JAKARTA, GRESNEWS.COM - Pemerintah perlu mendorong industri substitusi impor. Kebijakan ini dinilai dapat mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dan meningkatkan porsi tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) di industri listrik nasional. "Sebenarnya payung besar dari industri peralatan listrik nasional ada di industri substitusi impor nasional. Industri inilah yang perlu didorong agar ketergantungan kita pada impor peralatan listrik dapat ditekan," ujar Sekretaris Jenderal APLSI Priamanaya Djan, di Jakarta, hari ini, Jumat (28/4).

Pria mengatakan, perhatian kepada pengembangan industri substitusi impor masih sangat kurang sejak krisis ekonomi 1998, padahal pasarnya di dalam negeri sangat besar dan masih dinikmati industri diluar negeri. "Misalnya, industri peralatan listrik ini pasarnya besar dan sudah jelas ada proyek 35ribu megawatt (MW). Tapi pasar yang besar ini hanya dinikmati oleh industri peralatan listrik negara lain," tegas Pria yang juga sebagai Sekjen BPP Hipmi ini.

Pria mengatakan, misalnya diproyek 35.000 MW terdapat investasi lebih dari Rp1.000 triliun yang berarti memiliki nilai pasar yang sangat besar. Selain industri konstruksi, semestinya industri substitusi impor peralatan listrik yang dapat menikmati pasar tersebut. Tak hanya itu, permintaan listrik nasional akan terus tumbuh pesat sehingga permintaan peralatan listrik tidak akan perna menurun.

"Perekonomian tumbuh positif tiap tahun, permintaan listrik tiap tahun bertambah sekitar 5000 sampai 7000 MW, sejauh ini kebanyakan pasarnya diisi oleh impor," ujarnya.

Pria mengatakan, dalam proyek 35ribu MW dibutuhkan transmisi sepanjang 46.000 kilometer (km) atau selingkaran planet bumi. Sejak diluncurkan tahun 2015, pembangunan transmisi menyerap anggaran sebesar Rp200 triliun untuk lima tahun. "Itu termasuk gardu induk, tower, dan konstruksinya," ujar Pria.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai impor Indonesia pada Januari 2017 sebesar US$11,99 miliar. Angka ini mengalami kenaikan sebesar 14,54 persen jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kepala BPS Shariyanto menjelaskan impor yang paling besar lebih kepada kebutuhan peralatan mekanik, seperti impor mesin dan pesawat mekanik yang mencapai US$1,74 miliar dan mesin peralatan listrik yang mencapai US$1,36 miliar. Sehingga impor non migas mengalami kenaikan 10,24 persen.

Pria mengatakan kebijakan industri substitusi impor dapat mendorong TKDN diberbagai proyek pembangunan infrastruktur listrik pemerintah, utamanya untuk transmisi proyek 35ribu MW. "Ada kebijakan TKDN, tapi juga perlu didorong industri substitusi impornya agar barang-barang penggantinya ada dan tersedia di dalam negeri," terang Pria.

Pria mengatakan, pengembangan industri substitusi impor peralatan listrik ini sangat realistis sebab teknologi konstruksi baja dan sebagainya sudah cukup dikuasai oleh tenaga ahli di dalam negeri. "Kelemahan kita masih disoal turbin dan sedikit diboiler. Jadi, pembangkitnya dari luar tapi kita kejar TKDN di transmisi atau di sutet itu dalam negeri saja," ujar ucap Pria.

Saat ini TKDN di transmisi mencapai lebih dari 60 persen. "Namun, TKDN ini perlu digenjot lagi secara maksimal sekaligus mendorong industri baja nasional," pungkasnya. (mag)

BACA JUGA: