JAKARTA, GRESNEWS.COM – Keinginan Gerindra untuk melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-undang pemerintahan daerah (UU pemda) menuai sejumlah komentar. Materi yang diajukan yaitu soal sejauh mana kewenangan partai menarik kadernya dari jabatan politik jika keluar dari partai atau recall telah memancing kontroversi di tengah maraknya isu kader partai yang menjadi kepala daerah menentang RUU Pilkada yang ingin menyerahkan kewenangan Pilkada kembali ke DPRD.

Alhasil uji materi ini dicurigai sebagai upaya partai untuk bisa menarik atau menindak kadernya yang dinilai telah keluar dari kebijakan partai. Dalam kasus Gerindra, uji materi tersebut dinilai terkait dengan status wakil gubernur DKI Jakarta Basuki Thahaja Purnama (Ahok) yang keluar dari Gerindra karena berbeda pendapat soal mekanisme pilkada. Jika uji materi tersebut diterima MK, maka Ahok akan berpotensi mundur dari jabatannya. Berikut komentar sejumlah pakar hukum mengenai hal tersebut.

Namun menurut pendapat pengamat hukum tata negara Refly Harun, dalam kasus ini, dibedakan antara Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan kepala daerah atau kepala negara. Menurutnya, di negara manapun tidak dikenal sistem recall untuk kader partai yang menjadi kepala daerah, karena mereka dipilih langsung oleh rakyat dan mendapatkan mandat langsung dari rakyat. "Hanya sistem di Indonesia yang aneh karena sudah menganut sistem pemilihan terbuka tapi masih saja ada konsep recall," kata Refly kepada Gresnews.com, Sabtu (20/9).

Ia melanjutkan, seharusnya sistem recall dihapuskan karena berbahaya. Ia mencontohkan bagaimana sistem recall tersebut bekerja jika diterapkan pada kepala daerah atau presiden. Jelasnya, misal ada presiden berkuasa dari PDIP dan PKB yang mendukung Jokowi.

Lalu ia mencontohkan dalam perjalanan Hanura tidak setuju dengan dengan kebijakan pemerintahan, maka pemerintah dan presiden dapat dihentikan dengan mekanisme recall. Menurutnya dengan konsep tersebut, kepala daerah atau presiden akan mudah dicengkram oleh kekuasaan partai politik. "Prediksinya uji materi tidak akan disetujui," ujar Refly.

Secara terpisah, pengamat hukum dari UIN Jakarta Andi Syafrani mengatakan uji materi yang diajukan Gerindra ke MK merupakan hak partai besutan Prabowo Subianto itu. tetapi ia menilai tidak elok ketika mereka yang membuat Undang-undang (UU) tapi mereka yang mengajukan uji materi ke MK.

Andi mengatakan, harusnya Gerindra menggunakan haknya dalam legislatif atau dalam proses pembuatan UU-nya. Kalau ide mereka kalah dalam proses pembuatan UU, tentu mereka punya hak untuk judicial review di MK.

"Gerindra juga pasti mengetahui argumen apa saja yang dijadikan dasar oleh para pembuat UU untuk membuat ketentuan pasal tersebut," ujar Andi kepada Gresnews.com.

Lebih lanjut, ia menjelaskan uji materi terkait UU pemda adalah bagian dari open legal policy atau menjadi bagian dari kebijakan hukum yang dibuat oleh para pembuat hukum. Ia mengatakan harus dipastikan pasal tersebut memiliki cantelan yang kuat apakah memang ada norma dalam konstitusi yang dilanggar dengan adanya norma pembatasan kepala daerah.

"Kalau misalnya ada layak diujikan, tapi saya merasa itu adalah  bagian dari legal policy untuk mmberikan batasan-batasan terkait dengan jabatan tertentu di pemerintahan," katanya.

BACA JUGA: