JAKARTA, GRESNEWS.COM - Sabda Raja Hamengkubuwono X dapat saja diterima sebagai pembaharuan, namun terdapat permasalahan lain ketika putri sulung sultan, GRAy Nurmalita Sari ( GKR Pembayun)  menjadi Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Mangkubumi. Perubahan silsilah raja menjadi ratu ini akan mempengaruhi penunjukan Gubernur Jogjakarta yang diamanatkan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 13 tahun 2012 tentang Keistimewaan Yogyakarta (UU DIY) sebagai seorang laki-laki. Dalam UU DIY Sultan otomatis menjadi Gubernur Yogyakarta.

Diketahui, Sri Sultan  Hamengkubuwono X tak memiliki keturunan laki-laki yang akan menggantikannya sebagai raja. "Kami harus tenang menghadapi perintah ini, lihat akan terjadi apa setelah diimplementasikan," kata Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri Doni Riadmadji di DPD RI, Senayan, Rabu (13/5).

Menurutnya, Sabda Raja ini amat erat kaitannya dengan perebutan kursi politik sehingga pewarisan tahta kepada Pembayun menjadi kontroversial. Kelompok penentang keluarnya Sabda Raja ini adalah adik-adik lelaki Sultan yang mempunyai kemungkinan menjadi raja.

"Dalam UU DIY memang disebutkan Sultan akan secara otomatis menjadi gubernur," katanya.

Namun, hal ini jika dikaitkan, maka dapat merusak suksesi dalam kaitan UU. Sebab UU DIY menyatakan "Hamengkubuwono" lah yang bertahta dan berhak menjadi gubernur. Sementara sultan saat mengangkat Pembayun akan mengubah trah "Buwono" menjadi "Bawono".

"Siapa yang akan jadi gubernur? Dalam Sabda Raja tak ada ´Buwono´ ini memerlukan kearifan pemerintah, DPR, dan DPD dalam menyikapinya," ujarnya.

Selanjutnya, dalam UU DIY juga dikatakan persyaratan menjadi Gubernur Yogya harus melampirkan surat keterangan yang isinya menyebut nama keluarga termasuk istri. Artinya secara tersirat dinyatakan gubernur Yogyakarta merupakan seorang laki-laki.

"Bagaimana jika pengangkatan saat ini bukan Raja melainkan Ratu?" tanyanya.

Walaupun kesemua hal tersebut dapat dilalui dengan berbagai cara dalam raangka proses menuju pembaharuan. Namun, perlu ada kesabaran memahami secara arif Sabda sang Raja.

Peneliti Centre For Strategic Of Internasinal Studies (CSIS) Joseph Kristiadi juga mengaku terkejut saat sultan membuat sabda yang sangat bertentangan dengan aturan yang ada. Pengangkatan pembayun yang merupakan seorang perempuan menjadi isu yang sensitif.

Perebutan kekuasaan dalam lingkup keluarga ini, ia sinyalir akibat dicampuradukannya kontes kerajaan dengan kontes perpolitikan. Sebab sultan merupakan tokoh budaya dan raja sehingga memang ada baiknya masalah kerajaan tak disangkutkan dengan urusan politik karena akan timbul konflik kepentingan. "Sultan terlalu "Besar" untuk diberi kuasa sebagai gubernur," katanya di DPD RI, Senayan, Rabu (13/5).

"Saat ini yang terpenting bagaimana yang disampaikan sultan tak menjadi bola liar," katanya.

Ia mengusulkan agar Sabda Raja dibicarakan secara bersama karena bagaimanapun juga, Sultan telah mengejutkan banyak pihak dengan dhawuhnya tersebut. "Yang penting harus ada asas demokrasi kerakyatan, tahta untuk rakyat," katanya.

BACA JUGA: