JAKARTA, GRESNEWS.COM - DPR melayangkan surat penolakan atas permintaan penangguhan jadwal rapat dengar pendapat kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN). DPR merasa lembaganya sehat dan permasalahan alat kelengkapan dewan sudah sah secara hukum sehingga tak ada alasan bagi pemerintah tak menghadiri pemanggilan oleh parlemen.

Pengamat politik dari Universitas Indonesia Maswadi Rauf mengatakan ketika DPR mengundang lembaga eksekutif maka dapat dipastikan telah memiliki alat kelengkapan dewan dan jumlah fraksi dalam kondisi siap. Apalagi dalam rapat di setiap komisi harus memenuhi beberapa syarat diantaranya dihadiri minimal enam fraksi. Dia menambahkan seharusnya para menteri harus berkewajiban untuk hadir dalam setiap rapat yang diundang oleh DPR.

"Jadi sebenarnya jangan dilarang para menterinya. Seharusnya menteri siap hadir sambil menunggu persoalan internal selesai," kata Maswadi kepada Gresnews.com, Jakarta, Rabu (26/11).

Maswadi menilai dengan adanya surat yang melarang para menteri untuk hadir rapat dengan DPR, seolah-olah Presiden Joko Widodo (Jokowi) lebih paham terhadap situasi dan kondisi di DPR.  Presiden Jokowi harus mencabut surat edaran tersebut, sebab jika tidak mencabut maka akan menciptakan konflik yang berkepanjangan antara eksekutif dengan legislatif.

Apalagi konflik yang terjadi di DPR, merupakan resiko dari negara yang menganut demokrasi. Dia menilai surat edaran tersebut terkesan Presiden Jokowi menghalang-halangi kinerja DPR dalam melakukan pengawasan terhadap eksekutif.

"Persoalan yang terjadi di DPR kan seolah-olah Presiden lebih tahu. Jadi Presiden harus berkewajiban untuk mencabut surat tersebut," kata Maswadi.

Sementara itu, pengamat politik Indro Cahyono menilai tindakan DPR mengirimkan surat balasan penolakan atas permintaan Menteri BUMN, sangatlah wajar. Sebab, DPR saat ini merupakan lembaga yang sehat. Kendati demikian, Indro menambahkan memang menjadi kewenangan bagi Menteri BUMN Rini Soemarno untuk melarang jajarannya untuk rapat dengan DPR, namun apakah pelarangan tersebut diketahui oleh Presiden atau tidak.

Menurutnya lembaga hukum seperti Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung menjadi jembatan mediasi antara eksekutif dan legislatif untuk menyelesaikan konflik yang nantinya bisa berkepanjangan. Apalagi pemerintah juga memiliki kepentingan untuk membahas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP).

"Jadi sebenarnya harus ada mediasi antar lembaga. Jangan digiring ke wilayah konflik. Ini konfliknya bisa berkepanjangan," kata Indro kepada Gresnews.com.

BACA JUGA: