JAKARTA, GRESNEWS.COM – Koalisi Merah Putih (KMP) bertekad akan kembali mensolidkan dirinya untuk saling mendukung pemenangkan pemilihan kepala daerah. Namun sejumlah pengamat menilai langkah KMP sangat tidak realistis mengingat koalisi yang ada di daerah sangat cair dan tidak berpatokan pada koalisi yang terjadi di pusat partai. Lagipula KMP terlihat seperti terlalu berambisi mendapatkan kekuasaan hingga Daerah.

Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia Ray Rangkuti mengatakan  boleh saja KMP kembali berkoalisi untuk pilkada. Tapi sebenarnya tindakan tersebut justru tidak realistis lantaran pencalonan kepala daerah bisa sangat cair antar partai. Maksudnya, partai di daerah bisa cenderung akan melakukan koalisi zig zag.

"Di daerah bisa saja PDIP berkoalisi dengan PAN. Lalu Hanura dengan Golkar. Sangat mungkin hal ini terjadi di daerah karena kalkulasi mereka sudah berbeda," ujar Ray pada Gresnews.com, Rabu (31/12).

Menurutnya, tokoh-tokoh yang diajukan KMP belum tentu popular dan terpilih meski mereka beramai-ramai mendukungnya. Lebih lanjut, adanya KMP hingga ke daerah saat pilkada seolah-olah menunjukkan pusat bisa mengendalikan semuanya. Dampaknya tidak baik bagi perkembangan partai politik jika semua hal selalu diarahkan pusat.

Ia mencontohkan calon dari PAN dicalonkan bersama dengan calon dari Gerindra yang jelas akan kalah. Tentu mereka tidak ingin calon yang diusungnya kalah. Sehingga mereka lebih senang mencalonkan kader yang jelas kelihatan lebih menonjol dari partai lain di luar KMP.

Selanjutnya, konteks pencalonan sesungguhnya sangat berbeda dengan konteks pemilih di daerah. Pemilih di Indonesia cenderung memiliki karakter sebagai massa mengambang. Maksudnya pemilih tidak memiliki keterkaitan emosional atau orientasi partai tertentu secara umum. Jadi meski didukung banyak partai, tidak ada jaminan partai yang diusung KMP menang.

"Prinsip pemilih yang bagus mereka pilih, yang kurang bagus mereka tinggalkan," lanjutnya.

Senada dengan Ray, pengamat politik dari Universitas Andalas Rani Emilia mengatakan masyarakat pada dasarnya berharap kehadiran KMP berkembang menjadi kekuatan yang memberi pengaruh positif dan efektif untuk keseimbangan kekuasaan pemerintah. Ia meyakini tidak sekalipun masyarakat yang sehat akalnya berharap KMP menjadi kekuatan dominan yang mampu membelokkan arah dan menghambat jalannya pemerintahan yang tidak sesuai keinginan KMP.

"Masyarakat juga pasti tidak berharap KMP menjadikan kekuatannya untuk menguasai semua ruang hidup politik hingga mereka bisa berbuat apa saja sesuai keinginan mereka," ujar Rani pada Gresnews.com, Rabu (31/12).

Menurutnya, kehendak untuk membagi kekuasaan diantara mereka sendiri dan ambisi untuk menguasai keputusan di tingkat daerah setelah berhasil menguasai parlemen pusat bisa dianggap berlebihan. Lebih lanjut, juga patut disayangkan sebab buruk akibatnya dan tidak menjanjikan perkembangan politik yang sehat.

Ia menilai jika KMP tulus, maka sepatutnya mereka mengarahkan kekuatannya untuk menegakkan pemerintahan yang bersih, adil dan beradab. Sehingga KMP bisa menggunakan kekuatannya untuk menjaga rakyat dan mengawal hak rakyat sesuai amanah konstitusi.

Sementara pengamat politik dari Universitas Brawijaya Darsono Wisadirana menilai koalisi merupakan kerjasama antar partai untuk tujuan meraih kekuasaan. Tapi pembagian kekuatan oleh KMP akan baik bila masing-masing partai memiliki kesepahaman dan pembagian hak dan kewajiban secara proporsional mengingat pilkada adalah pesta demokrasi yang dimiliki masyarakat.

"Koalisi ini akan berdampak buruk jika terjadi pelanggaran komitmen bersama antar partai dengan masyarakat," ujar Darsono pada Gresnews.com, Rabu (31/12).

Sebelumnya, Politisi PAN Tjatur Sapto Edy mewacanakan KMP akan melakukan pembagian kekuatan pada pilkada. Sehingga calon yang potensial di satu daerah akan didukung bersama oleh KMP. Sehingga peluang KMP untuk memenangkan pilkada jika dilakukan secara langsung akan semakin besar.

BACA JUGA: