JAKARTA, GRESNEWS.COM - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyatakan angka kemiskinan terus mengalami penurunan. Hal itu dibuktikan pada bulan Maret 2014, tingkat kemiskinan turun menjadi 11 persen atau sekitar 28 juta penduduk.

SBY mengaku selama masa kepemimpinannya dapat bernafas lega karena sejak tahun 2004 angka kemiskinan terus mengalami penurunan. Walaupun sempat ada masa angka kemiskinan mengalami peningkatan di tahun 2005. Hal itu dikarenakan krisis kenaikan harga minyak dunia.

SBY mengatakan dalam lima tahun terakhir, pemerintah telah berhasil menurunkan jumlah penduduk miskin sekitar 4,5 juta orang. Kemudian pada tahun 2009, persentase penduduk miskin masih mencapai 14 persen atau sekitar 32 juta penduduk berada di bawah garis kemiskinan.

Pada bulan Maret 2014, tingkat kemiskinan turun menjadi 11 persen atau 28 juta penduduk.  "Walaupun terus menurun, kta tetap tidak puas dengan angka ini. Kita akan terus berupaya mencapai angka nol kemiskinan absolut di bumi Indonesia," kata SBY dalam Pidato Kenegaraan di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Jumat (15/8).

Kendati demikian, SBY mengatakan efektivitas pembangunan nasional tidak semata-mata diukur dari pengentasan kemiskinan. Ukuran lain yang juga penting adalah pertumbuhan kelas menengah. Dia mengaku sebenarnya pemerintah saat ini mempunyai tujuan ganda (twin objective) yakni menurunkan secara sistematis dan signifikan angka kemiskinan dan bersamaan dengan itu meningkatkan kesejahteraan rakyat dan kelas menengah.

"Saya yakin seyakin-yakinnya bahwa kemajuan Indonesia bukan diukur dari jumlah konglomerat. Namun diukur dari jumlah kelas menengah," kata SBY.

SBY mengatakan kalau jumlah kelas menengah terus membesar, berarti kemiskinan otomatis menurun karena yang masuk menjadi kelas menengah adalah dari golongan miskin yang berhasil mengubah nasibnya buruh tani menjadi pemilik lahan. Kemudian, karyawan yang menjadi manajemen. Lalu si miskin yang menjadi pengusaha, dosen atau pejabat.

Oleh karena itu, kata Presiden SBY, pemerintah dalam kebijakan pembangunannya harus terus mendorong pertumbuhan kelas menengah. Untuk mendorong, pemerintah menjamin kemudahan berbisnis, dengan menganakemaskan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Menurutnya Indonesia kini mempunyai kelas menengah yang terbesar di Asia Tenggara. Jumlah kelas menengah di Indonesia bertambah sekitar 8 juta orang per tahun.

"Kita harus menjaga momentum positif ini karena secara global, revolusi besar yang akan kita saksikan di abad 21 adalah revolusi transformatif dan kreatif yang akan dimotori oleh kelas menengah," kata SBY.

Hanya saja klaim pemerintah soal angka kemiskinan ini memang harus dicermati benar kenyataannya. parkar ekonomi UGM Revrisond Baswir menilai, resep pemerintah dengan menekankan pembangunan infrastruktur untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi demi menurunkan angka kemiskinan ini dianggap sebagai resep yang kadaluwarsa.

Dengan resep lama itu, kata dia, angka kemiskinan memang turun, tetapi akan menimbulkan masalah semakin lebarnya jurang si kaya dan si miskin. "Pemerintah harus fokus untuk mengurangi kesenjangan antara si kaya dan si miskin," kata Revrisond kepada Gresnews.com, beberapa waktu lalu.

Revrisond mengatakan Indeks Gini untuk kesenjangan antara si kaya dan si miskin sebelumnya sebesar 0,35 persen dan saat ini sudah mencapai 0,41 persen. Hal itu menunjukkan kesalahan strategi ekonomi makro yang dicanangkan oleh pemerintah. Meskipun pemerintah sudah mengeluarkan banyak uang untuk mengurangi kemiskinan.

Lagi-lagi Revrisond mengakui memang angka kemiskinan berkurang tetapi yang kaya semakin kaya. "Jadi gini kita harus mendefinisikan strategi kedepan bukan mengurangi kemiskinan. Itu tidak lagi isu utama. Tapi isu utama kita mengurangi kesenjangan kaya dan miskin," katanya.

Untuk itu, Revrisond mengusulkan untuk mengurangi kesenjangan kaya dan miskin, pemerintah jangan membuat kebijakan yang fokus untuk golongan miskin tetapi pemerintah juga harus membuat kebijakan yang tepat kepada golongan kaya. Misalnya kebijakan makro yang bisa mengurangi kaya miskin dengan mempertimbangkan kebijakan pajak yang lebih progresif.

"Jadi kebijakannya tidak mengenai penduduk miskin tapi bisa mengenai kelompok lain juga," kata Revrisond.

BACA JUGA: