JAKARTA, GRESNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut mantan KSAU Marsekal (Purn) Agus Supriatna menolak memberi keterangan terkait kasus dugaan korupsi helikopter AW-101. Agus beralasan keterangannya itu berkaitan dengan rahasia militer.

"Dalam proses pemeriksaan, dari informasi yang kami dapatkan dari penyidik, saksi tidak bersedia memberikan keterangan dengan alasan, saat kejadian, saksi menjabat sebagai KSAU dan merupakan prajurit aktif sehingga terkait dengan rahasia militer," ungkap Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Rabu (3/18).

Namun KPK tidak akan tinggal diam. Febri menyebut lembaganya akan melakukan koordinasi lanjutan dengan POM TNI.

"Hal ini tentu akan kami cermati dan dapat dilakukan koordinasi lebih lanjut dengan POM TNI. Kami percaya komitmen Panglima TNI masih sama kuatnya dalam pengusutan dugaan korupsi di pengadaan heli AW-101 ini," ucap Febri lagi.

Agus hari ini diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Direktur Utama PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh. Setelah mendatangi penyidik KPK selama 2,5 jam, Agus sempat memberi pernyataan soal pembelian helikopter yang kini mangkrak di Bandara Halim Perdanakusuma tersebut.

"Jadi alat pertahanan sistem senjata, untuk militer, pengguna, pengelolanya itu pasti prajurit. Nah, prajurit itu punya sumpah prajurit. Sumpah prajurit yang kelima, biar teman-teman tahu: Memegang segala rahasia tentara sekeras-kerasnya. Itu (makanya) nggak boleh (disebutkan)," tutur Agus.

Pengadaan helikopter jenis angkut penumpang tersebut menimbulkan kontroversi lantaran rencana pembeliannya ditolak Presiden Joko Widodo pada 2015. Awalnya helikopter tersebut ditujukan sebagai helikopter pengangkut very-very important person (VVIP), namun harganya dinilai terlalu mahal untuk kondisi ekonomi Indonesia yang sedang tak stabil.

Namun, pada 2016, Marsekal (Purn) Agus Supriatna, yang masih menjabat Kepala Staf Angkatan Udara, kembali melakukan pengadaan helikopter AW-101 dengan perubahan fungsi, sebagai helikopter angkut pasukan dan SAR.

Sebelumnya Agus Supriatna mengaku telah menjelaskan proses pengadaan helikopter Augusta-Westland 101(AW-101) kepada penyidik KPK. Agus pun menghormati tugas KPK yang mengusut kasus dugaan korupsi terkait pengadaan itu.

"Segala sesuatu ini kan sudah tugas tanggung jawabnya KPK. Jadi saya sudah jelaskan apa yang bisa saya jelaskan di sana," ucap Agus usai menjalani pemeriksaan di KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (3/18).

Kemudian, Agus mengibaratkan pengadaan heli itu dengan membeli supercar Ferrari. Menurutnya, ada spesifikasi yang disesuaikan dengan kebutuhan ketika membeli Ferrari, begitupun heli AW-101 itu.

"Nah, sekarang saya, istilahkannya, saya ini pernah datang ke showroom mobil Ferrari, (Agus kemudian memeragakan dialog antara penjual Ferrari dengan dirinya) ´Ini Ferrari buat apa nih?´ ´ Ini buat jalan-jalan, Pak´ ´Oh buat jalan-jalan seperti ini tho Ferrarinya, berapa nih segini?´," kata Agus.

Namun, Agus menginginkan Ferrari itu bisa pula dipakainya untuk balapan. Untuk memenuhi keinginan Agus, si penjual pun menyarankan beberapa penambahan yang mendukung fungsi balapan Ferrari itu.

"Tapi saya menginginkan Ferrari ini bisa saya pakai suatu saat untuk balap-balapan, untuk trek-trekan, untuk apa, jadi fungsinya sampai 5, beberapa fungsi yang digunakan," ujar Agus.

"Nah, sehingga akhirnya orang di showroom itu mengatakan, ´Oh begini, Pak, berarti saya nanti di mesin akan saya tambah ini, wiring-nya saya akan tambah ini, di bodinya saya harus pasang spoiler, Pak. Tapi waktu bapak balapan, cassis-nya harus bapak ganti. Di waktu basah, Bapak bannya yang ini, tapi waktu kering, Bapak juga harus ubah bannya ini´," imbuh Agus.

Dengan analogi itu, Agus menyebut pengadaan heli AW-101 pun demikian. Namun Agus enggan membeberkan apa saja spesifikasi tambahan untuk heli yang nilai pengadaannya mencapai Rp 738 miliar itu.

"Jadi alat pertahanan sistem senjata, untuk militer, pengguna, pengelolanya itu pasti prajurit. Nah, prajurit itu punya sumpah prajurit. Sumpah prajurit yang kelima, biar teman-teman tahu: Memegang segala rahasia tentara sekeras-kerasnya, itu (makanya) nggak boleh (disebutkan)," kata Agus.

Dalam kasus ini, KPK bekerja sama dengan POM TNI. Ada lima tersangka yang ditetapkan POM TNI. Dari pihak sipil, KPK menetapkan Irfan sebagai tersangka pertama dari swasta pada Jumat (16/6). Irfan diduga meneken kontrak dengan Augusta Westland, perusahaan joint venture Westland Helicopters di Inggris dengan Agusta di Italia, yang nilainya Rp 514 miliar.

Sementara itu, untuk kontrak pengadaan helikopter dengan TNI AU, nilainya malah Rp 738 miliar, sehingga terdapat potensi kerugian keuangan negara sekitar Rp 224 miliar. Namun saat ini POM TNI dan KPK masih menunggu penghitungan kembali kerugian negara oleh BPK.

Pengadaan helikopter jenis angkut penumpang tersebut menimbulkan kontroversi lantaran rencana pembeliannya ditolak Presiden Joko Widodo pada 2015. Awalnya helikopter tersebut ditujukan sebagai helikopter pengangkut very-very important person (VVIP), namun harganya dinilai terlalu mahal untuk kondisi ekonomi Indonesia yang sedang tak stabil.

Namun, pada 2016, Marsekal (Purn) Agus Supriatna, yang masih menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Udara, kembali melakukan pengadaan helikopter AW-101 dengan perubahan fungsi, sebagai helikopter angkut pasukan dan SAR. (dtc/mfb)

BACA JUGA: