JAKARTA, GRESNEWS.COM - Barisan Muda Merah Putih mendesak Komisi Pemilihan Umum menyelesaikan terlebih dahulu segala persoalan dalam proses pemilihan presiden dan wakil presiden (Pilpres) ini melalui pleno. Hal itu bisa dilakukan, sekali pun harus  mengundurkan jadwal pengumuman rekapitulasi  nasional dari 22 Juli 2014.

“Yang terpenting adalah menyelesaikan persoalan dengan mengakomodir suara peserta pemilu, bukan memaksakan sesuai jadwal tapi hasilnya masih menyisakan banyak persoalan,” ujar anggota  Barisan Muda Merah Putih yang juga Ketua Kebijakan Publik dan Juru Bicara Partai Bulan Bintang (PBB), Teddy Gusnaidi kepada Gresnews.com, di Jakarta, Senin (21/7).
 
Teddy menegaskan, pleno Pilpres saat ini harus benar-benar berdasarkan data dan bukti. Jika ada perbedaan, maka harus diselesaikan dengan pembuktian. “Jangan sampai ketika terjadi perbedaan, KPU mengeluarkan jurus saktinya secara sepihak mengesahkan rekapitulasi dengan "Catatan".  Tidak bisa KPU pakai tangan besi lagi! Tidak bisa KPU itu menentukan berapa gol di lapangan! Dan kemudian menyarankan penyelesaian ke MK,” tegas Teddy.

Ketika KPU masih berkeras  mengumumkan hasil perolehan suara nasional pada 22 Juli dengan segudang persoalan yang tidak dapat diselesaikan di pleno, maka Teddy menilai KPU sudah mengebiri hak peserta pemilu. “Kalau semua kecurangan dilemparkan ke MK, untuk apa ada rapat Pleno rekapitulasi nasional di KPU Pusat? Langsung saja ke MK, dari KPU Provinsi langsung saja serahkan ke MK, dan MK yang mengadakan rapat pleno rekapitulasi nasional! Bukan KPU,” sindirnya.
 
Sebab, pleno memiliki peran penting dan strategis. Ada fungsi koreksi terhadap rekapitulasi dari daerah, ada check and re-check data dan bukti serta ada proses validasi perhitungan suara. Dalam pleno, setiap peserta pemilu juga harus menyiapkan bukti-bukti suara di setiap TPS di seluruh Indonesia sebagai bahan adu data. Sebaliknya, KPU  harus bisa mempertanggung-jawabkan data yang mereka terima dari daerah. Sedangkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) berada diantara dua data tersebut. “Aneh jika KPU dan Bawaslu  mengebiri peserta pemilu untuk mendapatkan kebenaran dengan alasan keterbatasan waktu," tambahnya.
 
Teddy mengatakan, Pemilu menjadi tidak sehat, ketika ada bukti-bukti kecurangan hanya menjadi catatan saja, tapi suara hasil kecurangan dilegalkan. Alasan waktu jangan dijadikan tameng bagi KPU, Bawaslu dan MK untuk menggunakan tangan besi mengkebiri hak peserta pemilu. “Pengunduran waktu penetapan bukan sesuatu yang haram. Penetapan hasil Pilpres tanggal 22 Juli 2014, bukan tanggal sakral. KPU, Bawaslu dan peserta pemilu masih banyak waktu saling mengecek data yang sebenarnya,” ujarnya.
 
Seperti diketahui, saat ini tahapan pemilu presiden (Pilpres) 2014 sudah memasuki proses rekapitulasi suara. Sesuai jadwal Komisi Pemilihan Umum (KPU), rekapitulasi tingkat nasional direncanakan berlangsung pada 20-22 Juli 2014. Setelah KPU mengumumkan penetapan hasil rekapitulasi Pilpres tahun 2014 tingkat nasional pada 22 Juli, Mahkamah Konstitusi (MK) langsung membuka pendaftaran permohonan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU).

Sementara, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan tidak mau didikte dalam menentukan jalannya perhitungan suara hasil Pilpres 2014. Karena itu secara resmi KPU menolak untuk menuruti permintaan yang menginginkan agar KPU menunda hasil pemungutan suara Pilpres 2014. Pasalnya KPU sudah mempunyai jadwal yang harus dilaksanakan sesuai dengan target. "Kami tetap laksanakan sesuai dengan target, kata komisioner KPU Arief Budiman kepada Gresnews.com, Senin (21/7).
 
Menurut Arief, sampai saat ini KPU masih akan melaksanakan tahapan dan program sesuai jadwal. Pada tanggal 20 hingga 22 Juli akan digelar rekapitulasi suara tingkat nasional. "Jadi, KPU semaksimal mungkin akan tuntaskan semuanya sesuai dengan target," tegas Arief.

BACA JUGA: