Majelis hakim konstitusi telah mengambil sikap tidak mengeluarkan putusan sela untuk Hak Angket KPK dalam judicial review Pasal 79 ayat 3 UU MD3. Salah satu pemohon gugatan ini mengaku kecewa atas sikap MK yang menolak mengeluarkan putusan sela.

Salah satu pemohon judicial review yang juga peneliti ICW Donald Fariz menyatakan kekecewaannya pada putusan sela tersebut. Dia mempertanyakan majelis konstitusi mengapa mereka tidak menunggu hakim Sadil Irsa pulang pergi haji baru melakukan rapat pemusyawaratan hakim (RPH).

"Ada apa RPH dilakukan Rabu, sementara Saldi sudah datang sejak Senin. Ada jeda 3 hari. Kenapa nggak tunggu RPH dengan jumlah ganjil dan paksakan hakim genap sehingga terbelah," tegas Donald di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (13/9).

Setelah MK menolak putusan sela, Donald mengatakan pihak pemohon akan mengupayakan strategi lain dalam sidang. Namun dia tidak mau menjelaskan apa strategi tersebut.

Sedangkan, Anggota Komisi III DPR Arsul Sani meminta jangan ada pihak yang menyebut MK tidak pro pemberantasan korupsi karena putusan mereka. "Jangan sampai keluar di sini, diteriakin MK-nya tidak pro dengan anti korupsi karena menolak putusan provisi untuk menghentikan panitia angket," kata Arsul di lokasi yang sama.

Arsul yang juga anggota Pansus Angket KPK mengatakan bila DPR sejak awal akan menghormati apapun putusan sela yang dikeluarkan MK. Termasuk bila ternyata MK mengabulkan putusan sela.

"Saya kira itu kewenangan Mahkamah Konstitusi sepenuhnya. Bagi kami yang di DPR itu, dari awal kita sudah sepakat bahwa proses yang ada di MK ini kita hormati apapun putusannya. Kalau misalnya bagi DPR misalnya mengabulkan (putusan sela) ya patuh saja," ucap Sekjen PPP itu.

Sebelumnya, MK menolak mengeluarkan putusan provisi (sela) untuk Hak Angket KPK. Keputusan tersebut diambil dalam rapat pemusyawaratan hakim (RPH). Dengan adanya putusan sela ini, pansus angket KPK yang dibentuk DPR tetap bisa berjalan.

"Sidang dalam permohonan pengujian UU Nomor 17/2014 terhadap UUD 1945 dilanjutkan tanpa penjatuhan putusan provisi," ujar Wakil Ketua MK Anwar Usman, Rabu (13/9).

Anwar mengatakan, MK mengadakan rapat untuk mengambil keputusan apakah MK perlu mengeluarkan putusan sela atau tidak, pada Rabu (6/9) lalu. Rapat dihadiri oleh 8 hakim konstitusi yaitu Arief Hidayat, Anwar Usman, Aswanto, Wahiduddin Adams, Manahan Sitompul, Maria Farida Indrati, Suhartoyo, I Dewa Gede Palguna. Sementara hakim Saldi Isra tidak hadir karena sedang pergi haji.

"Berhubung dalam rapat permusyawaratan hakim dimaksud, mufakat tidak tercapai, meskipun telah diusahakan dengan sungguh-sungguh. Maka sesuai dengan ketentuan pasal 45 ayat 7 Undang-undang Nomor 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi Sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang 8/2011 tentang perubahan atas Undang-undang 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Selanjutnya disebut sebagai UU MK. Keputusan diambil dengan suara terbanyak, namun berhubung putusan dengan suara terbanyak tidak dapat diambil, dikarenakan 4 orang hakim berpendapat permohonan putusan provisi ditolak dan 4 orang hakim lainnya berpendapat permohonan putusan provisi beralasan untuk dikabulkan," papar Anwar.

Karena suara sama kuat, maka suara Arief Hidayat yang merupakan Ketua MK menjadi penting. Ternyata, Arief berada di pihak yang menolak adanya putusan provisi. Selain Arief ada 3 hakim lagi yang menolak putusan provisi yaitu Anwar Usman, Aswanto dan Wahiduddin Adams. (dtc/mfb)

BACA JUGA: