JAKARTA, GRESNEWS.Com - Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS), menyatakan Letter of Intent (LoI) antara Indonesia dan Norwegia terkait moratorium hutan membawa manfaat finansial bagi pemerintah Indonesia. Dana senilai US$ 1 miliar ditawarkan oleh pemerintah Norwegia melalui tiga fase atas komitmen Indonesia mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dan mitigasi (pencegahan) kerusakan hutan.

LoI Indonesia dengan Norwegia kemudian ditindaklanjuti dengan moratorium hutan melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2011, tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut. Menurut Ketua Komite Pertimbangan Organisasi IHCS, Gunawan, LoI yang bermuara pada diberlakukannya moratorium hutan, memberi dukungan bagi progam REDD+ (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation),  sebuah progam untuk mengatasi perubahan iklim dan pemanasan global dengan skema keuangan.
Berdasarkan perjanjian dalam kerangka kerjasama menurunkan emisi yang terjadi di Indonesia melalui mekanisme REDD+ Fase I. Masa Persiapan (2010) dan Fase II. Masa Transformasi (2011-2012), pemerintah Indonesia  menerima kontribusi dari Norwegia US$ 200 ribu.

"Kontribusi untuk penurunan emisi yang terverikasi sejak 2013, dari Norwegia US$ 800 ribu," kata Gunawan kepada Gresnews.com, Sabtu (16/5).

Dari moratorium hutan, kata Gunawan, pemerintah Indonesia sebenarnya memiliki waktu jeda yang bisa digunakan untuk memperbaiki tata kelola hutan, mengkaji peraturan perundangan terkait pemberian izin di wilayah hutan, dan memperbaiki database lahan kritis.

Namun, mengatasi perubahan iklim, tidaklah cukup dengan mitigasi yang berbasis modal internasional guna mencegah dan mengatasi kebakaran hutan, perbaikan hutan, dan lain-lain. Tetapi dibutuhkan juga adaptasi terhadap perubahan iklim. Misalnya perlindungan petani pemulia tanaman yang memproduksi benih idaman petani yang tahan perubahan iklim hingga melindungi hak petani yang sanggup memadukan kedaulatan pangan dengan kelestarian hutan.

"Pembaruan struktur penguasaan, penggunaan, pengelolaan, dan pemanfaatan hutan, seharusnya bukan akibat komitmen dana dari Norwegia atau negara-negara barat lainnya," tegasnya. Tetapi harus berdasarkan kepentingan nasional, kemakmuran rakyat dan keadilan agraria serta perlindungan hak petani dan masyarakat adat

Sebelumnya Presiden Joko Widodo menyetujui moratorium untuk dilanjutkan beberapa tahun ke depan sesuai amanat dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2013, tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut. Sejumlah pihak mendesak penguatan saat perpanjangan periode itu. Namun yang terjadi, moratorium hanya dinyatakan berlanjut tanpa penguatan apapaun hingga diperpanjang lagi pada Mei 2015 ini.

Moratorium Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam itu dimulai pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono lewat Instruksi Presiden No 10 tahun 2011, tepatnya pada 20 Mei 2011. Kemudian di tahun 2013, moratorium tersebut diperpanjang.

BACA JUGA: