JAKARTA, GRESNEWS.COM - Sikap warga Nahdlatul Ulama (NU) DKI Jakarta terbelah usai kegiatan bertajuk Istighosah Kebangsaan yang digelar di kediaman Djan Farid Minggu malam (5/2). Lantaran penyelengara acara Istighosah Kebangsaan mengundang calon gubernur nomor pemilihan dua DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, yang dalam persidangan Ahok dituding telah menghina Rais Am PB NU Ma´ruf Amin. Terlebih pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta merasa tidak menyelenggarakan acara tersebut.

Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga PW GP Ansor DKI Jakarta, Redim Okto Fudin menegaskan bahwa Istighosah Kebangsaan bukanlah kegiatan resmi PWNU Jakarta. Sebelumnya, beredar rilis bahwa kegiatan yang dihadiri oleh Basuki Tjahja Purnama tersebut diselenggarakan oleh PWNU Jakarta.

"Pengurus GP Ansor DKI menegaskan bahwa acara Istighosah Kebangsaan yang mengklaim digelar warga Nahdliyin Jakarta Ahok dan mencatut penggunaan logo organisasi NU bukanlah acara NU, tidak ada sangkut pautnya dengan organisasi NU dan bukan representasi warga NU," kata Redim kepada gresnews.com, Senin (6/2).

Redim menambahkan, penggunaan logo NU dalam acara tersebut adalah illegal dan karenanya bisa dikenai konsekuensi hukum. Menurut Redim, acara tersebut juga berpotensi untuk memecah belah NU. "Karena itulah GP Ansor DKI menyatakan protes keras atas penggunaan lambang NU tersebut dan kami akan melakukan langkah lanjutan, baik hukum maupun non-hukum," sambungnya.

Redim menjelaskan, di tengah situasi panas Pilkada DKI, kegiatan istigosah yang digelar di kediaman Djan Farid itu telah membuat suasana makin keruh, dan berpotensi menimbulkan sikap permusuhan serta memecah belah kerukunan. Redim menyebut upaya demikian tak ubahnya politik belah bambu yang dilakukan kaum penjajah dahulu.

"GP Ansor DKI akan mengamankan sikap PWNU DKI yg mendukung pernyataan tegas Ketua Umum Tanfidziah PBNU Said Agil Siradj, bahwa saudara Ahok bersalah dan masyarakat NU DKI tidak akan memilih Ahok," katanya.

Terlepas dari kegiatan Istighosah Kebangsaan di atas, Redim mengungkit kembali sikap Ahok dan tim kuasa hukumnya di persidangan yang digelar Selasa (31/1) lalu. Menurutnya, meski secara pribadi KH. Ma´ruf Amin sudah menerima permintaan Ahok, namun sikap dan perkataan Ahok itu masih dinilai menyakitkan dan menyinggung warga NU. Karenanya, menurut Redim, sudah sewajarnya warga NU tidak mendukung orang yang telah membuat warga NU tersinggung .

Redim juga menjelaskan bahwa GP Ansor DKI akan mendatangi Rumah Lembang guna meminta pertanggungjawaban kepada Ahok dan tim suksesnya terkait adanya sikap yang dinilai menghinakan kyai "Semua Ansor, Banser, marah dan kecewa semua kepada Pak Ahok. Tapi memang semuanya ditahan oleh Ketua Umum PP Anshor. Beliau mengatakan bahwa Ansor dan Banser satu komando. Tapi kan kita juga tidak bisa menahan jika ada teman-teman di cabang atau pengurus wilayah yang ingin turun ke jalan atau apa. Kalau nanti kita bersikukuh untuk tetap turun, yang pasti kita sudah punya perhitungan sendiri," kata Redim.

Menurutnya, Ansor Jakarta Selatan kemungkinan besar bakal jadi mendatangi Rumah Lembang. Ditanya waktunya kapan, Redim menyebut hal itu masih dalam tahap pembicaraan. "Yang jelas, informasi yang masuk ada sekitar 700 hingga 800 orang yang nanti akan ke Rumah Lembang," katanya.

MENJAGA NETRALITAS DAN MENAHAN DIRI - Sementara itu, peneliti Abdurrahman Wahid Center Universitas Indonesia, Faisal Kamandobat, menerangkan bahwa di dalam suasana Pilkada DKI kali ini, kecenderungan politisasi agama sangat tampak sekali. Pun dalam kaitannya dengan acara Istighosah Kebangsaan, Faisal menilai hal demikian tidak lepas dari upaya politisasi agama. "Sekarang ini yang ramai muncul itu kan politisasi agama. Jadi politik ingin menggunakan agama untuk mencapai kepentingannya," kata Faisal kepada gresnews.com, Senin (6/2).

Faisal menerangkan, dalam mendukung pasangan calon gubernur DKI, baik itu Agus Harimurti (AHY)-Sylviana Murni, Ahok-Djarot, maupun Anies-Sandi, setiap nahdiyin atau warga NU diberi kebebasan untuk menentukan pilihannya sendiri. Lantaran itulah terkait kegiatan Istighosah Kebangsaan yang dihadiri sejumlah tokoh NU seperti Nusron Wahid, Djan Farid, Gus Nuril, dsb, Faisal menegaskan bahwa penting melihat acara itu sebagai kegiatan pribadi, alih-alih kegiatan institusi.

"Itu tidak masalah, sebenarnya. Kalau mereka mau bikin selametan atau istigosah atau acara apa pun, itu urusan pribadi mereka. Bukan acara institusi. Dan bukan rahasia lagi kalau Djan Farid dan Nusron adalah pendukung Ahok," kata Faisal.

Menurut Faisal, andai itu acara resmi, sudah barang tentu PBNU atau PWNU DKI akan memberikan konfirmasi terlebih dulu dengan memberikan surat resmi atau semacamnya. Namun dalam kegiatan Istighosah Kebangsaan itu, surat semacam itu tidak ada. Bahkan di rilis yang beredar sekalipun, siapa penyelenggara kegiatan itu tidak dicantumkan.

Terakhir, Faisal menegaskan bahwa secara institusional NU bersikap netral dan dituntut untuk bisa menjadi penyeimbang dari setiap kekuatan politik yang ada. Dan demi menjaga ukhuwah satu sama lain,menurut Faisal, NU harus berada di atas semua calon.

"Dalam situasi seperti ini saya kira NU harus menjaga netralitas dari semua kubu. Kalau tidak begitu, nanti dia akan dipecah oleh kepentingan di luar dirinya dan tidak bisa menjadi penyeimbang dari masyarakat," pungkasnya.

Sebelumnya, Minggu (5/2), Sekjen PBNU Helmy Faishal Zaini menegaskan, dalam kaitannya dengan kasus Ahok vs KH Ma´ruf Amin, Ahok sendiri sudah menyatakan permintaan maaf dan hal itu diterima oleh KH Ma´ruf. Di sisi lain, PBNU sendiri sudah melayangkan protes keras terhadap Ahok dan tim kuasa hukumnya yang dianggap telah berlaku tidak pantas dalam memperlakukan KH Ma´ruf di persidangan.

Namun demikian, menurut Helmy, terlepas dari protes keras di atas, setiap pihak harus tetap bersikap tenang. Diminta keterangan mengenai rencana Anshor mendatangi Rumah Lembang, Helmy memberi jawaban singkat.

"Kami meminta kepada Ansor dan Banser untuk menahan diri," kata Helmy kepada gresnews.com. Diminta keterangan mengenai kegiatan istighosah kebangsaan yang digelar di rumah Djan Farid, Helmy menjelaskan bahwa fakta sebenarnya ada di dalam rilis PWNU DKI.

Berikut selengkapnya pernyataan dari PWNU DKI Jakarta yang ditandatangi oleh Rois Syuriah KH. Mahfudz Asirun dan Wakil Ketua Tanfidziah KH. Munahar Mukhtar.   

Berkaitan diadakannya Istighosah kebangsaan warga Nahdliyin Jakarta bersama Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) di Jl. Talang no.3 Menteng Jakarta Pusat, dengan ini pengurus PWNU DKI menegaskan:

1. Bahwa acara ini tanpa sepengetahuan dan tidak ada sangkut pautnya dengan pengurus PWNU DKI.

2. PWNU DKI tersinggung dan tetap mengecam keras perlakuan Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) dan pengacaranya terhadap Rois Am PBNU KH. Ma’ruf Amin.

3. PWNU DKI mendukung pernyataan tegas Ketua Tanfidziah PBNU Prof. Dr. KH. Said Agil Siraj, bahwa saudara Ahok bersalah dan masyarakat NU DKI tidak akan memilih Ahok.

4. Akan menindak tegas jika ada pengurus yang berperan aktif di acara Istighosah bersama Ahok sesuai dengan ketentuan organisasi.

Terlepas dari persoalan penyelenggara kegiatan Istighosah Kebangsaan atau permasalahannya dengan KH Ma´ruf Amin, Ahok sendiri tampak diterima oleh warga nahdiyin yang hadir di kegiatan tersebut. Dalam sambutannya, Ahok tak lupa mengucapkan terima kasih atas dukungan warga NU kepadanya.

"Saya berterima kasih karena dari dulu teman-teman NU mendukung saya. Ini ada beberapa teman NU bilang, kalau Ahok baik jangan dimusuhi. Kalau ada acara-acara Istigosah diundang, datang," kata mantan Bupati Belitung Timur tersebut, Minggu (5/2) malam.

Ahok juga berjanji, andai dirinya terpilih nanti, dia akan rutin menghadiri kegiatan istighosah yang digelar warga nahdiyin. Bahkan, Ahok sudah menetapkan waktu khusus agar dirinya bisa datang di kegiatan istighosah berikutnya.

"Kalau mau undang saya, aturnya Kamis malam, minimal 1 atau 2 bulan sekali saya bisa hadir. Saya harap silaturahmi kita tidak terputus begitu saja. Kalau bisa malam Jumat, saya sudah bilang, biar kita terus berkomunikasi," paparnya. (Zulkifli Songyanan)

BACA JUGA: