JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi IX DPR RI mencium ketidakberesan dalam pengelolaan asuransi untuk Tenaga Kerja  Indonesia (TKI) oleh Konsorsium Proteksi. Tercatat masih ada ratusan ribu klaim asuransi TKI yang belum dibayarkan yang nilainya mencapai ratusan miliar rupiah. Sementara konsorsium asuransi tersebut telah dibubarkan oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans).

Data Direktorat Mediasi dan Advokasi BNP2TKI Tahun 2013 mencatat dari periode Januari sampai dengan Desember jumlah pengajuan klaim asuransi TKI pada Konsorsium Proteksi yang merupakan gabungan dari 11 perusahaan asuransi itu sebanyak 268.293 klaim, namun hanya 3.776 klaim yang dibayarkan. Sedangkan 264.517 klaim sisanya sampai sekarang baik yang lama maupun yang baru belum dibayarkan dan dilaporkan ke BNP2TKI. Nilai santunan Konsorsium Proteksi yang disetujui dari 3.776 klaim itu sebesar Rp 14.2 miliar.

Dari tiga konsorsium asuransi TKI yang ditunjuk Kemenakertrans, dua diantaranya yakni Konsorsium Jasindo dan Konsorsium Astindo, justru tak bermasalah. Mereka membayarkan seluruh klaim yang diajukan TKI. Laporan Direktorat Mediasi dan Advokasi BNP2TKI menyebutkan dari 124 klaim asuransi di dua konsorsium itu seluruhnya telah disetujui dan dibayarkan. Dengan nilai santunan masing-masing klaim sebesar Rp 574 juta dari Jasindo dan Rp 541 juta dari Astindo.

Sementara Konsorsium Proteksi yang merupakan pemegang jumlah peserta asuransi terbesar justru bermasalah karena mempersulit proses klaim. Ini pula salah satu alasan Kemenakertrans pada Agustus 2013 memutus kerjasama dengan konsorsium tersebut. Namun yang menjadi masalah bagaimana nasib uang puluhan miliar hak TKI yang berada di tangan perusahaan asuransi tersebut. "Menjadi sebuah ironi ketika sebuah hak yang seharusnya didapat oleh TKI menjadi dipersulit bahkan cenderung ditolak oleh pihak asuransi pada saat pengajuan klaim," kata anggota Komisi IX Poempida Hidayatulloh kepada Gresnews.com, Rabu (12/2).

Poempida mengungkapkan pada April 2013 saja ada 15.874 klaim asuransi yang diajukan, namun sebanyak 7.391 klaim asuransi ditolak pembayarannya oleh pihak asuransi. "Kenyataannya ini tentu menjadi sebuah pertanyaan tentang bagaimana mekanisme atau proses alur uang yang dijalankan oleh pihak asuransi mulai dari pemungutan premi peserta hingga proses dalam membayarkan klaim kepada TKI," ujarnya.

Ia menduga saat pengurusan pencairan klaim asuransi, perusahaan konsorsium asuransi mempersulit proses tersebut dengan memberlakukan standar ganda. Ketika menarik premi dari tertanggung (TKI) perusahaan konsorsium TKI menggunakan payung hukum Permenakertrans No: 07/MEN/V/2010 tentang Asuransi TKI. Akan tetapi, ketika tertanggung mengalami masalah kerja yang menjadi jenis resiko TKI seperti sakit, kecelakaan kerja, gagal berangkat (bukan karena kesalahan calon TKI), mengalami tindak kekerasan, pelecehan seks dan pemerkosaan, gagal ditempatkan yang bukan karena kesalahan TKI dan sebagainya hingga kasus TKI meninggal dunia, pihak perusahaan konsorsium asuransi TKI justru menggunakan polis asuransi sebagaimana diatur di dalam Undang Undang Asuransi. Sehingga layak dipertanyakan keberadaan peran dan fungsinya konsorsium asuransi ini harus dalam memberikan proteksi atau perlindungan terhadap TKI.

Kemenakertrans sebagai lembaga yang menghasilkan peraturan tentang asuransi TKI ini harus bertindak tegas terhadap perusahaan konsorsium asuransi. Jika terbukti perusahaan tersebut memiliki track record yang kelam maka harus ada sanksi untuk tidak memasukkannya dalam sebuah konsorsium maupun pialang asuransi.

Selain itu BNP2TKI sebagai lembaga yang menempatkan para TKI harus mendorong pihak konsorsium asuransi agar membayarkan klaim asuransi yang diajukan oleh TKI. "Apabila ditelusuri lebih lanjut peran PPATK juga dibutuhkan dalam rangka mengusut alur transaksi keuangan perusahaan asuransi TKI ini agar prinsip akuntabilitas dapat diterapkan," ujarnya.

Poempida berpendapat sangat memungkinkan ketika sinergitas antara lembaga pemerintah itu berjalan baik. Maka ada harapan pihak konsorsium asuransi dapat memperbaiki kualitas pelayanan terhadap TKI, terutama dalam pembayaran klaim asuransi. Bila langkah ini belum juga mampu mengurai masalah asuransi TKI maka fungsi konsorsium asuransi ini bukan lagi memberikan proteksi kepada TKI namun proteksi terhadap keuntungan perusahaan mereka.

Kepala BNP2TKI Jumhur Hidayat mengaku ada kesulitan dalam klaim kepada tiga konsorsium asuransi sebelumnya. "Memang ada kesulitan soal klaim? ya memang Iya, karena itu Konsorsium asuransi yang lama diganti tiga konsorsium yang baru," kata Jumhur kepada Gresnews.com, Rabu (12/2).

Menurut Jumhur, upaya yang dilakukan BNP2TKI mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan menggelar rembukan yang dihadiri Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar konsorsium yang lama mau membayar. Selain itu upaya yang dilakukan pihaknya dengan memfasilitasi usaha pencairan  klaim TKI  yang nyangkut di Konsorsium Proteksi.

Deputi Perlindungan BNP2TKI Lisna Yoeliani Poeloengan mengatakan BNP2TKI berhasil memfasilitasi pencairan klaim asuransi TKI senilai Rp 965 juta sepanjang 2013 terhitung sejak 1 Januari sampai 4 Desember. Jumlah klaim asuransi TKI sebesar Rp 965 juta itu, Rp 915 juta  merupakan klaim asuransi 15 TKI yang meninggal di negara tujuan. Sedangkan Rp 50 juta sisanya, merupakan  klaim asuransi 4 kasus TKI sakit sebesar Rp 41 juta, kasus TKI gaji tak dibayar Rp 3 juta, 1 kasus TKI tidak sesuai perjanjian kontrak kerja sebesar Rp 2 juta, dan 1 kasus TKI hamil Rp 2 juta, serta 1 kasus TKI dianiaya sebesar Rp 1.7 juta. "Sebanyak 24 kasus TKI tersebut sudah selesai diserahterimakan klaim asuransinya kepada TKI dan (atau) ahli waris TKI bersangkutan," kata Lisna Yoeliani Poeloengan, Selasa,10 Desember 2013.

Ia mengungkapkan sepanjang tahun 2013, terdapat 346 pengaduan terkait asuransi TKI yang diterima Crisis Center BNP2TKI.  Kemudian 253 kasus asuransi TKI selesai di tingkat Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS), dan 69 kasus asuransi TKI lainnya masih dalam proses penanganan.

Sebelumnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menemukan dugaan ketidakpantasan pengelolaan dana asuransi di Kemenakertrans. Dugaan tersebut muncul setelah OJK memeriksa laporan pialang PT Paladin International. Pialang tersebut mengelola Rp 179 miliar atau 45 persen dari pengelolaan dana premi. Atas dasar itu OJK membubarkan dan menghentikan operasi Konsorsium Asuransi TKI itu. OJK juga menilai para tenaga kerja Indonesia membayar premi terlalu besar namun pengelolaannya tidak lazim.

Dan Pemerintah telah menetapkan tiga konsorsium asuransi tenaga kerja Indonesia yang baru. Ada 32 perusahaan asuransi yang masuk ke dalam tiga konsorsium yang ditetapkan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada 30 Agustus 2013 lalu. Seluruh perusahaan anggota konsorsium ini menggantikan Konsorsium Proteksi TKI dan Pialang Asuransi TKI yang dibekukan Kementerian Tenaga Kerja dan Transimigrasi (Kemenakertrans. Berikut Konsorsium Asuransi TKI dan anggotanya:

I. Konsorsium Asuransi TKI JASINDO:
PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero) sebagai Ketua Konsorsium, PT Asuransi Central Asia, PT Asuransi Ekspor Indonesia (Persero), PT Staco Mandiri, PT Asuransi Binagriya Upakara, PT Asuransi Tri Pakarta, PT Asuransi Indrapura, PT Asuransi Himalaya Pelindung, PT Asuransi Asoka Mas, PT Asuransi Jiwa Bringin Jiwa Sejahtera.

II. Konsorsium Asuransi TKI ASTINDO: PT Asuransi Adira Dinamika (Ketua Konsorsium), PT Vicotria Insurance, PT Multi Artha Guna, PT Malacca Trust Wuwungan Insurance, PT Tugu Pratama Indonesia, PT Panin Insurance (Tbk), PT Asuransi Reliance Indonesia, PT Asuransi Mega Pratama, PT Asuransi Recapital, PT BNI Life Insurance, PT Arthagraha General Insurance, PT. Asuransi Astra Buana

III. Konsorsium Asuransi Mitra TKI: PT Asuransi Sinar Mas - Ketua Konsorsium, PT Asuransi Jasa Tania (Tbk), PT Asuransi Videi, PT Asuransi Parolamas, PT Asuransi Dayin Mitra (Tbk), PT Asuransi Intra Asia, PT Pan Pasific Insurance, PT Maskapai Asuransi Sonwelis, PT Asuransi Jiwa Tugu Mandiri, PT Asuransi Jiwa Sinar Mas MSIG.

Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja Kemenakertrans Reyna Usman menyatakan pemilihan ke-32 perusahaan asuransi tersebut merupakan hasil pertimbangan dan konsultasi kementerian bersama Otoritas Jasa Keuangan. "Kami memilih perusahaan yang memiliki tata kelola baik dan kesehatan keuangannya bagus," ujarnya di Jakarta, Rabu 31 Juli 2013.

BACA JUGA: