Miryam S Haryani politikus Partai Hanura yang menjadi tersangka pemberi keterangan palsu kasus korupsi e-KTP menyurati Pansus Hak Angket KPK untuk meminta perlindungan. Miryam merasa telah ditekan oleh pihak lain maka seharusnya diberikan perlindungan sebagai saksi.

Dalam kasus ini, Miryam S Haryani didakwa memberikan keterangan palsu dalam persidangan perkara dugaan korupsi e-KTP. Miryam terancam hukuman maksimal 12 tahun penjara.

Anggota Pansus KPK dari Fraksi PDIP, Eddy Kusuma Wijaya, mengaku pihaknya telah menerima surat itu. "Kalau ndak salah sudah ya. Intinya sama dengan surat dia kemarin, cuma dibawahnya dia minta perlindungan," kata Eddy di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (13/7/2017).

Ia menyebut isi surat Miryam meminta perlindungan atas keluarganya terkait perkara e-KTP. "Ada perlindungan keluarganya, saksi-saksi lain, termasuk ke dia sendiri," sebut Eddy.

Eddy mengaku ada lembaga yang dapat menjamin keamanan Miryam dalam bersaksi. Pansus hanya akan menyampaikan permintaan Miryam dalam surat itu. "Kan ada LPSK. Perlindungan itu ada yang dilakukan LPSK. Ada Polri. (Pansus) menyampaikan. Kita kan nggak punya alat," ujarnya.

Kuasa hukum Miryam, Aga Khan, mengaku mengirim surat bentuk perlindungan Miryam ke Pansus Angket. Dalam surat itu, dia menjelaskan penggeledahan dan penetapan DPO yang menyalahi prosedur.

"Kita sudah buat keberatan ke Pansus, mungkin hari ini sampai, diterima surat saya. Kami mau menjelaskan penyitaan, penggeledahan, penetapan DPO, nanti bisa lihat. Bukti-bukti sudah ada. Kita diam, biar sidang kita buka di persidangan," ujar Aga Khan.

Dalam eksepsinya Miryam membantah telah memberikan keterangan palsu di persidangan kasus korupsi proyek e-KTP. "Saya keberatan atas dakwaan yang dibuat jaksa karena keberataan itu saya tidak mengatakan keterangan yang tidak benar sesuai Pasal 22 itu. Jadi saya enggak tahu keterangan mana yang merasa tidak benar itu menurut jaksa," ujar Miryam usai sidang keterangan palsu di Pengadilan Tipikor, Kamis (13/7).

"Padahal saya sudah memberikan keterangan yang benar di pengadilan kalau misalnya keterangan benar ada di penyidikan, nah proses penyidikan yang saya jalani itu. Saya agak tertekan dan cukup stres waktu itu," sambung Miryam.

Miryam juga mengaku sudah mengirimkan surat keberatan terhadap dakwaan JPU kepada Pansus Angket. Menurut dia, tak ada tekanan dari anggota DPR selama proses pemeriksaan kasus korupsi proyek e-KTP. Padahal, penyidik Novel Baswedan yang menekan dirinya.

"Saya juga keberatan itu sudah kirim keberatan ini pengaduan ke Hak Angket. Ya terutama yang dominan yang menekan saya Pak Novel jadi menurut saya yang dituduhkan jaksa, saya keberatan sekali," ujar Miryam.

Selain itu, Miryam mengatakan jika dirinya telah ditekan oleh pihak lain maka seharusnya diberikan perlindungan sebagai saksi. Namun saat itu dirinya tak diberikan perlindungan oleh KPK.

"Kalau tekanan dari nama-nama itu misalnya kenapa tidak diberikan perlindungan kepada saya kok didiamkan, saya question lho, pemeriksaan satu dan keempat ada jeda cukup lama, itu saja," kata Miryam. (dtc/mfb)

BACA JUGA: