejabat negara, organisasi pemerintah, politisi, dan VVIP, menawarkan alat antisadap Voice, Fax and Data Encryption System. Peralatan telepon top of the line ini menggunakan proses pemberian sandi (enkripsi) digital dan tingkat 128 bits triple DES, membuat percakapan Anda tidak dapat terkena penyadapan lewat telepon. Alat enkripsi ini menggunakan algoritma industri yang tinggi untuk memberikan sandi pada suara sinyal fax dan data.

Situs alatsadap.com juga menyediakan aneka alat antisadap untuk kebutuhan politisi, aparat negara, dan VVIP dengan harga bervariasi.

Situs uc-technology.com menawarkan alat antisadap dan alat anti rekam suara buatan Amerika Serikat berbasis analog dan digital seharga Rp22 juta/unit.

Diwawancarai secara terpisah, Ahli Teknologi Informasi dan Forensik Digital Universitas Indonesia Ruby Alamsyah menilai, anggaran Rp7,3 miliar untuk pembelian alat antisadap ruang rapat Banggar DPR terlampau mahal.

Menurut Ruby, berdasarkan pengalamannya di bidang sistem keamanan, harga pasar alat antisadap internasional berbasis pengacakan sinyal (gummer) bervariasi. "Tergantung luas ruanganya. Kalau 20 meter persegi itu hanya belasan juta. Kalau sebesar ruang Badan Anggaran itu bisa ratusan juta," kata Ruby, kepada gresnews.com, Senin (30/1).

Ia menjelaskan, pemasangan alat sadap itu dipastikan dapat mengganggu kinerja penyidik KPK. "Karena cara kerja alat antisadap jenis gummer adaah mengacak sinyal telepon seluler dari Base Transceiver Station (BTS) sehingga telepon terputus, tidak dapat terpakai. Bagaimana mungkin bisa diakses KPK atau penegak hukum lain," ujarnya.

Namun, Ruby berpendapat pengadaan alat antisadap oleh Badan Anggaran DPR bukan untuk menghindari penyadapan oleh penegak hukum. "Saya pikir tidak mungkin untuk menghindari penegak hukum seperti KPK. Anggota Badan Anggaran kan juga warga negara masak harus berbuat seperti itu menghindari penegak hukum," kata Ruby.

Menurut dia ada sejumlah fungsi alat antisadap. "Kalau saya menduga yang dipasang di ruangan Banggar itu untuk menghindari pembicaraan di Banggar terdengar oleh pihak yang tidak berkepentingan, tapi bukan KPK," ujarnya.

Ia mencontohkan penggunaan alat antisadap di ruang Badan Anggaran bisa untuk menghindari calo anggaran mendengarkan pembicaraan pembahasan anggaran. "Misalnya ada anggota Badan Anggaran yang menyalakan telepon selulernya untuk menghubungi orang tertentu yang ingin mendengar rapat Badan Anggaran itu bisa saja. Dengan pemasangan alat antisadap tersebut tidak akan ada anggota yang menggunakan telepon," kata dia.

Kembali ke antisadap DPR, pemasangan alat antisadap itu dibenarkan oleh Kepala Biro Pemeliharaan Pembangunan dan Instalasi (Harbangin) DPR RI, Soemirat, kepada gresnews.com, Kamis (26/1). Namun sebelum menjawab pertanyaan gresnews.com, Soemirat sedikit gagap dan lama terdiam. "Saya pernah dengar itu, ada alat anti sadap di ruang Banggar. Tapi saya cek lagi," kata Soemirat.

Wakil Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR RI, Pius Lustrilanang, juga tidak menyangkal. "Ya, gitulah. Saya tak akan banyak komentar soal alat antisadap itu," ujar Pius.

Menurut Pius, usulan dari Setjen DPR RI sebesar Rp24,7 miliar untuk renovasi ruang Banggar adalah untuk ditenderkan dan akhirnya pemenang tender sanggup dengan angka Rp20,3 miliar.

"Dalam tender, tidak bisa satu-satu dilakukan, tapi harus satu paket, termasuk pembelian dan pemasangan alat anti sadap itu," ungkap Pius.

Namun, berbeda dengan Pius, Ketua BURT yang juga Ketua DPR RI Marzuki Alie menyatakan pembelian alat antisadap itu dibatalkan. "Gak ada. Itu dibatalkan," kata Marzuki kepada gresnews.com.

Secara terpisah, Deputi Administrasi Sekretariat Jenderal DPR RI, Slamet Sutarsono mengatakan, setiap perencanaan pembangunan falisilitas di lingkungan DPR RI sepengetahuan Badan Urusan Rumah Tangga (BURT).

"Harusnya BURT mengatahui sebab semua kegiatan untuk membangun fasilitas di DPR RI, selalu rapat antara BURT dengan Setjen DPR RI. Setjen DPR RI selalu memberikan bahan ke BURT. Masak kita tidak kasih bahan ke BURT. Kita selalu diminta dan selalu mengikuti apa maunya, bagaimana maunya BURT. Saya tidak tahu kenapa BURT bilang tak tahu sama sekali soal renovasi ruang Banggar itu," kata Slamet kepada gresnews.com, Jumat lalu.

Menurut dia, mekanisme anggaran di DPR RI dimulai dari permintaan salah satu alat kelengkapan dewan yang disampaikan kepada Setjen DPR RI. Mendapat permintaan itu, lalu Setjen membuat Rancangan Anggaran Biaya (RAB). RAB tersebut, kata Slamet dibahas bersama dengan BURT.

"Ada permintaan dari Alat Kelengkapan Dewan (AKD) serta unit-unit lain kepada Setjen DPR RI untuk kebutuhan yang diperlukan. Semua usulan itu setelah diterima dibahas oleh Setjen DPR RI kemudian secara bersama-sama dibahas dengan BURT untuk mengkompilasi hasil usulan tersebut. Setelah itu putus, maka BURT membicarakan dengan Badan Anggaran (Banggar). Setelah disetujui oleh Banggar lalu dibawa ke rapat paripurna DPR RI. Bila disahkan di rapat paripurna, lalu dikirim
ke Kemenkeu sebagai usulan rencana kerja anggaran," kata Slamet.

Terkait alat antisadap tersebut, gresnews.com menelusuri lebih jauh siapa yang mengusulkan pembelian alat tersebut. Menurut sumber gresnews.com yang mengikuti rapat-rapat anggaran DPR, pengusul pembelian alat antisadap itu diduga adalah Ketua Banggar Melchias Mekeng (Fraksi Golkar). Untuk mencari kebenaran informasi itu, gresnews.com mencoba meminta konfirmasi kepada Melchias Mekeng melalui pesan singkat (SMS) dan telepon. Namun belum ada jawaban dari Mekeng.

Anggota Banggar Saan Mustopa, berkelit, mengaku tak tahu. "Wah, saya baru tahu ada alat antisadap," ujar Saan.

Membungkus kejahatan?
Rencana memasang alat antisadap di ruang Banggar DPR itu menuai protes keras sejumlah kalangan, termasuk anggota Dewan.

"Dengan pemasangan alat antisadap itu, jelas ada niat tak baik dari Banggar. Pemasangan alat antisadap itu mencederai perasaan rakyat. Tentunya pemasangan alat antisadap itu harus dihentikan," kata mantan anggota Banggar dari Fraksi PAN Taslim Chaniago, Jumat pekan lalu.

Anggota Komisi I DPR RI Teguh Juwarno menyatakan, pemasangan alat anti sadap itu terlalu berlebihan. "Semua rapat-rapat di DPR RI harus transparan, tidak boleh ditutup-tutupi," kata dia.

Diwawancarai secara terpisah, Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat (KIP) Usman Abdhali Watik mengatakan, salah satu dari tujuh indikator keberhasilan penerapan UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik adalah mendorong partisipasi publik dalam proses pembentukan kebijakan.

"Keterbukaan harus melahirkan partisipasi substantif bukan partisipasi semu yang selama ini sering digembar-gemborkan orang-orang DPR," kata Usman kepada gresnews.com, Minggu (29/1).

Soal alat antisadap, Usman mengatakan tindakan itu berlebihan. "Semestinya di DPR tidak boleh ada yang ditutup-tutupi. Tapi, sayang, DPR buat aturan internal tentang rapat tertutup sehingga hal ini tidak sejalan dengan UU KIP," kata Usman.

Usman menegaskan, rakyat wajib curiga jika di DPR dipasang alat antisadap. "Wajib curiga kalau DPR membahas anggaran dengan pola seperti itu (tertutup)," ujarnya.

Bagaimana sikap KPK? Juru bicara KPK Johan Budi SP mengatakan, pemasangan alat antisadap tidak akan mengganggu penelusuran kasus korupsi.

"Dalam melakukan pengusutan sebuah perkara, KPK tidak mengandalkan penyadapan. Penyadapan diperlukan sejauh proses penyelidikan atau penyidikan benar benar dibutuhkan dan itu sangat selektif melalui proses persetujuan pimpinan KPK," kata Johan, kepada gresnews.com, Minggu (29/1).

Namun, berdasarkan informasi yang dihimpun oleh gresnews.com, KPK saat ini tengah membidik dugaan korupsi berkaitan dengan renovasi ruang Banggar DPR. Menurut sumber gresnews.com di lingkungan KPK, pekan lalu, pimpinan KPK sudah melakukan gelar perkara berkaitan dengan proyek renovasi Banggar DPR itu.

Mari kita nantikan hasilnya.

TIM SOMASI

BACA JUGA: