Jakarta - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menegaskan pelaksanaan kegiatan proyek mass rapid transit (MRT), khususnya pelaksanaan lelang fisik yang akan dilaksanakan telah mempunyai payung hukum yang dikeluarkan pemerintah pusat maupun Pemprov DKI. Mengacu pada sejumlah payung hukum tersebut, seluruh kegiatan MRT termasuk proses tender, diberikan kewenangannya kepada PT MRT Jakarta.

Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo, mengatakan pelaksanaan kegiatan proyek MRT yang meliputi jasa konsultansi Basic Design Engineering (BED), jasa konsultansi manajemen, jasa konsultansi pengadaan, pekerjaan sipil dan peralatan, jasa konsultansi manajemen operasional, dan Jasa konsultansi pengelola/pengawas pembangunan telah dijelaskan dalam Loan Agreement serta Naskah Perjanjian Penerusan Hibah (NPPH).

“Dalam implementasinya, Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan melaksanakan kegiatan BED, dan Pemprov DKI Jakarta melaksanakan kegiatan jasa konsultansi manajemen. Sedangkan kegiatan selebihnya dilakukan oleh PT MRT Jakarta,” kata Fauzi Bowo dalam Sidang Paripurna di DPRD DKI, Rabu (13/7), dikutip beritajakarta.com.

Fauzi menambahkan, penugasan kepada PT MRT Jakarta untuk melaksanakan pelelangan sudah sesuai dengan amanat Peraturan Daerah (Perda) No 3 tahun 2008 tentang Pembentukan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Perseroan Terbatas (PT) MRT Jakarta, yaitu Pasal 3.

”Dalam Peraturan Daerah tersebut PT MRT Jakarta diamanatkan untuk menyelenggarakan sarana perkeretaapian umum perkotaan yang meliputi pembangunan, pengoperasian dan perawatan  prasarana, sarana serta pengembangan dan pengelolaan property di stasiun dan sekitarnya,” ujarnya.

Dijelaskannya, seluruh proses pekerjaan termasuk pelelangan konstruksi MRT Jakarta dipastikan dari awal secara transparan, terbuka, dan sesuai perundangan. Selain perda, juga ada SK Menko Perekonomian 2005 (Kep-57/M.EKON/10/2005) yang menyebutkan pembangunan MRT di Jakarta ditetapkan cost sharing (pembagian biaya) antara pemerintah pusat sebanyak 42 persen dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebesar 58 persen.

Aturan lainnya yang menguatkan, yaitu dalam Loan Agreement antara pemerintah RI dan pemerintah Jepang 31 Maret 2009 disebutkan Pemprov DKI Jakarta sebagai implementing agency dapat mendelegasikan tugas-tugasnya ke PT MRT Jakarta sebagai sub-implementing agency berdasarkan otorisasi dari pihak peminjam (pemerintah pusat).

Selain itu, juga diperkuat dengan Surat Gubernur DKI Jakarta No. 1152/-1.811.3 16 Juni 2011 kepada PT MRT Jakarta tentang Penugasan Pelaksanaan Pekerjaan Sipil Proyek MRT Jakarta Tahap I. Penugasan tersebut mencakup pelaksanaan prakualifikasi, pelaksanaan tender dan pengadaan kontraktor yang mengacu pada Memorandum of Construction of Jakarta Mass Rapid Transit Project 1 Februari 2010 antara JICA, Pemprov DKI Jakarta dan Dirjen Perkeretaapian Kemenhub RI.

Semua hal itu dijelaskan Fauzi Bowo untuk menjawab pertanyaan Fraksi Partai Gerindra mengenai kejelasan siapa yang berwenang melakukan proses tender MRT, serta perlunya payung hukum untuk pelaksanaannya. Sebelumnya, anggota Fraksi Partai Gerindra, M Sanusi mengatakan, pelaksanaan tender fisik MRT terancam tertunda karena tidak mempunyai payung hukum yang jelas dari pemerintah pusat berupa keputusan presiden (Keppres) atau peraturan presiden (PP).

”Pelaksanaan lelang fisik MRT akan tertunda, karena selama ini belum ada Keppres atau PP yang menjadi payung hukumnya. Kalau hanya perda saja, tidak kuat,” kata Sanusi.

(rif)

BACA JUGA: