JAKARTA, GRESNEWS.COM - Partai pendukung Koalisi Indonesia Hebat (KIH) bersama  PPP hingga hari ini masih bertahan, belum juga bersedia menyerahkan daftar nama komisi dan alat kelengkapan dewan (AKD). Alasannya belum tercapainya kata sepakat dalam memilih pimpinan komisi yang diinginkan mereka dengan cara  mufakat.

Melalui mekanisme mufakat kubu KIH berharap bisa memperoleh jatah kursi, karena dengan mekanisme ini pimpinan komisi bisa dibagi-bagi. Sedang jika melalui paket dan voting tentu KIH akan kembali melempem.

Namun pengamat politik Arbi Sanit melihat upaya KIH menahan pembentukan alat kelengkapan dan komisi dalam rangka menaikan daya tawar mereka. "Memacetkan sidang juga dalam rangka menunggu Jokowi menyelesaikan kabinet. Jika nomenklaturnya ada masalah, harus dapat persetujuan DPR. Mereka mau buat komisi dengan apa kalau kabinet belum tahu. Negara bisa macet karena tingkah DPR dengan presiden tidak nyambung," ujar Arbi, kepada Gresnews.com, Kamis (23/10).

Menurut Arbi, Kejadian ini bisa disebut bukti awal para legislator tidak sedang mengurus negara, melainkan sedang pamer dan berebut kekuasaan. Ia menebak, jika sampai minggu ini susunan kementerian dan komisi belum jelas pembentukannya, dampak sosial dan  ekonomi akan kembali bermuncullan seperti yang lalu-lalu. "Bagaimana mau berinvestasi, misalnya jika tidak ada kepastian politik negara," katanya.

Anggota fraksi PDIP, Arya Bima  membenarkan pihaknya belum berkeinginan menyudahi pembentukan alat kelengkapan. Sebab pihaknya masih meminta kejelasan mekanisme pemilihan ketua komisi. Sehingga pembentukan komisi dan Alat Kelengkapan Dewan tak segera terbentuk "Kalau sekadar penyerahan nama-nama untuk ditempatkan di AKD sangat gampang, udah ada di kantong. Tetapi bukan itu yang jadi soal," katanya saat sidang  Rapat Paripurna, di Senayan, Kamis (23/10).

Hingga saat ini mekanisme pemilihan pimpinan AKD, belum jelas apakah akan berdasar musyawarah untuk mufakat, atau menggunakan voting. "Kita tidak usah naif lah, yang ingin dibentuk kan DPR merah putih, bukan DPR Koalisi Merah Putih (KMP). Jangan sampai kita dibohongi, disuruh setor nama hanya untuk saluran bertindak, untuk sapu habis pimpinan komisi," ungkapnya.

Penyetoran nama itu menurutnya berimplikasi terhadap pemilihan pimpinan komisi, sehingga perlu dijelaskan dulu, bagaimana formalisasinya. Ia mengatakan sempat bertemu dengan Fachri Hamzah di toilet mempertanyakan inisiasi musyawarah mufakat untuk pemilihan pimpinan komisi. "Perlu dibicarakan berapa komposisi pimpinan komisinya supaya kita bisa jalan. Sekarang masalahnya di mana, kemarin juga KMP minta jatah menteri. Ini saya buka sekalian saja," jelasnya.

Namun Fahri Hamzah yang juga menjadi pimpinan sidang dalam Paripurna tersebut mengatakan Pimpinan Dewan tidak bisa mengatur dan menentukan penjatahan kursi Pimpinan Komisi, sebab anggota dewan yang duduk di tiap komisi dan AKD lah penentunya. Sehingga menjadi salah alamat jika permintaan jatah kursi ditujukan padanya, karena ia tak punya kewenangan atas itu. "Juga, terkait menteri, saya yakin, sekalipun ditawari gratis, KMP tidak ada yang minat jadi menteri. Apalagi dikatakan minta jatah, tidak ada!" bantahnya.

BACA JUGA: