JAKARTA, GRESNEWS.COM - Mahkamah Agung mengabulkan kasasi Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Agung RI dalam perkara korupsi pengadaan bus Transjakarta dengan terdakwa Udar Pristono. Udar dihukum berlipat dan saat ini menjadi 13 tahun penjara dengan denda Rp1 miliar juga uang pengganti sekitar Rp6,7 miliar.

Berbagai aset milik Udar juga dirampas seluruhnya untuk negara. Aset tersebut diantaranya kondominium di Bali, rumah dan juga apartemen. Udar memang gemar mengoleksi berbagai macam properti yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia.

Dalam surat tuntutan jaksa, beberapa aset yang dinyatakan didapat dari tindak pidana korupsi yaitu uang Rp897 juta, 2 unit apartemen, 7 unit kondominium, serta 2 unit kios. "Apabila tidak dilunasinya hukumannya terancam ditambah 4 tahun penjara," kata Hakim Agung Krisna Harahap, kemarin.

Hukuman itu jauh lebih besar daripada putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menghukumnya dengan pidana penjara selama 9 tahun. Pada pengadilan tingkat kedua ini, harta Udar juga tidak dirampas oleh negara.

Sementara di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Udar dihukum cukup ringan, yaitu 4 tahun. Putusan ini terlihat jomplang dari tuntutan Jaksa yang menginginkan mantan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta ini dipenjara selama 19 tahun.

SIAP EKSEKUSI - Ketua Tim Penuntut Umum pada Kejaksaan Agung RI Victor Antonius saat dihubungi gresnews.com menyambut positif putusan ini. Menurutnya, Hakim Agung telah mengambil langkah yang tepat demi keadilan khususnya dalam kasus korupsi ini.

Menurut Victor, putusan ini juga sudah mendekati tuntutan jaksa. "Ini kan sudah mendekati, kita mengapresiasi," kata Victor kepada gresnews.com, Kamis (24/3).

Langkah selanjutnya menurut Victor segera mengeksekusi Udar Pristono termasuk berbagai aset yang sudah diputuskan disita oleh negara. "Kami akan eksekusi, setelah menerima salinannya," tutur Victor.

Victor pun mengaku tidak takut jika yang bersangkutan mengajukan langkah hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung. "Asalkan punya bukti baru silahkan saja, tetapi PK itu kan tidak menghalangi eksekusi," imbuhnya.

Gresnews.com sudah mencoba menghubungi pengacara Udar‎ Pristono, Tonin Tahta. Tetapi nomor telepon seluler yang bersangkutan tidak bisa dihubungi.

Sementara itu, Direktur Upaya Hukum, Eksekusi, dan Eksaminasi Kejaksaan Agung Ahmad Djainuri berharap Mahkamah Agung agar segera memberikan salinan putusan dalam perkara ini. Hal itu dilakukan agar pihaknya bisa segera mengeksekusi Udar Pristono baik badan, maupun segala asetnya.

"Kami sampai saat ini belum terima putusannya. Tapi akan dikomunikasikan dengan Mahkamah Agung supaya cepat memberikan salinan putusannya," tutur Djainuri.

Menurut Djainuri, sebelum mendapat putusan itu, Kejaksaan sulit untuk mengeksekusi Udar dan juga segala asetnya. Apalagi, aset Udar bukan hanya berada di Jakarta, tetapi juga punya aset diluar kota yaitu di Bali.

Masalah salinan putusan ini memang menjadi momok tersendiri bagi Kejaksaan Agung. Kepada gresnews.com pada 25 Februari lalu, Djainuri juga melansir adanya ratusan eksekusi yang tertunda akibat lamanya salinan putusan.

"Ada sekitar 388 eksekusi yang tertunda di Indonesia akibat lamanya putusan yang kita dapat," kata Djainuri.

Menurut Djainuri, salinan ini dibutuhkan untuk menghindari adanya perdebatan dengan pihak berperkara dalam melaksanakan eksekusi. Apalagi, jika eksekusi tersebut melibatkan banyak aset yang harus disita.

BACA JUGA: