JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pelaksana demokrasi di Indonesia dinilai baik baru di tataran prosedural. Namun secara substansial demokrasi Indonesia masih perlu ditingkatkan. Persoalan itu, dinilai perlu dikaji dan diperjuangkan pemerintah dalam Bali Democracy Forum (BDF) yang akan diselenggarakan Desember mendatang.

Hal itu bisa ditempuh melalui kerjasama dan kolaborasi bersama negara partisipan dan tentunya melibatkan peran aktif masyarakat sipil agar kualitas demokrasi dapat dirasakan.

Menurut Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini, relevansi BDF dan kajian manfaatnya menjadi hal penting yang dinantikan masyarakat. Diharapkan, apa yang menjadi dasar pelaksanaannya benar-benar nyata menegakkan nilai demokrasi dan kebebasan berekspresi masyarakat.

Titi menilai, pelaksanaan BDF menjadi positif apabila diikuti implementasi konkret dan hasil nyata. Lebih dari itu, Ia menilai, capaian dan komitmen BDF segera dilaksanakan dan dimanfaatkan agar tidak hanya sebagai agenda seremonial di tingkat regional dan internasional.

Mengenai tantangan yang dihadapi, menurutnya, pemerintah perlu lebih serius memperkuat aspek demokrasi publik secara baik guna menunjang kebebasan masyarakat. "Secara prosedural, pelaksanaan demokrasi sudah berjalan baik namun substansinya perlu diperbaiki," kata Titi kepada gresnews.com, Senin (30/11).

Ia menyebut, permasalahan demokrasi di tingkat lokal saat ini lebih pada perilaku politik. Di sisi lain, mental politik siap kalah-siap menang belum sepenuhnya diterima sehingga rawan keluar dari koridor demokrasi seperti praktik penyimpangan, manipulasi suara dan lainnya.

Menurutnya lemahnya demokrasi Indonesia dapat dilihat dari sisi pengawalan proses pemilihan umum dan sirkulasi elit di tingkat lokal dan pusat. Alhasil, timbul permasalahan masifnya  praktik politik transaksional.

Ia menyebut, sebagai contoh kasus yang tengah terjadi ketika menjelang pemilihan kepala daerah, titik persoalan terletak pada manipulasi suara, politik uang, konflik dan black campaign.

"BDF positif tapi catatannya harus melaksanakan nilai-nilainya sehingga bisa diimplementasikan secara nyata," kata dia.

Kemudian, aspek lain yang cukup penting diangkat dalam BDF adalah esensi menegakkan semangat demokrasi yang salah satu poinnya berlandaskan prinsip akuntabilitas.

Ia berpendapat, sebagai komitmen mendorong nilai demokrasi, pemerintah perlu menjamin kebebasan berekspresi, kebebasan beragama dan keamanan pers atau media serta penyelesaian pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) masa lalu.

Dosen Hubungan Internasional Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Yogyakarta Nikolaus Loy juga sependapat, pengalaman 18 tahun sejak reformasi, demokrasi Indonesia secara prosedural cukup berjalan baik misalnya kehadiran sistem multi partai, pemilihan secara langsung, dan kebebasan berpendapat dan pers.

Meski demikian, pelaksanaan demokrasi dari sisi pembangunan masih dianggap gagal mensejahterakan masyarakat. Prosedur demokrasi, kata Niko, masih gagal menghasilkan kebijakan efektif menekan angka kemiskinan dan ketimpangan antar wilayah.

"Prosedur demokratisasi justru menciptakan ruang bagi praktik korupsi dan kebocoran anggaran. BDF seharusnya menjadi wadah untuk menghasilkan kebijakan dan aksi memperbaiki demokrasi secara efisien dan efektif dalam mengatasi masalah sosial serta pembangunan," kata Niko kepada gresnews.com, Senin (30/11).

Ia menambahkan, BDF dirancang sebagai forum belajar bersama dalam upaya membangun demokrasi yang sehat dan kuat.

Sementara, dari sisi manfaat positif bagi Indonesia dalam sentralitas BDF, sejauh ini lebih pada penguatan diplomasi publik terutama melalui pembentukan citra sebagai negara yang berhasil membangun nilai-nilai demokrasi seperti penyelenggaraan multi partai dan kebebasan publik.

SEMANGAT MELANJUTKAN BDF - Tahun ini Pemerintah Indonesia kembali menggelar Bali Democracy Forum ke-VIII pada 10-11 Desember 2015 di Bali. Tema yang diangkat adalah democracy and effective Public Governance dalam rangka mendorong  hubungan antara demokrasi dan kepemerintahan yang efektif untuk kesejahteraan masyarakat.

Pertemuan tahunan yang diselenggarakan pemerintah Indonesia ini mengundang 53 negara peserta dan 67 negara lainnya serta 7 organisasi internasional.

Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri  Esti Andayani mengatakan, pelaksanaan BDF dinilai penting sehingga terus didukung negara peserta. Menurutnya, ternyata bukan hanya Indonesia yang merasa perlu digelarnya pertemuan internasional ini tetapi negara lain pun menganggap forum tersebut cukup penting bagi negara peserta.

"BDF dalam rangka mengajak sesama negara untuk memandang penting nilai demokrasi," kata Esti di Gedung Nusantara Kementerian Luar Negeri, Senin (30/11).

Dalam pertemuan ke-VIII ini, Esty mengatakan akan ditingkatkan substansi pembahasan dalam BDF. Pembicara yang dipilih, kata dia, adalah negara yang sukses menjalankan proses dan capaian demokrasi. Sebab hal itu yang bakal dijadikan agenda pembahasan.

Direktur Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri Al Busyra Basnur menyebut, penyelenggaraan agenda BDF tahun ini sedikit berbeda dari tahun sebelumnya. Pembahasan kali ini akan menekankan segi substansi dialog melalui penambahan panel diskusi sesuai kebutuhan beyond region of asia pacific.

"Sebelumnya, belum ada panel-panel diskusi. Saat ini, masing-masing negara membagi pemahaman dan peningkatan kualitas substansi dalam BDF," kata Basnur, Senin (30/11).

Selain dialog, tema yang diangkat juga cukup kontekstual dan aktual. Alasan dibalik pembahasan  good governance kali ini, agar sesama negara sahabat bisa menyelaraskan demokrasi dan prinsip good governance.

PERAN INDONESIA - Peran Indonesia yang cukup dikenal di kalangan regional maupun internasional karena sebagai inisiator pendirian Bali Democracy Forum (BDF). Memacu Indonesia untuk terus meningkatkan kualitas demokrasinya. Forum internasional yang dibentuk sejak tahun 2008 sendiri bertujuan membangun kerjasama penguatan kapasitas institusi demokrasi.

Latar belakang lahirnya BDF sendiri pada awalnya disepakati sebagai forum tahunan yang bersifat inklusif dan terbuka dalam memfasilitasi dialog pembangunan demokrasi khususnya di kawasan Asia Pasifik. Pelaksanaan BDF didasarkan pada prinsip sharing of experiences dan best practices melalui pendekatan diskusi serta pertukaran pandangan antar negara-negara peserta.

Acara yang digelar pertama kali pada 10-11 Desember 2008 tersebut sangat fokus pada tata bangun (arsitektur) demokrasi melalui tema Building and Consolidating Democracy: A Strategic Agenda for Asia dengan  tingkat partisipasi sebanyak 32 negara peserta.

Apabila dilihat dari segi pelaksanaannya, secara kronologis BDF telah digelar selama 7 kali pertemuan dalam kurun waktu 2008 hingga 2014. Dalam perkembangannya, masing-masing negara peserta telah melakukan serangkaian dialog menuju pengarusutamaan demokrasi.

Pada putaran BDF I, forum ini awalnya menitikberatkan dorongan keterlibatan negara-negara kawasan Asia Pasifik guna menciptakan situasi negara yang kondusif dan aman. Dari tingkatan ini, terbangun konsolidasi dan peningkatan kerjasama demokrasi.

Kemudian, BDF II pada tahun 2009, mengangkat kondisi global yang pada saat itu tengah dilanda krisis finansial. Kesempatan ini juga sekaligus dijadikan wadah penguatan negara kawasan Asia sebagai basis stabilitas pemulihan ekonomi sekaligus mendorong pentingnya rule of law dan transparansi.

Sedang pada acara BDF III, membahas stabilitas keamanan di tengah situasi krisis regional dengan harapan mendorong harmonisasi antar negara dengan mengedepankan dialog dan jalan damai.

BDF IV, menitikberatkan pada aspek dan nilai partisipasi masyarakat. Dalam kesempatan ini, masing-masing negara menyepakati keterlibatan publik dalam perumusan kebijakan dan didukung keterbukaan informasi dalam menjaga kesinambungan demokratisasi.

Lalu BDF V mengangkat tema pemajuan prinsip demokrasi dalam tatanan birokrasi pemerintah global dan sikap demokratis dalam interaksi pergaulan di kalangan masyarakat internasional.

BDF VI, mengangkat permasalahan yang dihadapi negara kawasan seperti masyarakat pluralistik yang tentu menghadirkan tantangan tersendiri. Selain itu dibahas pula pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) bebas dan adil serta pembangunan institusi-institusi demokrasi.

Sementara BDF VII, pada 2014 lalu, memberikan kesempatan kepada setiap negara membentuk tata bangun demokrasi di kawasan.


BACA JUGA: